18°

1.9K 48 0
                                    

Pintu kamar terbuka perlahan. Jaket kulit yang melekat pada tubuhnya dilepas, lalu digantung dibelakang pintu.

Tatapannya samar ke arah kasur sebab ruangan seluas ini hanya lampu tidur saja yang menyala.

Ia melangkah mendekat pada kasur yang sudah terisi Gaby dan Karel. Terlihat sekali Gaby tidak ingin balita itu jauh darinya dan mengamankan Karel dari segala jenis gaya tidur.

Tangannya menyingkirkan guling yang menjadi bahan pelindung agar Karel tidak terjatuh ke bawah.

Gema mulai menaiki kasur dengan amat perlahan. Ia memposisikan tubuhnya di pinggir Karel.

Matanya tidak luput menatap intens wajah damai Gaby. Gadis itu berhasil membuatnya frustasi tingkat dewa.

Satu tangannya terulur. Mengusap lembut pipi Gaby yang semakin tirus. Entah gadis itu memikirkan hal apa, ia pun tidak bisa menerkanya.

Gaby terlalu sulit untuk ia tebak.

Usapan lembut itu terus pada pipi sang gadis. Kedua sudut bibirnya terangkat membantuk lengkungan manis.

Namun sedetik kemudian, senyumnya hilang. Mengingat tadi siang ia sudah membentak gadis itu.

Usapannya terhenti. Hal itu berhasil membuat kedua mata Gaby membuka perlahan.

Kini keduanya beradu tatap.

"Maaf," bisik Gema, kembali mengusap lembut pipi Gaby.

Tubuhnya bersandar pada kepala ranjang. Membuat gadis itu perlu mendongak sedikit untuk melihat wajah Gema.

Tidak ada balasan dari Gaby. Namun gadis itu juga tidak menolak usapannya.

"Karel tadi nyariin gue gak?" lanjut Gema bertanya. Memecah keheningan tengah malam ini.

Kepala Gaby mengangguk kecil nan singkat menjawab pertanyaan Gema.

"Tadi gue abis ketemu Karisa."

Gema tidak ingin Gaby tahu ini dari orang lain. Ia ingin terbuka dan jujur pada gadis itu.

Mendengar perihal itu entah kenapa Gaby amat malas. Namun wajahnya tidak menyiratkan perasaan tersebut.

Ia hendak kembali memejamkan mata, namun Gema lebih dulu mencubit lembut pipinya.

"Sakitt," lirihnya, melayangkan tatapan tajam pada lelaki itu.

"Jangan tidur lagi."

Kedua alis Gaby hampir menyatu mendengar Gema melarangnya.

"Gue laper."

•••••

Sepuluh menit berlangsung Gaby membuat roti panggang untuk Gema yang kini terus menatapnya dari arah meja pantry.

"Lo gak makan juga?" tanya Gema, setelah menerima piring kecil berisi roti dan selai.

Gaby hanya menggeleng singkat, lalu berjalan menuju kulkas. Ia akan mengeluarkan puding cokelat kesukaan Gema.

Dengan teliti ia memotong puding itu dengan pisau plastik, lalu disajikan di piring yang lebih kecil dari ukuran piring roti tadi.

"Aku mau ke kamar," pamit Gaby singkat. Namun ternyata urung untuk melangkah. Gema menahan lengannya dan berakhir duduk di samping lelaki itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 1 malam. Pikiran Gaby saat ini entah apa, tapi sedikit tersirat bahwa ia besok akan kesiangan meski tidak ada kelas pagi.

ALGEMANTRA [END:REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang