"Mengapa kamu sampai memalsukan hasil test DNA kalian?"
Alice tidak pernah menyangkah bahwa Jennie akan mempertanyakan ini secara langsung, namun ekspresi di wajahnya tidak menunjukkan perubahan yang berarti, selain tetap tenang. "Sejak kecil, mommy telah memberitahuku bahwa aku memiliki tiga orang kakak. Satu kakak sulung yang tampan dan dua yang lain adalah unnie yang cantik dan baik hati.."
Lalu Alice terdiam cukup lama, menyebabkan Jennie mulai merasakan emosi Alice walaupun tanpa melihat air matanya, tapi lebih kepada sorot matanya."Aku tidak pernah tahu bahwa aku hanyalah bayi tabung dan aku tidak pernah meminta dilahirkan dengan cara seperti itu.."
Alice mengelah nafas perlahan lalu melanjutkan."..Sampai ketika usiaku sedewasa ini walaupun kadang masih kekanak-kanakan, aku akhirnya mengetahui rahasia itu sekitar setahun setelah mommy pergi.."
"..meskipun begitu, aku tidak penah membenci siapapun. Aku tetap mencintai dan menyayangi orangtua dan keluargaku. Mungkin saja memang sudah takdirku terlahir seperti ini dan aku bersyukur karena masih diberikan kehidupan." Alice
"Jadi, apa benar kalian tidak ada hubungan darah sama sekali?" Jennie
"Aku tidak pernah tahu dan aku tidak ingin tahu. Apapun yang dikatakan orang, mommy tetap mommyku. Mommy telah mengandungku memberiku makan melalui plasenta dan merawatku sedari kecil. Unnie, aku hanya tidak bisa menerima jika apa yang dikatakan orang-orang adalah benar. Aku tetap ingin egois bahkan jika saudara-saudaraku tidak menginginkanku." Alice.
Alis Jennie sedikit mengerut sebagai rekasi atas kesedihan dari nada suara Alice yang lemah. Ini kedua kalinya ia melihat Alice seperti ini. Yang pertama ketika Alice menasehatinya tetang Jong In dan berakhir pertengkaran yang hebat dan yang kedua adalah kejadian malam ini.
Tatapan Alice sangatlah menusuk. Bukan tatapan kebencian ataupun kemarahan, namun ego yang rapuh dan hati yang lemah. Entah mengapa kali ini Jennie merasa hatinya sakit dan dadanya terasa didipukul keras. Menyedihkan.
Gadis cengeng yang dia tahu tampak tegar seolah bisa melewati masalah ini, namun baru beberapa detik setelah mengatakan hal itu dan Jennie juga belum mengucapkan sepatah katapun, gadis itu sudah berdiri dari sofa.
"Unnie, aku ke kamar kecil sebentar." Jennie hanya mengangguk. Menyaksikan langkah Alice yang menjauh dan menatap punggung gadis itu mengilang dari balik daun pintu kamar kecil.
Setelah pintu kamar kecil tertutup disusul suara air keran mulai terdengar deras. Namun Jennie sudah curiga sedari awal, sehingga diam-diam ia mendekat ke daun pintu dan mendengarkan dengan hati-hati.
Dia menangis..
Memang tidak terlalu jelas, namun Jennie bisa mendengar beberapa kali isak tangis yang terlepas dan seketika itu membuat Jennie menyesal dan merasa bersalah.
Seharusnya aku lebih menahan diri lagi
Jennie segera kembali dan menyambar dua lembar tissue untuk mengusap air matanya yang tiba-tiba tertumpah dan menaruh sampah itu kedalam saku celananya. Jam sudah menunjuk pukul dua belas malam lebih beberapa menit. Jennie sebenarnya tidak berniat menginap, namun melihat kondisi Alice saat ini gadis itu menjadi tidak tega untuk meninggalkannya. Tapi, dia juga bimbang tentang kemungkinan Alice membutuhkan waktu untuk sendiri.
Keesokan harinya, Alice akhirnya bangun dan langsung mengerjakan ibadah subuh yang kesiangan. Sungguh menjadi sebuah tantangan ketika udara dingin dan kamu harus menyentuh air yang dingin pula. Namun tidak ada pilihan, Alice segera menuntaskan ibadahnya sebelum memulai hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alice (Dreams And Memories) Book 1
FanfictionTerlahir dengan identitas ganda dan menyebabkan kemalangan bagi orang lain membuatnya dihantui rasa bersalah. Ketika kenyataan hidup memaksanya untuk menyerah dan mengetahui orang terdekat ternyata memiliki kepentingan membuatnya diliputi rasa kecew...