Casphia menghela napas karena dirinya tersesat. Ingin menemui Agnes atau Giselle secara langsung, dirinya justru entah berada di mana ini.
Yang pasti adalah sebuah kantin. Casphia juga tak bisa menghubungi kedua temannya sebab ponselnya terkunci. Kakinya berakhir menuju salah satu stand untuk membeli minuman beserta roti buat sarapan ringannya.
Setelah itu, Casphia memilih duduk di salah satu kursi kosong di kantin ini. Menikmati sarapannya seraya menunggu keajaiban berupa bertemu Agnes atau Giselle. Karena pada jadwal tertera bahwa hari ini ia ada kelas pagi.
"Kayaknya gue perlu ambil part-time," gumam Casphia menghela napas. "Tapi gue harus jual barang mewah Casphia dulu."
Itu merupakan keputusan Casphia yang paling bagus baginya. Karena baju tetaplah baju mau itu bermerek atau tidak dan barang mewah seperti tas maupun sepatu juga sudah pernah ia rasakan. Fokusnya saat ini adalah membayar hutang.
Melihat dari buku tabungan bank yang berada di meja belajar, Casphia tahu ia bisa membayar hutang tersebut. Akan tetapi, Casphia harus menghubungi mereka terlebih dahulu supaya tidak terjadi miss komunikasi dan berakibat fatal. Apalagi salah satu tempat pinjaman adalah di rentenir. Tamat sudah riwayat kehidupannya.
"Casphia!" Teriakan khas Giselle membuat Casphia langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara.
"Cas! Kemana aja lo? Gue cariin di gedung FIB malah lo ada di gedung FEB. Lo kenapa bisa sampai sini, sih? Kampus kita kan gedungnya di FISIP bukan FEB. Mana jaraknya jauh. Lo gila, ya?" cerocos Giselle memarahi Casphia setelah sampai di depannya.
"Gue telpon semaleman juga gak di angkat. Lo ngapain aja? Gue khawatir tau," sungut Agnes ikut memarahi Casphia.
"Sorry. Gue lupa password karena kemaren gue ganti," alibi Casphia.
"Kenapa bisa lupa? Biasanya gak pernah lo ganti, tuh! Gue aja sampe hapal password HP lo itu saking gamonnya," sinis Giselle memutar kedua bola matanya.
Agnes merasa seperti tahu apa alasan Casphia mengganti password pun bimbang ingin mengatakan apa.
"Emang apa?" pancing Casphia.
"Dua tiga kosong delapan satu dua," jawab Giselle membuat Casphia tersenyum tipis. Nanti ia akan mencoba angka itu dan untuk saat ini ia akan berdrama terlebih dahulu.
"Lagian kenapa lo sok ganti password? Udah move on?" Giselle berkata sembari duduk di depan Casphia dengan kedua tangan bersedekap.
"Udah."
Giselle terdiam. Tubuhnya pun maju. "Lo ngomong apa?"
"Gue udah move on," ulang Casphia membuat Giselle terpaku sebentar.
"Nes, lo denger, kan?" tanya Giselle menatap Agnes yang sudah menganggukkan kepalanya untuk memastikan pendengarannya tidaklah salah.
"Gue denger kok. Sebenernya, kemaren Casphia bilang ke gue kalau dia udah move on sama mau berhenti jadi player," ungkap Agnes seraya menggaruk pipinya yang tak gatal.
"Hah?!" Giselle tidak mampu berbicara. Ia kehilangan kata-katanya atau biasa dibilang cengo.
"Gue ngerti perasaan kaget lo itu, Gis. Karena kemaren gue juga gitu," ucap Agnes menepuk bahu Giselle seraya menganggukkan kepalanya.
"Wah, gila!" kata Giselle menyugar rambutnya ke belakang. "Lo emang gila, Cas."
Casphia mendengus mendengar itu seraya mencuri waktu untuk membuka ponsel putihnya.
Berhasil.
Bibirnya tersenyum lalu dengan cepat langsung mengganti password ponselnya setelah mematikan data seluler supaya notifikasi ramai itu tidak masuk lagi ke dalam ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introverts to Extroverts
Teen Fiction[100% Fluff] Akibat trauma masa lalu membuat Cassia menjadi pribadi yang pendiam dan memiliki trust issue. Namun apa yang terjadi ketika ia memejamkan mata saat mengantuk dan kembali membuka mata, ia berada di dunia lain? Bukan ruang kelas sekolah b...