Ketika semua orang masih menunggu kabar terbaru dari seorang supermodel yang kemarin baru saja mengalami kecelakaan, kini, tepat di hari kedua, sang empunya tubuh justru sibuk melamun. Ia menatap hamparan sebuah danau mini yang diyakininya berada di alam bawah sadar atau biasa disebut mimpi.
Sejak hari kecelakaan itu hingga sekarang, Casphia terus memandangi danau mini itu. Beberapa saat sebelumnya, danau itu memperlihatkan fakta mengejutkan yang membuatnya hanya bisa duduk termenung. Ia mengabaikan saat danau itu berganti menampilkan suasana kamar inap tempat tubuhnya terbaring. Kekasihnya memandangnya lekat, sementara seorang gadis yang usianya dua tahun lebih muda juga ikut menatapnya dari sisi lain, duduk di kursi roda.
"Gue gak ngerti kenapa hidup gue harus dituker dari kecil," gumamnya. "Terus dibalikin gitu aja, kayak gak pernah terjadi apa-apa."
Kepalanya tertunduk. "Dari umur lima tahun gue tumbuh di hidup orang lain. Semua tekanan itu, bahkan bukan buat gue."
Permukaan danau kembali beriak. Kabut perlahan terbuka, menampilkan sosok yang berdiri diam di seberang.
"Cassia?" Suara Casphia nyaris terdengar ragu.
Gadis itu tampak sama terkejutnya. "Casphia? Gila, ini beneran lo?"
"Gue kira lo gak bakal muncul lagi di sini."
"Gue juga mikir gitu. Tapi kayaknya tempat ini muncul karena kita masih nyangkut, entah gimana caranya."
Langkah kecil membawa Cassia lebih dekat ke tepi danau. Wajahnya terlihat jauh lebih tenang daripada terakhir kali Casphia ingat.
"Tubuh gue udah balik," ujar Casphia. "Tapi rasanya ... enggak. Masih asing."
"Gue juga ngerasain hal yang sama," jawab Cassia. "Padahal gue udah balik ke hidup gue sendiri. Tapi ada bagian dari lo yang masih tinggal."
"Mungkin karena kita tumbuh besar di tubuh yang bukan milik kita."
Cassia menatap air danau yang makin buram. "Waktu kecil gue mikir hidup gue aneh. Tapi baru sekarang semuanya masuk akal."
"Gue sempet ngerasa iri sama lo," ucap Casphia. "Hidup lo kelihatan bebas, gak dikekang siapa pun. Tapi pas gue jadi lo, ternyata sepi juga."
"Ternyata sama-sama capek, ya," kata Cassia pelan.
Mata Casphia tidak lepas dari sosok di seberang. "Lo kuat, Cas. Bukan karena hidup lo lebih ringan, tapi karena lo gak nyerah. Lo terus bangkit, bahkan ketika semuanya kelihatan mustahil."
Cassia terdiam, tidak langsung menjawab. Hanya menatap balik dengan sorot mata yang berubah.
"Dulu gue kira lo sempurna. Tapi pas jadi lo, gue baru tau betapa beratnya hidup lo," ucap Cassia akhirnya. "Dan sekarang gue ngerti kenapa lo ngerasa sendirian."
Suasana kembali hening. Tapi bukan karena kehabisan kata, hanya karena mereka berdua sedang memproses semua yang tersisa.
"Gue gak janji bisa nerima semuanya sekarang," kata Casphia. "Tapi gue juga gak akan terus-terusan nyalahin lo."
"Gue gak akan sia-siain hidup gue sendiri lagi," ujar Cassia.
"Lo harus janji."
Cassia tersenyum kecil. "I promise."
Cahaya di atas danau mulai meredup. Permukaannya tak lagi bening.
"Kalau nanti lo balik ke hidup lo, jalanin itu baik-baik. Hidup yang bener-bener milik lo."
"Dan lo juga. Meskipun banyak yang rusak, lo tetap bisa mulai dari awal."
"Selamat tinggal, Cassia."
"Terima kasih, Casphia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Introverts to Extroverts
Teen FictionCassia adalah gadis pendiam dengan trauma masa lalu yang membuatnya sulit mempercayai orang. Namun, hidupnya berubah saat ia tiba-tiba terbangun di dunia yang asing. Bukan ruang kelas sekolah barunya, melainkan ruang kelas perkuliahan yang sama sek...
