FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!
HAPPY READING!
Ruangan dengan suara monitor pasien yang mendominasi, menyertai hening antara banyaknya orang-orang yang berdiri di samping brankar, tempat di mana sang gadis yang pucat pasi tertidur lemah dengan bantuan nasal canula untuk bernapas.
Aroma obat-obatan yang khas, menusuk jelas pada indera penciuman beberapa orang di sana. Tatapan sendu dengan segala cemas nampak pada setiap pasang mata yang seluruh atensinya kini tertuju pada Disyaa.
Gadis itu susah payah, melirik pada sekeliling dengan sisa tenaga yang ia punya. Paru-parunya yang bahkan sudah tak diobati lagi, karena sudah terlalu lelah menelan dan disuntikan obat selama setahun lamanya. Sampai dengan bebas, luka pada aset berharga di organ tubuhnya itu semakin menjalar, meluas hingga menyisakan separuh saja di bagian kirinya.
"Arlan...." Suaranya lirih, memanggil nama yang sedari tadi setia berdiri di sampingnya. Gadis itu mengangkat pandangan, susah payah menghela napas agar tetap terlihat normal.
"Iya, kenapa? Aku di sini," kata Arlan. Diusapnya berkali-kali surai rambut yang bahkan hampir menipis karena semakin rontok.
"Arul udah datang?" tanya Disyaa. Sedari siang hingga menjelang petang bahkan Disyaa masih menunggu. Harap-harap lokasi yang dikirimkan pada Arul, bisa membuatnya segera menyusul ke rumah sakit ini.
Arlan membuang pandangan mendapati pertanyaan itu, rasa sakitnya melihat Disyaa yang lemah, rasanya tak sebanding dengan rasa sakit yang ada di hatinya saat Disyaa justru menanyakan laki-laki lain kepadanya.
"Belum, Syaa, mungkin masih di jalan," jawab Arlan. Meski sebetulnya ia juga tidak tahu, apa Arul akan benar-benar datang atau tidak. Bahkan, pesan yang dikirimkan pada lokasi yang ia berikan ke cowok itu, masih setia di centang dua membiru yang tak kunjung ada balasan.
Disyaa mengatupkan mata sejenak, tangannya susah payah tergerak, menunjuk laptop di atas nakas yang ada di ruangan ICU itu. Arah tunjuknya membuat Arlan paham, Arlan dengan penuh kehati-hatian mengambil laptop itu dan memberikannya pada Disyaa, menyimpan laptop tersebut di atas pangkuan gadis yang tertidur lemah saat ini.
"Aku mau nulis bab terakhir, biar nanti pas Arul dateng, dia senang, karena cerita tentangnya sudah tamat," ucap Disyaa, intonasinya bahkan lembut, lembut yang lebih tertuju pada lemah.
Dion dan Dino, juga sang Mama yang memang sedari tadi ada di dalam ruangan, kemudian menghampiri Disyaa lebih dekat, mencegah gadis itu yang kini susah payah membuka laptopnya dibantu Arlan.
"Jangan, sayang, kamu jangan banyak gerak, ya? Kamu harus istirahat," kata sang Mama.
Disyaa melirik pada mamanya, gadis itu, berusaha mengukir senyum di bawah selang nasal canula yang menjadi alat bantu napasnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Selesai.
Teen Fiction[Completed] FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA! ............ Jatuh cinta itu tidak salah, hanya jatuh kepada siapa cintanya, itu yang kadang jadi masalah. "Ketika mencintaimu adalah suatu kesalahan besar yang selalu aku benarkan." Perihal cinta yang...