76

43 8 2
                                    

Setelah perundingan cukup panjang antara Citra dengan pihak pengunggat, kini ia harus bertemu dengan Hermawansyah, Ayah dari Wawan dan juga mantan suaminya. Mereka akan membicarakan masalah kasus hukum Wawan.

Citra kemudian meletakkan dokumen kesepakatan yang diminta oleh penggungat.

Hemawansyah atau biasa di panggil Herman sedang membaca dokumen tersebut dengan cermat tiap poin yang tertera di dalamnya. Dalam dokumen tersebut pihak penggungat mengiginkan pihak terdakwa harus menanggung semua kerugian yang dialami perusahaan dua kali lipat, membayar pinalti atas pelanggaran kontrak kerja dan menanggung semua biaya proses hukum serta diberhentikan secara tidak terhormat. Total dari semua biaya yang harus terdakwa bayar yaitu lebih dari Rp. 600.000,00- dan hal itu membuat emosi Herman mendidih.

"lebih baik wawan di sel saja supaya dia bisa belajar dari kesalahannya." Herman

Tentu saja Citra terkejut ketika melihat dan mendengar respon Herman. "Mas. 8 tahun penjara untuk anak seusia Wawan itu terlalu lama. Mas tolong pikirkan baik-baik lagi. Wawan masih bisa memperbaiki masa depannya, kita sebagai orang tua harusnya memberi dia kesempatan. Tapi jika dia menghabiskan 8 tahun di perjara dia bisa apa di usia 30 tahun?"

"Tidak hanya sekali dia melakukan kesalahan seperti ini Citra. Kamu kira aku tidak memberi dia kesempatan sebelumnya?" Herman berbicara dengan nada rendah namun tersirat tekanan disetiap kalimatnya.

"Tapi kondisi saat ini tidak tepat bagi kita untuk membiarkan Wawan melewati masa mudanya di dalam sel. Sewaktu dia di tahanan, aku liat dia memanangis dan menyesali perbuatannya." Suara Citra terdengar sedih tapi ia masih bisa mengendalikan diri.

"Kamu baru kali ini saja melihatnya menangis tapi aku sudah pernah melihatnya dan mengaku menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Citra, kamu tidak tahu. Selama ini aku yang membesarkannya. Aku yang lebih tau bagaimana Wawan selama ini." Herman

"iya Mas, aku tahu Mas yang membesarkannya. Mas sendiri tahu kenapa bisa seperti itu bukan?" Kata-kata Citra terdengar tajam namun kedua matanya memerah dan berkaca-kaca.

Mendengar hal itu, Herman terdiam. Hati Citra sakit mendengar penuturan Herman. Bagaimana tidak. Saat pertama kali bertemu dengan anaknya dia sedang mengalami masalah berat. Herman terkesan ingin menegaskan pada citra bahwa dia lebih tau tentang putranya. Kenyataannya memang seperti itu, tapi semua itu terjadi atas keegoisan Herman membawa Wawan pergi meninggalkan Citra dimasa lalu. Hermanlah yang membuat Citra terpisah dengan putra sematawayangnya.

Pertemuan keduanya berakhir dengan tanpa kepastian. Herman berkata bahwa ia harus mendiskusikan hal ini dengan istrinya lebih dulu karena bagi Herman pribadi untuk mengumpulkan uang sekitar 300 juta itu tak mudah. Dilain sisi Citra sudah memikirkan rencana apa yang akan ia ambil untuk menyelesaikan masalah hukum putranya. Hanya saja ia masih tetap ingin mendiskusikan masalah Wawan karena bagaimana pun juga Herman adalah ayah kandung Wawan yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang tua anaknya.

***

Malam hari di kediaman Harist Gunawan yang tak lain ayah Citra Melinda. Keduanya sedang menimati waktu senggang sambil menyaksikan sajian berita di TV. Suasana di rumah cukup sepi, karena sejak Citra resmi menjadi istri Albar, Albar telah membeli dua unit rumah elit yang masih berada di sekitaran kota. Satu unit sebagai mahar untuk Citra dan satu unit lagi untuk ayah mertuanya.

Awalnya Harist menolak rumah pemberian menantunya karena menganggap pemborosan, lagi pula Pak Harist sudah cukup tua untuk hidup dan tinggal di rumah besar seorang diri. Tapi Albar bersih keras dengan alasan, setidaknya sang ayah harus memiliki rumah untuk menjadi tempat berlindung dimasa tua. Lagi pula kediaman harist letaknya tak jauh dari kediaman Albar. Selain itu Albar merasa lebih baik ayah mertuanya tinggal di rumah milik sendiri dibanding harus hidup dan tinggal bersama anak bungsu dan menantunya karena pak Harist pun tak mau hidup dan tinggal bersama Citra dan Albar dengan alasan tak ingin merepotkan anak-anaknya.

Alice (Dreams And Memories) Book 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang