13°

2.2K 51 1
                                    

"Gaby mana, Bun?" tanya Gema setelah sampai rumah Bunda, tidak melihat gadis itu.

"Masih di kamar kamu, kok. Tadi juga dia bawa Karel ke sana. Coba kamu cek, deh."

Segera Gema menaiki anak tangga dan membuka pintu kamarnya. Ternyata benar. Karel dan Gaby ada di sana.

Namun ia melihat Gaby tertidur pulas, sedangkan Karel asik sendiri dengan tab miliknya.

"Om Alll!" pekik Karel, berhasil membuat kedua mata Gaby perlahan terbuka.

Gema langsung memeluk Karel yang berlompat-lompat di atas kasur sambil merentangkan tangan.

"Ibu pelii tatik yaa," bisik Karel memuji Gaby yang tengah tidur, menuai senyum simpul dan anggukan dari Gema.

"Kamu udah makan? Kan mimom sama oma lagi masak ayam goreng. Ke bawah aja yuk?"

Karel mengangguk cepat atas tawaran Gema. Sedangkan lelaki itu belum mengecek detail raut wajah Gaby saat ini.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan Karel pada mimomnya, yaitu Tante Dara.

Ia kembali ke kamar dan mendapati Gaby yang tengah bersandar pada kepala ranjang.

"Lo udah makan?" tanya Gema, yang mendapat anggukan.

Satu per satu ia melepas kancing kemeja, lalu menaruh pakaian kotor itu di keranjang belakang daun pintu kamar.

Setelah membersihkan diri, dengan telanjang dada ia menghampiri Gaby yang tengah melamun.

"By."

Satu alis Gaby naik. "Ya?"

"Gak jadi," ucapnya cepat, lalu menenggelamkan wajah di perut Gaby.

"Gema ... sssh, geli ... hhh." Jambakannya yang sudah sekuat tenaga itu tidak membuat Gema mengangkat kepala.

"Bentar aja, By. Gue mau ngecek. Siapa tau ada yang nendang."

"Apa sih."

Gema terkekeh samar mendengar itu. Ia mendongak. Menatap wajah Gaby dari bawah.

"Gue lagi pusing tau," lapornya, yang tidak digubris oleh Gaby.

"Siapa suruh jadi ketua BEM."

Gaby yang hanya kuliah saja sudah pusing bukan main. Apalagi ikut organisasi besar seperti itu.

Gema tidak membalas. Ia hanya butuh Gaby mengusap-usap kepalanya. Namun itu hal yang tidak mungkin terjadi.

Memeluk gadis itu saja ia sudah bersyukur. Hitung-hitung penghilang penat.

"Aku ngerasa terlalu cepet buat lewatin semuanya."

"Masa?" balas Gema.

"Iya. Emang kamu gak ngerasa di usia kita harusnya lagi senenh-seneng sama temen?"

Gema menjauhkan wajahnya sejenak. "Berarti selama ini lo gak seneng nikah sama gue?"

"Bukan gitu, Gema. Tapi aku ngerasa semuanya terlalu cepet aja. Mungkin kalau mama gak meninggal, kita gak mungkin kayak gini."

Lelaki itu mendusel-duselkan wajah di perut Gaby. Menuai ringisan geli dari sang empu.

"Perut lo wangi," bisik Gema dengan suara beratnya.

"Ih, sana kamu mandi. Jorok banget gak bersih-bersih," usir Gaby yang sebenarnya ingin Gema menjauh agar tubuhnya tidak bereaksi lebih.

"Mandiin, dong."

Plak!

"Aw sakit. Kok dipukul, sih? Dosa lo, By, sama suami."

"Masa gitu konsepnya? Aku pelan kok mukulnya," balas Gaby tidak terima. Pasalnya hanya memukul lengan Gema pelan.

ALGEMANTRA [END:REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang