PART 38 . Timbulnya Konflik

55 6 0
                                    

Didalam ruangan ekstrakurikuler modeling, terlihat Nazwa, Disha, dan juga Shafira yang tengah duduk disalah satu sofa didalam ruangan tersebut. Alasan mengapa mereka berada di ruangan ini padahal kegiatan ekskul sedang tak berlangsung karena ketiganya baru saja selesai membereskan ruangan tersebut. Mereka membereskan ruangan itu atas perintah dari guru piket.

"Kepala gua masih aja pusing. Heran yah, kenapa pusingnya enggak hilang-hilang coba," gerutu Shafira.

Disha hanya memutar bola matanya malas mendengar Shafira yang sedari tadi tak pernah berhendi mengomel. Sedangkan Nazwa, saat ini ia sedang berusaha membaca Iq'ra ditangannya.

"Sekarang apalagi Wa? Lo ngapain coba belajar Iq'ra. Ketawan banget bodohnya," ucap Disha terkekeh.

Nazwa menatap wajah Disha yang tersenyum mengejeknya. "Katanya, syarat masuk pesantren harus bisa Al-Quran, tapi kalau memang Al-Quran enggak bisa, minimal bisa Iq'ra."

"Jadi itu alasan lo belajar Iq'ra. Malu-maluin banget, udah besar enggak bisa Iq'ra," ejek Disha.

"Emang lo bisa?" tanya santai Nazwa.

Disha menggeleng sembari menunjukkan cengiran. "Enggak, hehe."

"Lo enggak malu apa Wa, belajar Iq'ra gitu? Kalau Al-Quran masih mendinglah, lah ini?" sahut Shafira.

"Untuk apa gua malu, sedangkan yang gua kejar adalah ilmu? Lagian gua bukannya enggak bisa Iq'ra, hanya belum bisa. Makanya itu gua belajar supaya bisa," jawab Nazwa tersenyum.

"Lo beneran mau masuk pesantren?" tanya Disha memastikan.

"Benar dong! Emang gua terlihat meragukan?"

"Bukan gitu Wa. Maksudnya Disha, gimana reaksi kedua orang tua lo? Apa mereka mengizinkan?" tanya Shafira penasaran.

Nazwa mengangguk mantap. "Tentu! Jika anaknya ingin berubah menjadi lebih baik, mengapa tidak boleh? Itu alasan kedua orang tua mengizinkan."

"Gua kira, mereka bakal ngelarang lo. Huft! Enggak asik kalau gitu," eluh Disha.

"Tau tuh! Lo tahukan Wa, kalau pesantren tuh banyak larangannya?" tanya Shafira.

"Pasti tahu dong. Menurut gua enggak masalah, soalnya niat gua berubah lebih besar dibandingkan larangan itu," jawab bangga Nazwa.

"Terserah lo aja deh, cape gua," kesal Disha.

Tiba-tiba saja mereka melihat banyak orang-orang yang berlarian menuju lapangan. Mereka bisa tahu karena banyak orang yang melewati pintu ruangan ekskul modeling.

"Mereka kenapa?" tanya penasaran Shafira.

"Apa ada penyerangan lagi?" tanya Disha menebak.

"Apa kita ikut ke lapangan?" saran Nazwa.

"Sebaiknya kita tanya dulu ada apa di lapangan," ucap Shafira.

Baru saja Shafira hendak bangkit dari duduknya karena ingin bertanya, tiba-tiba ada dua perempuan menerobos langsung masuk ke ruangan yang kini tengah mereka tempati.

Mereka bertiga yakin bahwa keduanya adalah adik kelas mereka. Karena dibaju lengan kanan mereka terdapat angka 11.

"Kak Disha, di lapangan Kak Zoe berantem sama anak laki-laki kelas 12 IPA," ucap to the point salah satu perempuan itu.

Disha melotot. "Tumben banget dia berantem," gumamnya lalu berlari keluar ruangan dan melangkahkan kakinya ke lapangan disusul oleh Nazwa, Shafira, dan kedua adik kelasnya tadi.

Saat sampai di lapangan, ternyata benar apa yang dikatakan adik kelasnya tadi. Zoe tengah memukul habis-habisan laki-laki yang ia kenal bernama Mojo, 12 IPS 5.

Radexs Gang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang