65

947 43 1
                                    

"Kamu hari ini udah minum susunya, yang? Jangan lupa ya nanti ada dokter suruhan aku yang ke apart buat ngecek kondisi kamu."

"Eumm ... Gema?"

Dahi Gema mengernyit mendengar balasan Gaby seperti ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

"Kenapa, sayangku?"

"Tiba-tiba aku kepikiran kamu. Di sana kamu baik-baik aja, kan?"

Ia pikir akan berbicara apa. Ternyata menanyakan hal ini. Gema tertawa sejenak, menggeleng-gelengkan kepala.

"Kamu lucu, deh. Pengin aku makan sekarang boleh gak?"

"Gema, aku serius."

Perlahan wajah Gema berubah menjadi serius dan datar.

"Aku masih kepikiran sama penyakit kamu. Aku juga masih bingung kenapa tiba-tiba kamu dilepas jabatannya dari ketua BEM."

"Sayang--"

"Aku tadi gak sengaja denger Tante Deca sama Bunda ngobrol. Kalau kamu masih sering mimisan dan sakit kepala tiba-tiba."

"Bunda ke san--"

"Dengerin aku dulu, Gema. Hari ini aku minta tolong Disa buat anterin ke rumah Bunda. Kebetulan ada Tante Deca sama Karel di sana. Aku juga kebetulan denger obrolan mereka ... aku bener-bener bingung. Aku bingung, Gema."

"Aku bingung gimana caranya biar kamu sehat terus dan kita bisa sama-sama tanpa mikirin penyakit."

"Aku mau--h-hikss ..."

"Sayang ... dengerin aku, oke?" Gema menegapkan tubuhnya, menatap lurus ke arah halaman depan rumah.

"Kamu di sana harus jaga kesehatan. Aku di sini baik-baik aja. Ada Reno, Jalu, sama temen-temen lainnya. Aku di sini gapapa, sayang ..."

"Jangan pikirin yang bikin kamu stress. Ok? Kita bakal terus sama-sama. Kata siapa aku sakit? Bunda kan sama Tante Deca kadang lebay."

"Sekarang kamu istirahat, ya. Aku tau kamu capek abis kelas bahasa sore ini. Nanti kalau udah mereda suasana hatinya, bilang sama aku, ok? Biar aku telpon kamu lagi."

Sejenak Gema terdiam mendengar isak tangis istrinya yang begitu dalam. Dadanya semakin sesak dan ingin sekali dirinya memeluk wanita itu agar bisa tenang.

Panggilan diputus lebih dulu oleh Gema. Lelaki itu mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangan sambil mengumpat. "KKN sialan."

"Udah gue rekam, nih. Tinggal kasih tau rektor aja kali, ya?" Tiba-tiba Jalu datang meledek dan duduk di samping Gema yang menutup wajah dengan dua tangan.

Jalu menepuk-nepuk bahu Gema. Berusaha menenangkan lelaki itu. "Lo percaya kan kejaiban Tuhan?"

Gema mengangguk singkat. Perlahan ia menjauhkan kedua tangannya dari wajah. Terlihat jelas kini matanya berkaca-kaca menahan air mata agar tidak keluar.

"Gue takut gak bisa bahagiain dia," gumam Gema.

"Anjir. Lo ngapain nakutin begitu? Lo nyampe detik ini udah bisa buat istri lo bahagia."

"Bener tuh apa yang kakak ipar gue bilang," sambar Reno yang duduk di kanan Gema.

"Lo hebat, coy. Udah sejauh dan sekuat ini bertahan sama ujian hidup yang ada. Yaaa ... meskipun gue sama Jalu gak tau jelas ujian hidup lo, tapi gue yakin sih itu semua akan berlalu dan--"

"Tumben lo bijak," sela Jalu cepat.

"Merusak suasana lo. Gue emang bijak dari lahir," komen Reno.

"Tai."

ALGEMANTRA [END:REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang