Hai, Selesai. [03]

727 62 12
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

{ HAPPY READING! }
.
.

{ HAPPY READING! }

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ngobrol dong, Syaa!" Suara Rivai terdengar nyaring di kelas sepuluh SMA TB. Cowok itu berkali-kali melirik pada Disyaa yang sedari awal datang hanya duduk sambil terus terdiam tanpa berucap sepatah katapun.

"Masih adaptasi mungkin," simpul Raka.

"Lo kenapa sekolah di sini, Syaa?" Rizki datang dengan satu pertanyaan yang tertuju pada Disyaa.

Disyaa melirik selintas pada sekelompok laki-laki yang berkumpul di meja Rivai dan Raka, tepat di depan meja tempatnya duduk.

"Takdir," jawab Disyaa dengan cepat.

"Gak ada niatan pindah?" celetuk Arul.

Cowok itu bertanya tanpa ekspresi. Mengundang tatapan tajam dari teman-temannya yang lain dengan lontaran katanya yang seperti tidak pantas diucapkan.

"Basi lo," ketus Raka menanggapi pertanyaan Arul.

Raka menghampiri Disyaa, mengambil duduk pada kursi di samping gadis itu yang memang selalu kosong.

"Earphone nya buat lo," kata Raka sambil menyodorkan sebuah headseat bluethoot pada Disyaa.

"Buat apa?" Satu alis Disyaa terangkat, bingung.

"Buat menyumpal telinga lo dari omongan-omongan gak bermanfaat," tekan Raka, netranya melirik pada Arul.

Sementara, di tempatnya, Arul hanya tersenyum miring dengan decakan menyebalkan menanggapi sindiran dari seorang Raka Dargana.

"Gak usah, Ka, gue udah biasa," tolak Disyaa.

"Gue gak suka ditolak, Syaa," tukas Raka.
Gerakan cowok itu cepat, memasukkan earphone nya ke dalam tas Disyaa, kemudian meninggalkan Disyaa begitu saja dengan ketermanguannya.

Perlakuan Raka pada Disyaa berhasil mencuri perhatian seisi kelas. Ribuan pertanyaan berputar pada kepala mereka masing-masing. Namun, sebagian memilih diam dan tidak peduli, kecuali Rivai yang saat ini menghampiri Disyaa sambil mengendap-endap seolah akan merampok pada suatu rumah.

"Lo saudaranya Raka, Syaa?" tanya Rivai dengan kesimpulan yang ada pada pikirannya.

Disyaa menahan untuk tidak tertawa dengan pertanyaan cowok itu. Pertanyaan yang benar-benar di luar nalar menurutnya. Siapa sangka? Dari banyaknya opini yang bisa disimpulkan, Rivai justru berpikir sedemikian antara dirinya dan Raka.

Hai, Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang