ii. home

1.6K 129 13
                                    

Rumah berukuran 12 x 6 meter itu menjadi pemandangan Cassia tat kala Agnes mengantarnya kemari. Tidak mewah dan luas seperti rumahnya, tetapi mengingat bahwa kehidupan setiap orang berbeda-beda membuat Cassia paham.

Di depan terdapat carport yang cukup luas dan terdapat juga mobil Mini Cooper bewarna putih. Sepertinya Casphia pandai mengendarai mobil.

Setelah berpamitan, Cassia mengecek tasnya. Cassia pun berhasil menemukan sebuah kunci. Dibukanya rumah tersebut dan langsung terdapat living room. Aroma dari pewangi ruangan lavender tercium melalui indera penciumannya.

Ketika berjalan sebentar, pada sisi kiri terdapat ruang kamar dan sebelahnya toilet. Kamar utama disertai riasan khas perempuan membuat Cassia tahu bahwa ini ruang kamar milik Casphia.

"Capeknya," lirih Cassia melempar tubuhnya ke kasur empuk itu— tapi tidak seempuk dan senyaman kasurnya sembari menyalakan AC melalui remote yang ia ambil di dinding tadi.

Memejamkan mata sebentar untuk menenangkan diri, Cassia berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Mengapa ia bisa menjalani kondisi saat ini?

Namun belum cukup dirinya beristirahat, terdengar suara panggilan dari ponsel putih milik Casphia. Akan tetapi, ponselnya terkunci. Sial.

Nama kontak panggilan itu adalah nama lelaki. Mungkin salah satu koleksi lelaki milik Casphia. Mengabaikan sebentar, Cassia kembali menatap langit-langit kamar barunya.

"Mulai sekarang?" tanyanya pada diri sendiri.

Sesudah mengumpulkan niat, Cassia mulai menjelajahi isi kamar Casphia untuk memperoleh informasi. Misalnya seperti, apa password ponsel Casphia atau mengapa bisa ia berada di sini?

"Nice!" serunya senang ketika berhasil menemukan sebuah buku diary yang sudah usang di bawah rak meja belajar.

"Brankar?" kernyitnya sebab menemukan benda itu di tempat terdalam bagian bawah kasur. Tak akan bisa dapat, kecuali dicari dengan sangat teliti. "Sial! Kenapa semuanya dikunci?!"

"Ultah Casphia kapan," gumamnya membalikkan kertas kalender. Siapa tahu Casphia menandai tanggalnya mengingat bahwa Casphia merupakan orang yang rajin.

"Gotcha!" Cassia tersenyum senang membuat wajah yang tadinya galak menjadi berseri-seri. "Dua februari."

Secara cepat Cassia mengambil ponsel dan mengetikkan password berdasarkan tanggal lahir Casphia.

Hal tak terduga pun terjadi. "Kenapa bisa salah?!" geram Cassia kembali mencoba dan lagi-lagi diharuskan menunggu selama satu jam.

"Kalau gitu." Cassia kembali menunduk untuk mencoba pada kunci brankar. "Seenggaknya ini pasti bisa."

Brankar itu benar-benar terbuka. Terdapat dua benda lusuh, yaitu album foto dan buku. Kedua benda tersebut berukuran kecil.

"Utang?" Cassia mengernyit saat membaca judul buku tersebut.

Pinjaman sebanyak 900 juta rupiah tertera di buku kecil itu. Tulisannya nampak berbeda dengan tulisan Casphia dan di sana juga terdapat keterangan bahwa 100 juta sudah dibayar sampai pertengahan tahun kemarin.

Dari 1 milyar menjadi 900 juta. Itu jumlah yang biasa saja menurut Cassia, tapi itu adalah jumlah tak wajar bagi Casphia bila mengingat kehidupannya yang jauh di bawahnya ini.

Tiba-tiba Cassia merasakan pusing dan memilih menaruh buku itu untuk beralih ke album foto kecil tersebut. Di sana terdapat foto Casphia dari bayi ketika masih dipelukan sang Ibu sampai terakhir adalah foto Casphia dengan Ayahnya di rumah ini setelah acara kelulusan.

Introverts to ExtrovertsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang