Keesokan harinya.
Nathan terbangun karena sakit kepala. Semalam sampai apartemen ia langsung mengerjakan laporan kasus untuk mengalihkan diri, tapi susah untuk fokus. Yang dipikirkan Nathan adalah Adelia dan Natalia. Ia langsung beralih ke sekotak kaleng bir. Setelah beberapa kaleng, dirinya tidak ingat apa-apa lagi.
"Good morning," ucap Devano tiba-tiba. Nathan terkejut mendengar suara orang lain di kamarnya.
Nathan ingin marah, tapi tidak bisa menyusun kata karena kepalanya masih pusing. Yang ia lakukan hanya menatap kosong pada kakaknya. Devano yang melihatnya jadi geleng-geleng kepala. 'Pasti masih ngeblank nih anak!'
"Ini minum dulu," ucap Devano yang memberikan segelas air putih pada Nathan.
Setelah meminum habis, Nathan merasa lebih baik dan berusaha berdiri.
"Need any help?," tanya Devano melihat Nathan jalan sempoyongan ke kamar mandi. Nathan menggeleng.
Nathan keluar kamar mandi hanya dengan handuk, ia pun berpakaian untuk kerja. Di luar kamar, ada Devano yang sedang santai duduk di sofa.
"Bro, today is Saturday. Lu ke kantor?," tanya Devano yang heran melihat Nathan keluar kamar dengan outfit kerja.
Nathan langsung terdiam, bagaimana dirinya bisa lupa? 'Brengsek, malu-maluin aja, pikirnya. Tapi jujur dalam hati ia bersyukur hari ini tidak perlu kerja. Ia pasti tidak akan fokus dan konsentrasi hari ini.
Devano ingin tertawa, tapi mengingat semalam pasti berat untuk Nathan, Devano jadi prihatin dan menahan diri.
"I was cleaning your apartment by the way, tapi gue enggak tahu mau buang dimana kaleng-kaleng ini. Sampah lu udah penuh," ucap Devano.
Nathan melihat ke arah tumpukan kaleng bir kosong dan terkejut, "ini semua gue yang minum semalam?"
"Yup, lu yang habisin semua."
"I can't believe I was drinking it all," ucap Nathan sambil mengurus sisa-sisa kalengnya. "Ngapain kesini? Kapan lu datang?," tanya Nathan.
"Tadi pagi. Cepat ganti baju! Gw mau ajak lu olahraga."
Nathan pun menurut saja ucapan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia
RomanceAdelia, seorang guru perempuan, berpacaran dengan murid laki-lakinya. Banyak rintangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Haruskah kata-kata 'cinta tidak harus memiliki' mengakhiri hubungan mereka? Apakah cinta mereka akan tetap bertahan?