Di rumah sakit.
"I think papa Arka is gone," ucap Natalia langsung mengabari Nathan di panggilan telefon. Terdengar suara anaknya yang gemetar dan panik.
"Apa?," tanya Nathan kaget.
"Kak, don't say that. Please," ujar Carolla terisak di sampingnya.
Nathan yang kaget langsung berusaha menenangkan mereka dan bertanya dengan pelan situasi yang terjadi.
Bagaimana Arka pergi mendadak. Adelia yang pingsan, tubuhnya ditemukan tak jauh dari rumah sakit. Untuk sementara, Raditlah yang mengurusi segala administrasinya.
Setelah mendengar semuanya. Nathan pun berkata, "aku akan segera pulang."
°°°
Hari pemakaman.
Semua orang datang menghadiri upacara pemakaman Arka. Dari para karyawan, Radit, om Fadly, tante Silla, Devano, Tiffany, om Edgar dan istrinya, tante Luna. Mereka semua mengucapkan ucapan duka cita kepada Adelia dan anak-anak mereka.
Acara yang diiringi dengan gerimis itupun selesai. Satu persatu orang-orang mulai undur diri dan berpamitan, kecuali Adelia. Ia masih belum beranjak dari kuburan Arka, meski ayah dan ibunya sudah membujuknya.
"Nak, sudah sangat mendung. Sepertinya akan hujan deras. Kita pulang yuk," ucap ibunya.
"Natalia dan Carolla sudah pulang duluan. Mereka menunggumu," ucap ayahnya.
Adelia tidak bergeming. Ia masih saja menatap kuburan Arka dengan pandangan kosong. Ayah dan ibunya saling berpandangan bingung.
Pada saat itu, seseorang datang. Ia menunduk dan menghela nafas melihat Adelia yang tampak seperti mayat hidup.
"Adelia."
Suara itu? Akhirnya Adelia mengangkat kepalanya, Nathan? Adelia dan Nathan hanya saling berpandangan. Adelia dengan tatapan sedihnya dan Nathan dengan tatapan ibanya.
"Ayo pulang, Adelia," ucap Nathan sambil menuntun tangan Adelia. Kali ini Adelia menurut. Ayah dan ibunya saling berpandangan lagi.
°°°
Di rumah.
Adelia memasuki rumah dan disambut oleh kedua anaknya.
"Leave me alone!," teriak Adelia pada kedua anaknya dan langsung menuju ke kamar.
Hal itu membuat anak-anaknya kaget dan menangis. Untunglah, ada om Edgar dan tante Luna yang menghibur cucu-cucunya.
Nathan juga cukup terkejut melihat kejadian tadi. Ia langsung mendekati Natalia dan Carolla.
"Papaa!," teriak Natalia yang senang melihat Nathan.
"Hey, baby girl. Kamu tambah besar. Sorry, I'm late," ucap Nathan yang langsung memeluk Natalia. Kemudian ia juga melihat Carolla yang terlihat sedih. Nathan langsung berinisiatif memeluknya juga dan bertanya, "are you okay, Carolla?"
"Dia baru saja kehilangan ayahnya, menurutmu apakah dia oke?," ucap Adelia ketus.
"Adelia, jangan begitu. Dia hanya berusaha bersimpati," ucap ibunya membela Nathan.
Adelia hanya diam, ia mengambil sebotol anggur di dapur dan masuk lagi ke kamar.
"Mohon maafkan dia, dia sedang berduka. Apakah kamu Nathan?," tanya om Edgar.
Nathan yang baru pertama kali bertemu kedua orang tua Adelia langsung mengulurkan tangan, "benar, aku Nathan. Maaf, om dan tante. Kita harus bertemu di saat seperti ini."
Om Edgar dan tante Luna melihat Nathan sebagai pria yang sopan dan baik, terlepas dari masa lalunya dengan Adelia yang buruk.
"Boleh aku membujuknya?," tanya Nathan. Om Edgar mengangguk, sedangkan tante Luna berinisiatif mengajak cucu-cucunya ke kamar.
"Adelia," panggil Nathan dari depan pintu. Tidak ada jawaban, Nathan pun memanggil lagi.
"Pergilah!," ucap Adelia dari dalam kamar. Nathan terdiam sesaat. Om Edgar pun menepuk bahunya dan memberi isyarat untuk pergi.
"Aku akan datang lagi," ucap Nathan pelan, namun tidak ada jawaban dari Adelia, Nathan berusaha sabar.
"Sudahlah, biarkan dia sendiri dulu," ucap om Edgar memberi Nathan pengertian.
"Boleh aku menunggu disini sebentar? Aku janji akan diam," tanya Nathan. Om Edgar pun mengangguk dan mempersilakan Nathan menunggu. Beliau sendiri pamit pergi.
Nathan duduk di depan kamar Adelia, sayup-sayup ia mendengar suara Adelia yang menangis dari dalam. Nathan menghela nafas, tangisannya terdengar sangat pilu. Saat ini tidak ada yang bisa Nathan lakukan selain menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia
RomanceAdelia, seorang guru perempuan, berpacaran dengan murid laki-lakinya. Banyak rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Haruskah kata-kata 'cinta tidak harus memiliki' mengakhiri hubungan mereka? Apakah cinta mereka akan tetap bertahan?