Kenyataan Pahit

924 13 0
                                    

Sekarang Devano yang mengambil alih ponsel dari tangan Nathan. Sambil melihat foto-foto keponakannya, Devano bertanya, "tapi papa dapat dari mana foto-foto ini? Jangan bilang..."

"Kami masih berhubungan dengan Adelia, kami rutin mengirimkan biaya bulanan untuk anaknya hingga 4 tahun lalu terhenti, ketika papa mulai bangkrut. Tapi Adelia tidak bertanya apa-apa dan tetap rutin mengirimkan foto-foto anaknya untuk kami," jawab ayahnya.

"Dan sebenarnya anak Adelia bukan hanya satu," tambah ibunya.

"Apa maksudnya?," tanya Nathan terkejut.

Ibunya memandang iba pada Nathan dan menghela nafas, "Nathan, Adelia sudah menikah. Dia menikah dua tahun dari sejak kalian berpisah, dia dan suaminya juga sudah punya anak tidak lama kemudian."

Nathan yang mendengarnya merasa sesak di dada, seperti tertancap pisau, bahkan lebih parah. Ia merasa jantungnya berhenti berdetak mendengar kabar Adelia menikah. Tapi Nathan teringat anaknya.

"Siapa nama anak itu?," tanya Nathan akhirnya.

"Namanya Natalia," jawab ibunya.

Air mata Nathan tidak terbendung lagi. Ia pun langsung beranjak pergi tanpa bicara apa-apa. Ia tidak ingin terlihat menangis. Nathan merasa marah, sedih, bersalah. Buru-buru ia menyetir mobilnya sambil mengebut. Sepuluh tahun hidupnya terasa sia-sia.

Sepeninggal Nathan, Devano memandang tidak percaya kedua orang tuanya sambil memandangi foto-foto keponakannya. "Aku tidak percaya papa dan mama menyembunyikan hal seperti ini dari Nathan."

"Kami terpaksa saat itu, Dev. Kamu tahu kan Nathan masih sekolah waktu itu? Punya anak di umur 17 tahun akan membuatnya sulit berkembang. Setidaknya... itu yang kami pikirkan, tapi ternyata pilihan kami salah. Walau karir Nathan berkembang baik, tapi tidak hatinya. Mama dan papa sungguh menyesal," ucap ibunya sambil menangis.

Melihat ibunya menangis, Devano jadi tidak tega dan memeluk ibunya. Tepat pada saat itu, Tiffany masuk. "Ada apa, Dev? Aku melihat Nathan pergi terburu-buru dan ia tampak... kacau."

"Akan kujelaskan nanti, duduklah dulu," ucap Devano pada istrinya. Tiffany pun duduk dan bingung melihat mertuanya sedang menangis sedih.

Tante Silla pun melepaskan pelukan Devano dan menyuruhnya duduk, "masih ada satu hal lagi."

Kini ibunya memandangi Devano dan Tiffany. Sudah 3 tahun mereka menikah, tapi belum juga dikarunia momongan. Bisa jadi ini merupakan karmanya karena membuang cucu yang diberikan Tuhan sebelumnya. Sekarang yang harus ia lakukan adalah menebus dosa.

"Devano, tahun lalu papa mulai batuk-batuk bukan? Kata dokter, papa terkena kanker paru," ucap ibunya.

"Apa? Sejak kapan? Kenapa tidak memberitahuku?"

"Mama dan papa baru tahu tahun lalu, papa divonis kanker stadium 2. Masih bisa disembuhkan. Kami hanya tidak ingin membuat Devano dan Nathan khawatir. Tapi sepertinya memang kalian harus tahu."

"Tentu saja, hal seperti ini harus disharing donk, ma, pa. Kalian kan orang tua Devano. Biar bagaimana aku harus bertanggung jawab merawat kalian."

"Terima kasih, Devano", ucap ibunya terharu. "Sejak papa bangkrut hingga sekarang, Devano dan Nathan sudah banyak membantu mama dan papa. Kami tidak tega kalau merepotkan kalian lagi. Kami masih ada aset barang-barang berharga kok, hanya saja... sepertinya rumah ini harus kita jual."

"Apa? Dijual?"

"Iya, lagipula rumah ini terlalu besar untuk ditinggali mama dan papa berdua. Maafkan kami ya, padahal rencananya rumah ini mau diwariskan pada Devano dan Nathan, hiks", ibunya mulai menangis.

Bohong kalau Devano tidak merasa sedih. Walau saat ini Devano dan Tiffany sudah tinggal terpisah. Namun, rumah ini adalah rumah masa kecilnya, tempat ia dibesarkan.

Devano pun memeluk ibunya, "it's okay, ma. Kita bisa membangun hidup baru, kenangan baru di tempat baru, as long we stick together."

"Bagaimana dengan Nathan? Mama khawatir," ucap ibunya.

"I'll talk to him, don't worry."

Devano dan Tiffany pun berpamitan pada kedua orang tuanya. Walau ayahnya melakukan kesalahan, tapi melihat ayahnya menyesal, menua dan rapuh, Devano pun iba dan berbisik, "give him some time, pa. Jaga kesehatan papa yang terpenting."

Ayahnya hanya bisa mengangguk.

Ayahnya hanya bisa mengangguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang