05°

3.3K 90 1
                                    

"Oke, jadi lo bener mau pindah ke divisi minat dan bakat?"

Reno menganggukkan kepala singkat. "Semisal gak bisa, gapapa. Gue masih aman-aman aja sih sama orangnya."

Gema memutar-mutar bolpoin di atas meja kebesarannya. Rapat BEM sudah selesai sejak dua jam lalu. Kini tersisa dirinya, Reno, dan Jalu.

Meskipun Jalu bukan bagian dari BEM, terkadang lelaki itu gemar membantu untuk meringankan beban sang ketua dan ketua divisi humas, yaitu Arreno Gulfar Saida.

"Gue capek banget harus nge-carry Viola kalau lagi rapat," keluh Reno, membicarakan gadis berambut ungu yang satu divisi dengannya.

"Lo masih inget gak siapa yang wawancara dia pas sebelum masuk BEM?" sahut Jalu dari arah sofa setelah meneguk minuman bersoda.

"Teo, anak Hukum. Sama ..." Gema terdiam sejenak mengingat-ingat. "Denali, anak FKIK."

"Ck, anjir gila ya. Yang wawancara sekuat itu tapi Viola yang otaknya gesrek di lolosin gitu aja. Inget, Gem. Ini lo bawa nama baik BEM Unreeda," jelas Jalu yang sedang kemasukan setan bijak. Biasanya lelaki itu justru menertawai keluhan Reno pada Gema.

Reno memijat dahinya frustasi. "Jujur gue masih bisa tahan sama sifat tuh cewek. Tapi makin lama, makin banyak yang chat ke gue soal dia," ujarnya.

"Gue gak tau dia itu sebenernya paham atau enggak setiap kita rapat. Tapi herannya gue, dia ngangguk-ngangguk aja pas gue jelasin ini-itu," sambung Reno, lalu menghela napas berat.

Jalu tertawa kecil. "Kayak lo enggak gitu pas kelas. Dijelasin sama Pak Gendri ngangguk-ngangguk aja, tapi pas disuruh ngasih kesimpulan malah ngang ngong ngang ngong."

"Bahas itu nanti aja, Jal," tegur Gema, membuat mulut Jalu benar-benar rapat.

"Lo kalau mau pindah, berarti gue harus ngadain rapat lagi buat voting ketua. Gantiin lo gak gampang," jelas Gema, menuai anggukan samar dari Reno.

"Iya gue paham itu. Tapi ..." Reno memijat pangkal hidung. "Ck, yaudah lah gak usah, Gem. Gak tega gue sama lo asli," balas Reno, menatap singkat Gema yang duduk di hadapannya.

Jalu menepuk bahu Reno dari belakang. "Gini aja saran gue. Lo coba ajak bicara Viola empat mata di tempat yang menurut lo nyaman."

"Setelah lo tau problemnya dia di mana dan lo paham sama sifatnya dia gimana, lo baru lah kasih tau ke kita. Kalau Viola itu harus kita apain."

Gema mendelik pada Jalu yang baru saja memberi ide. "Bahasa lo," tegurnya pelan.

"Sorry, Bos. Maksud gue gini ... semisal si Reno udah tau a b c sampe z nya si Viola, baru lah kalian bahas gimana baiknya si cewek ini."

Hening.

Reno berpikir keras terhadap usulan Jalu. Ia mencari plus-minus jika mengajak Viola berbicara empat mata.

Sedangkan Gema mencari cara agar Viola merasa tidak terganggu dengan ide Jalu.

"Semisal dia baper sama gue gimana? Secara kan--"

"Halah tai babi lo. Lagi serius gini malah mikir ke sana. Ini gue udah ngasih ide. Lo tinggal mikir iya atau enggak. Semisal iya, mau gimana jadinya," sela Jalu cepat, kembali berjalan menuju sofa untuk menghabiskan minuman soda itu.

"Lo kenapa jadi narsis gini?" Selidik Gema pada Reno yang akhir-akhir ini terlihat sangat percaya diri.

"Gak tau anying. Gue ngerasa kayak banyak aja yang suka sama gue. Kayak trauma gitu njir."

Jalu tertawa lepas mendengar balasan Reno. "Yang harusnya gitu tuh Gema ege."

"Ya emang kenapa kalau gue gitu? Gak berhak banget kayaknya gue kalau ngerasa gitu."

ALGEMANTRA [END:REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang