Di tempat olahraga.
Nathan dan Devano sedang latihan bertarung di ring tinju. Lebih banyak pukulan Devano yang masuk daripada Nathan.
"Come on, Nate!," teriak Devano. Nathan berusaha memukulnya lagi, tapi berhasil dihindari Devano. Malah lagi-lagi pukulan Devano masuk mengenai Nathan.
"Is this all you've got!"
"You are so lame!"Pukulan demi pukulan masuk ditambah ucapan provokasi dari Devano membuat Nathan mulai emosi, "okay, I'm done here!"
"What? You already give up? Mirip kayak hidup lu sendiri ya. Pasrah dan menyerah!"
Nathan memandang tajam pada Devano, "meaning?"
"Iyakan? Lu berusaha lari dari kenyataan dengan kerja, minum dan seks, bukannya menyelesaikan masalah tapi malah hidup bebas buat mengasihani diri sendiri. Setiap pembicaraan ke Adelia, lu selalu menghindar. You just can't accept she left you. You are pathetic coward!"
Nathan melotot dengan tatapan membunuh pada Devano, tidak percaya kakaknya mengucapkan hal itu padanya. Tapi Devano malah menambah dengan kalimat provokasi lain, "apa? Benarkan? Mau ngebantah? Okay, come here. Hit me if you can and tell me if I'm wrong!"
Devano mengundang Nathan untuk memukulnya dengan postur tubuh terbuka, Nathan yang sudah emosi langsung terpancing untuk menyerang. Dipukul kakaknya bertubi-tubi.
"You have no idea what my heart felt all this time so shut up!"
"Maybe you're right, I'm a coward, I cannot accept she left me!"
"Selama ini gue enggak berani cari dia, gue enggak mau lihat dia move on!"
"Dalam hati gue selalu berharap dia kembali!"
"10 tahun, Dev. 10 tahun gue nunggu dia doang! I've try to open for somenone else but I can't. No matter how hard I try!"
"Akhirnya sekarang gue harus dengar kabar dia udah nikah sama orang lain!"
"Dan selama ini gue ternyata bad guy di hidupnya yang menelantarkan anak sendiri. Sialan banget enggak tuh!""Hah, hah, hah..," Nathan terengah-engah setelah menjadikan Devano samsak tinjunya, tapi jujur ia jadi lega setelah meluapkan semua isi hati. Ia bersandar di tubuh Devano.
"Thanks, Dev," ucap Nathan. Ia merasakan tangan Devano menepuk bahunya.
"Good," balas Devano dengan muka agak babak belur. Untunglah dia memakai helm pelindung. Nathan jadi merasa bersalah sekaligus geli.
°°°
Di restoran.
Setelah olahraga, mereka memutuskan makan bersama di restoran sambil berbincang panjang lebar. Kadang menjadi tontonan pelayan dan tamu lain, karena ada dua orang pria tampan berwajah lebam.
"It's not your fault, Nate. You have no idea she was pregnant," ucap Devano.
"I know, Dev, but still...", balas Nathan, ia tidak tahu harus berkata apa.
"Mungkin udah waktunya kalian berdua berkomunikasi. You and Adelia still have unfinished business."
"Mau hubungi kemana?," tanya Nathan.
"Lewat mama atau papalah."
Sejak semalam Nathan belum bertukar pesan dengan ibunya sama sekali. Ia belum bisa memaafkan kedua orang tuanya.
Melihat Nathan terdiam, Devano menghela nafas, "forgive them, Nate. Papa mungkin hidup tak lama lagi."
"Apa maksudnya?," tanya Nathan kaget mendengar ucapan Devano.
"Semalam setelah lu pergi...."
Devano menceritakan semuanya pada Nathan, bahwa ayahnya divonis kanker paru, bagaimana rumah masa kecil mereka akan dijual. Nathan mendengarkan semua penjelasan Devano dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia
RomantiekAdelia, seorang guru perempuan, berpacaran dengan murid laki-lakinya. Banyak rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Haruskah kata-kata 'cinta tidak harus memiliki' mengakhiri hubungan mereka? Apakah cinta mereka akan tetap bertahan?