Pencahayaan ruang kerja Jeniva lebih redup dari biasanya. Lampu gantung di atas meja bergoyang pelan, mengikuti hembusan pendingin ruangan. Di depannya, layar laptop menampilkan satu notifikasi mencolok dari aplikasi pesan terenkripsi.
Gue dipecat. Lo janji bakal bantu kalau ini kejadian. Gue minta janji lo sekarang.
Tak ada reaksi di wajah Jeniva. Hanya tatapan kosong yang terus terpaku pada pesan.
"Dia ketauan?" Suara Reza terdengar dari seberang meja.
"LaVida udah tau. Cepet juga mereka nyisihin dia," dengus Jeniva.
Reza menatap layar beberapa detik, lalu menyandarkan punggung ke kursi. "Lo mau bales?"
"Dia minta janjinya," gumam Jeniva. "Tapi sekarang, posisinya udah gak ada harganya."
"Padahal kita juga yang kasih dia info internal itu. Sekarang dia udah bukan siapa-siapa. Bisa jadi liability."
Gertakan gigi terdengar halus saat Jeniva menahan emosi. "Gue janji ke dia waktu dia masih punya nilai. Sekarang? Dia cuma beban."
Jari-jarinya mulai bergerak di atas keyboard. Akan tetapi, ketika hampir menekan tombol kirim, tangannya berhenti.
Tatapannya kosong, menggantung di layar.
Beberapa detik kemudian, ia menekan enter.
Janji tetap janji. Tapi lo keluar dari permainan sekarang. Gue gak mau lo sebut nama gue. Kapan pun. Di mana pun.
Balasan datang dengan cepat.
Gue gak sebodoh itu. Tapi gue juga gak bakal diem kalau lo ninggalin gue.
Tanpa kata, Jeniva menutup laptopnya dengan kasar.
"Fine," bisiknya. "Gue lunasin. Tapi ini terakhir kali dia nyentuh dunia gue."
Reza menyilangkan tangan di dada. "Kalau dia buka mulut, kita kena."
Sorot mata Jeniva tajam, penuh kalkulasi.
"Makanya kita harus nyerang duluan. Sebelum mereka sadar, kita belum main semua kartu."
Jeniva berdiri. Tanpa menoleh ke Reza, ia melangkah ke arah jendela. Lampu-lampu kota terlihat samar di balik kaca, tetapi ia tidak benar-benar melihat ke luar.
"Permainan ini belum selesai."
***
Notifikasi berbunyi di tablet.
Raka melirik sekilas, lalu membaca cepat. Wajahnya langsung berubah. Ia menatap Talitha dan Casphia tanpa banyak kata.
"Update baru. Si mata-mata udah dipecat. Barusan HR internal ngirimin official-nya."
Penjelasan strategi media yang tengah Talitha sampaikan langsung berhenti di tengah kalimat. "Cepet juga. Belum seminggu sejak investigasi mulai."
"Dia ngaku?" tanya Casphia.
Gelengan singkat dari Raka jadi jawabannya. "Enggak. Tapi dia sempat kirim sesuatu ke seseorang lewat email terenkripsi. Kita belum tau ke siapa, tapi format komunikasinya familiar."
Dari sisi ruangan, Hailey ikut bersuara. "Bisa jadi dia kerja untuk yang lebih besar. Gaya operasinya terlalu rapi buat pegawai biasa."
Ketukan jari Talitha di meja terdengar pelan. "Satu lubang udah kita tutup. Tapi itu berarti ada yang ngarahin."
Tidak ada respons langsung dari Casphia. Tatapannya mengeras. Ia mengangguk sekali.
"Dan yang ngarahin belum selesai main."
KAMU SEDANG MEMBACA
Introverts to Extroverts
Подростковая литератураCassia adalah gadis pendiam dengan trauma masa lalu yang membuatnya sulit mempercayai orang. Namun, hidupnya berubah saat ia tiba-tiba terbangun di dunia yang asing. Bukan ruang kelas sekolah barunya, melainkan ruang kelas perkuliahan yang sama sek...
