Dua hal mampu menyebabkan Casphia termangu seraya menatap pantulan dirinya di cermin. Casphia saat ini sedang duduk bertumpu dagu pada meja rias.
"Ternyata dunia ini imajinasi gue?" dengkusnya tak percaya. "Kenapa lo baru inget Cassia bego?!"
"Tapi ada beberapa hal yang melenceng dari cerita gue. Seharusnya Casphia beneran antagonis terus Hector jadi temen satu gengnya Ethan, meskipun Hector sama Ethan jarak umurnya jauh," gumam Casphia mencoba mengingat khayalannya sewaktu masa SMP. Masa di mana ia hanya merasa bahagia dengan memikirkan cerita fiksi buatannya.
Kondisi saat ini sangat-sangat berbeda dengan imajinasinya. Apa kemungkinan bahwa mereka sebenarnya ada itu benar? Akan tetapi, bagaimana bisa ia berpikir dengan benar tentang nama-nama mereka? Bahkan Casphia masih ingat dia memilah nama mereka dengan sangat hati-hati. Jadi, bagaimana bisa?
Akhirnya, Casphia memutuskan membuka ponsel untuk mencari sebuah webnovel. Siapa tahu cerita imajinasinya sewaktu SMP ada di sini, bukan? Walaupun mustahil, tetapi mengingat kejadian yang menimpanya juga mustahil, maka Casphia akan mencoba.
"Wait." Ekspresi Casphia mengerut saat menemukan webnovel tersebut, justru langsung tertuju pada sebuah bab. Sepertinya Casphia asli juga suka membaca webnovel, tapi yang membuat keningnya semakin berkerut adalah ....
"Cassia?" Matanya memicing lalu memencet tombol kembali untuk menuju ke sinopsis novel berjudul Friends to Lovers itu.
"Ini beneran nama panjang gue," kejutnya tak percaya. "Jadi, gue tokoh fiksi?"
Sebentar, otak Casphia mengalami malfungsi.
Ia berkhayal tentang dunia ini, tetapi ternyata dirinya juga merupakan tokoh fiksi di khayalan orang lain.
Jadi?
"Arghh! Gue pusing!" erangnya frustasi mengacak-acak rambut panjangnya hingga menjadi kusut seperti baru bangun tidur.
"Kejadian gue bangun di tubuh orang lain aja udah aneh ditambah fakta itu. Sebenernya apa, sih?" keluhnya tak mengerti.
Belum sempat memikirkan tentang itu semua, Casphia dikejutkan dengan jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah dua siang.
"Fuck!" makinya pada diri sendiri mulai bersiap secepat kilat. "Sialan! Kenapa bisa lupa?!"
Casphia dengan sangat terburu-buru menyisir rambutnya lalu memakai kardigan untuk menutupi lengannya sebab ia hanya menggunakan tanktop serta hot pants. Setelannya simpel karena ia sedang diburu oleh waktu.
"Gue harap gak macet," cicitnya ketika mulai melajukan mobil menuju Armand Café.
Menurut maps, jarak tempuh rumah ke Armand Café memakan waktu setengah jam dan saat ini sudah pukul dua siang kurang 27 menit. Sangat mepet, belum jika ada kemacetan.
Casphia merutuki otaknya yang justru sedari bangun tidur sibuk menghitung pembagian hutang serta kejadian aneh menimpanya. Bagaimana bila kontrak itu gagal? Ia harus bagaimana lagi untuk mencari pekerjaan?
Penghasilan dari jual barang mewah hanya mampu mengurangi hutang sebesar 34% saja. Tidak ada setengahnya, belum ditambah bunga karena pasti Casphia terlambat membayar.
"Kenapa gue harus nerusin nasib orang lain?" keluhnya. "Padahal gue gak ngelakuin apapun. Kenapa gue hidup begini? Apa gak cukup buat masa kecil gue rusak? Sekarang pun gue gak bisa hidup bahagia."
Malangnya nasib Casphia.
Lantas bila sudah begitu, siapa yang harus disalahkan?
Karena dengan cara bunuh diri merupakan cara yang salah. Lagipula Casphia juga tak mau mengakhiri hidupnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Introverts to Extroverts
Ficção AdolescenteCassia adalah gadis pendiam dengan trauma masa lalu yang membuatnya sulit mempercayai orang. Namun, hidupnya berubah saat ia tiba-tiba terbangun di dunia yang asing. Bukan ruang kelas sekolah barunya, melainkan ruang kelas perkuliahan yang sama sek...