Pagi ini, Orline mengurungkan niatnya untuk pergi ke sekolah. Kini ia pergi ke salah satu taman yang dulu pernah ia singgahi dengan Abyan.
Orline memilih untuk duduk di bawah pohon yang tak jauh didepannya terlihat sebuah danau. Ia menekuk lututnya.
"Berhenti untuk berharap."
Kalimat itu adalah kalimat yang dilontarkan Abyan saat malam itu. Kalimat yang akhir-akhir ini selalu mengganggu pikiran Orline.
"Abyan benar, gua kecewa dengan harapan gua sendiri," lirih Orline.
"Orline lo bodoh. Bodoh karena lo selalu berpikir bisa memiliki Abyan, sedangkan Abyan saja tidak ingin memiliki lo, bahkan sekedar melihat saja ia tak mau. Apalagi memiliki."
Orline tertawa kecil lalu menyeka air mata yang kini sudah membasahi kedua pipinya. Tapi sialnya, air mata itu tidak ingin berhenti, dan justru malah semakin deras.
"Gua memang lemah Yan, gua lemah karena nangis, hanya karena laki-laki. Seharusnya dari awal gua enggak perlu suka sama lo, tapi bukankah perasaan itu tidak bisa dipaksakan?"
Orline bangkit dari duduknya. Ia menyibak roknya yang sedikit kotor. Dengan menggunakan kedua tangannya, ia kembali menyeka air matanya yang jatuh dengan kasar.
"Gua memang lemah, tapi gua enggak boleh menunjukkan kelemahan gua didepan siapa pun."
"Abyan, izinkan gua untuk terus berjuang dan berusaha mendapatkan hati lo. Walaupun nanti pada akhirnya, yang akan gua dapatkan hanyalah kecewa. Tapi, setidaknya gua udah berusaha bukan?" ucap Orline kepada dirinya sendiri.
Orline melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah pukul 10.00 pagi, artinya ia sudah terlambat untuk pergi ke sekolah. Hanya karena pikirannya yang sedang tidak baik-baik saja, ia jadi bolos sekolah.
"Gerbang pasti udah di tutup. Yaudahlah, gua pulang aja," putus Orline lalu mengendarai mobilnya untuk kembali pulang ke rumahnya.
Sedangkan saat ini keadaan sekolah sudah heboh karena berita kepergian XII MIPA 1 ke Jepang secara mendadak. Pagi tadi, seluruh murid kelas XII MIPA 1 sudah berangkat ke Jepang dengan kepala sekolah, guru wali kelas, dan juga guru kesiswaan.
Terlihat Lea berjalan dengan santai di koridor kelas 12. Dengan senyuman yang terukir diwajah, ia berjalan sendirian tanpa mempedulikan tatapan-tatapan murid kelas 12 yang menatapnya tidak suka.
Diperjalanan, Lea melihat Rado dan Helcia yang tengah mengobrol didepan kelas mereka. Dengan langkah yang cepat, ia menghampiri kekasihnya itu.
"Rado," panggil Lea lembut.
"Lea?" beo bingung Rado.
Jangan bingung mengapa kini seluruh murid bisa berkeliaran sesuka hati padahal jam masih menunjukkan pukul 10, yang artinya seharusnya mereka masih ada kegiatan KBM. Alasannya, karena guru-guru sedang rapat dan juga sibuk mengurus kelas XII MIPA 1 yang sudah berada di pesawat untuk kepergian ke negara Jepang.
"Gua ke kelas duluan ya Do, Lea," pamit Helcia tersenyum, lalu pergi melangkah masuk kedalam kelas.
Rado membalas senyuman Helcia. Lalu ia menoleh kearah pacarnya yang kini berada disampingnya.
"Kamu kok kesini? Bukannya 1 jam lagi istirahat, seharusnya aku yang nyamperin kamu," ucap lembut Rado.
"Aku bosen di kelas. Jadi aku kesini deh," jawab jujur Lea.
"Oh iya, tadi kamu ngobrolin apa sama Helcia?" tanya Lea memicingkan matanya.
Rado terkekeh, lalu ia mengacak-acak rambut Lea dengan gemas. "Tadi aku nganterin titipan Elfrey untuk di kasih ke Helcia. Terus juga, Helcia nanya apa aku ngeliat Orline atau enggak, terus aku jawab enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Radexs Gang [END]
Teen FictionRadexs Gang, bukan geng motor, ataupun mafia. Mereka hanyalah kumpulan remaja yang memiliki tujuan untuk saling menolong dan melindungi. Tugas mereka adalah menyelesaikan misi yang diberikan lalu sebagai gantinya, mereka bebas meminta satu permintaa...