Saat ini Rado tengah berusaha membujuk dan memberikan penjelasan kepada teman-temannya untuk memaafkan kesalahan Lea atas permintaan Lea sendiri. Sebenarnya ia masih marah dengan Lea, namun ia berusaha untuk tetap memaafkan Lea walaupun saat ini hatinya sulit untuk melakukannya.
"Rado, lo masih waraskan? Lo pikir aja, perbuatan Lea itu enggak bisa dimaafkan, jadi jangan bela-bela dia terus," kesal Kanha.
"Sikap lo yang kayak gini yang harus lo hilangkan, bucin boleh, bodoh jangan," ucap Arkhan sama kesalnya.
"Sebucin-bucinnya gua, kalau Disha memang udah menghina Radexs, enggak bakal gua maafkan, karena gua lebih mencintai Radexs ketimbang Disha," ucap Zoe.
"Berhenti bersikap seperti ini, sebelum pada akhirnya lo yang bakal kami benci juga," ucap Abyan menahan amarahnya.
"Lea itu salah Do, dia pantes menerima ini," ucap Ramos mendukung perkataan teman-temannya.
Sedangkan Elfrey? Ia hanya memandang Rado dan teman-temannya secara bergantian. Sebenarnya ia juga ingin ikut beragumen, namun entah mengapa ia malas untuk berdebat, jadinya ia hanya menyimak saja.
"Dengerin penjelasan gua dulu, alasan kenapa gua lakuin ini bukan karena gua terlalu bucin sama Lea. Tapi karena hati dan logika gua itu memikirkan hal yang sama, bukankah sebesar apapun kesalahan seseorang harus dimaafkan? Karena tuhan menyukai hambanya yang pemaaf. Lea sudah minta maafkan? Jadi kenapa tidak dimaafkan? Lagi pula, apakah kalian ingin menyimpan dendam kepada seseorang? Sebaiknya jangan," jelas Rado sembari membujuk.
Tidak ada yang hendak protes lagi, semuanya sedang berdebat dengan pikiran masing-masing. Semuanya diam karena sudah lelah terus-terusan berdebat tentang hal ini, mereka juga tidak bisa membantah ucapan Rado walaupun hati mereka tetap saja menolak untuk menerima ucapan yang dilontarkan Rado.
"Rado, gua harap Lea enggak bakal ngulangin kesalahan ini lagi. Dan untuk lo, jangan lagi menunjukkan sikap yang seakan lo memprioritaskan Lea ketimbang Radexs. Kami semua maafin Lea, puas?" ucap Abyan lelah.
Rado tersenyum lalu mengangguk. "Iya, makasih."
Abyan pun bangkit dari duduknya lalu meninggalkan markas Radexs menggunakan motor besar miliknya. Ia ingin pergi ke sebuah tempat yang mampu membuat hati dan pikirannya menjadi tenang.
Abyan menduduki bangku berwarna putih yang terletak di taman yang kini tengah ia singgahi. Setiap pikirannya berantakan, ia pasti selalu datang ke tempat ini. Selain menenangkan, tempat ini juga tidak ramai pengunjung dan pemandangannya pun sangat indah untuk dinikmati.
Orline yang kebetulan tengah melewati taman tersebut, menghentikan gowesan sepedanya karena melihat seseorang yang sangat ia kenali. Ia pun tersenyum menatap pemuda yang kini sedang duduk sendirian dibangku taman.
Orline memarkirkan sepedanya lalu berlari kecil menghampiri Abyan. Dengan rambut yang di kepang satu dan poni di kepalanya, ia tersenyum menatap Abyan yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya.
Sontak Orline melunturkan senyuman di wajahnya. Ia sedikit terkejut melihat wajah Abyan yang datar dan juga tatapannya yang kosong.
Pemandangan seperti ini sangat langka bagi siapapun yang melihatnya. Pasalnya, Abyan adalah laki-laki yang tidak pernah menunjukkan sikap seperti ini kepada siapapun.
"Abyan," panggil Orline tapi tak kunjung ada jawaban.
Orline menatap sendu sekaligus khawatir kearah Abyan. Kini perasaan bersalah kembali menyelimutinya. Ia takut jika dulu saat semasa smp, Abyan sering bersikap seperti ini disaat sehabis dibully olehnya.
Tidak ingin berlama-lama merasakan kekhawatiran, ia pun menyentuh pelan pundak Abyan. Sontak hal itu membuat Abyan sedikit tersentak lalu menatap kearah perempuan yang kini berada disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radexs Gang [END]
Roman pour AdolescentsRadexs Gang, bukan geng motor, ataupun mafia. Mereka hanyalah kumpulan remaja yang memiliki tujuan untuk saling menolong dan melindungi. Tugas mereka adalah menyelesaikan misi yang diberikan lalu sebagai gantinya, mereka bebas meminta satu permintaa...