Sepeninggal Nathan dan Devano, tinggallah Adelia dan kedua orang tua Nathan. Om Fadly langsung bicara tanpa basa basi.
"Ehem, Adelia. Om memutuskan agar kamu sebaiknya tinggal disini dulu sampai berita mereda. Bukan berarti om merestui kalian, kamu dilarang bertemu Nathan walau serumah. Om berusaha menyelesaikan masalah ini dulu dan memulihkan nama baik kalian, mengerti?!," tegas om Fadly.
Adelia tidak berani menentang pria ini, maka ia pun hanya bisa mengangguk. Sedangkan tante Silla mendengus kesal, tapi ia juga terpaksa menuruti keputusan suaminya.
°°°
Di kamar.
Devano berusaha menenangkan adiknya, Nathan yang masih berusaha keluar.
"Aargh, Dev. Minggir!"
"Nate, calm down!"
"Kenapa lu nurut papa? Tumben sekali!," sindir Nathan pada kakaknya. Biasanya kakaknya juga suka berdebat dengan ayahnya. Kenapa kali ini mereka kompak?
Devano memelototi Nathan, "Nate, sorry. Gue sependapat dengan papa kali ini. You are not an adult yet. What did you say? Sekolah sambil bekerja? You have no idea how tough is that, huh?"
"I can handle it!," ucap Nathan keras kepala. Devano menghela nafas, berusaha memberi pengertian kepada adiknya ini.
"Do you love her?"
"What?"
"I asked if you love her or not?," tanya Devano lagi.
"Of course I love her!"
"Then let her go. Lu tahu kenapa cinta pertama jarang berhasil? Lu bisa ngedekatin perempuan dengan cinta, but stability is what make them stay. Lu mau dia menderita kayak gini? Dia masih muda dan pantas mendapat laki yang bisa memberi dia kenyamanan. Bukannya kawin lari," ucap Devano panjang lebar.
Nathan merasa kesal karena tidak bisa membantah ucapan Devano.
Melihat Nathan diam saja, Devano cukup lega. Ia menyentuh bahu adiknya, "obati luka lu. Gue akan melihat keadaan di luar, biar gue kabari nanti."
°°°
Nathan agak tenang mengetahui Miss Adelia tinggal di rumahnya. Setidaknya lebih baik daripada tinggal di apartemen sendiri dalam keadaan seperti ini.
Tanpa Nathan sadari, ibunya hendak menghasut Adelia agar segera meninggalkannya.
°°°
Tok, tok, tok.
Terdengar suara ketukan di pintu kamar. Adelia membukanya dan terkejut melihat tante Silla, "oh, tante."
Tante Silla menyuruh Adelia masuk kamar dan ia ikut masuk, tidak lupa tante Silla mengunci pintu.
"Tante mau bicara."
Tante Silla mencari posisi duduk, kemudian ia bertanya, "sampai kapan kamu mau tinggal disini?"
Adelia jadi bingung, bukannya om Fadly yang menyuruhnya tinggal sementara sampai berita skandalnya reda.
Seolah menjawab pertanyaan di benak Adelia, tante Silla berkata lagi, "memang om Fadly yang menyuruhmu tinggal disini, tapi pertanyaan tante adalah setelah berita skandal ini beres, kamu mau apa?"
Adelia mulai mengerti maksudnya, "aku akan kembali ke apartemen. Jangan khawatir, tante."
"Lalu Nathan? Kau akan meninggalkannya kan?"
Adelia kembali bimbang ditekan seperti itu, ia tidak tahu harus menjawab apa.
Tante Silla melanjutkan, "Adelia, Nathan itu lebih muda 7 tahun darimu. Ia bahkan belum lulus sekolah. Akhir-akhir ini nilainya memburuk. Lepaskanlah dia. Cari pria yang sepadan dan seumur denganmu. Nathan itu belum matang. Kalau kau memang sayang padanya, pergilah dari hidupnya. Biarkan dia menjalani hidup normal seperti remaja lain."
Adelia berkaca-kaca mendengar kata-kata itu. Ia mengerti maksud tante Silla, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Hal yang membuatnya muram sepanjang perjalanan bersama Nathan.
"Tante, aku belum berani mengatakan ini pada siapapun, termasuk Nathan. Tapi aku... aku...," ucap Adelia terbata-bata.
"Kamu apa?," tanya tante Silla tak sabar.
"Aku hamil, tan."
Tante Silla tercengang sesaat, kemudian berdiri dan langsung menampar Adelia, "dasar perempuan murahan! Kau... kau..."
Adelia tidak menyangka tante Silla akan menamparnya. Hatinya terasa sakit.
"Sudah berapa lama? Kau yakin ini anak Nathan bukan laki-laki lain?!," tanya tante Silla.
Adelia mengangguk berusaha menahan air matanya dituduh buruk seperti itu. "Aku baru mengetahuinya akhir-akhir ini, tante. Boleh dicek dna kalau tidak percaya."
"Oh, betapa malangnya anakku. Kamu akan menghancurkan hidupnya, Adelia!," ucap tante Silla sambil meraung.
Adelia hanya bisa diam, ia sendiri pun merasa bersalah. Selama ini ia selalu hati-hati saat berhubungan dan tidak lupa untuk menggunakan pengaman.
Sepertinya hari itu saat Nathan menyetubuhinya di toilet sekolah secara mendadak, Nathan tidak membawa pengaman dan Adelia juga lupa minum obat setelahnya.
Sesudah agak tenang, tante Silla menatap tajam pada Adelia dan meremas lengannya hingga Adelia sedikit meringis.
"Kita pikirkan ini nanti, tapi ingat ya! Jangan memberitahu siapapun, terlebih pada Nathan. Kau hanya akan mempersulitnya!," ucap tante Silla sebelum keluar kamar.
Sementara Adelia hanya bisa menuruti kemauan tante Silla, demi Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia
RomanceAdelia, seorang guru perempuan, berpacaran dengan murid laki-lakinya. Banyak rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Haruskah kata-kata 'cinta tidak harus memiliki' mengakhiri hubungan mereka? Apakah cinta mereka akan tetap bertahan?