BAB 19: Permohonan?

29 11 7
                                    

Serajin apapun gue untuk menjalani pengobatan, penyakit ini akan terus memburuk_Varel Dirgantara.

🥀🥀🥀

Sehabis makan malam tadi Varel dan juga Veronica tidak langsung pulang karena Sinta memaksa untuk mereka menginap di rumah meski hanya satu malam saja. Sinta memohon kepada Varel agar tetap tinggal, karena tidak tega Varel pun mengiyakan. Saat Varel sedang ada di balkon kamar Renda, menikmati angin malam cowok itu menatap datar ke depan melihat langit yang memperlihatkan satu bintang. Meski angin malam tidak baik untuk orang sakit sepertinya namun entah kenapa Varel selalu acuh dan bahkan menganggap bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

"Angin malam nggak baik untuk kesehatan lo," ucap Renda baru saja tiba dari dapur karena di suruh oleh Sinta. Tanpa menjawab pertanyaan Renda cowok itu pun langsung masuk ke dalam kamar, "tumben nggak protes," gerutu Renda.

"Males," jawab Varel singkat. Renda hanya bisa geleng-geleng kepala lalu dia pun masuk ke dalam, sebelum itu Renda menutup pintu balkon tidak lupa juga dengan jendelanya. Setelah itu Renda pun menyeret kursi nya di hadapan Varel.

"Gimana sama kondisi lo?" Pertanyaan yang tidak masuk akal itu Renda ucapkan padahal Renda sudah mengetahui sendiri tentang kondisi Varel yang semakin hari semakin memburuk.

"Lo bodoh atau tolol sih?"

Renda hanya tertawa mendengar jawaban Varel. Ia tidak marah karena Varel mengucapkan itu memang ia yang salah memberikan pertanyaan, "Gue cuma mau tau kondisi ginjal lo. Rel, apa gue boleh minta kalau lo harus rajin cuci darah? Apa gue boleh minta kalau lo harus fokus sama kesembuhan lo dulu?" Tanya Renda namun seperti permohonan.

"Itu permohonan?" Tanya Varel balik.

Renda menghembuskan napas gusar, "iya."

Varel hanya bisa memutar bola matanya malas lalu dia melipat kedua tangannya dan berjalan sedikit jauh dari Renda. Varel melihat cahaya bulan terang di malam hari ini selain itu banyak bintang bertebaran dimana-mana, "Nggak usah khawatir soal gue. Pikirin soal masalah lo sendiri, gue bisa menjaga diri gue sendiri," ucap nya.

"Tapi lo jangan skip cuci darah karena dengan itu lo bisa bertahan hidup," ucap Renda lagi. Renda hanya tidak ingin orang yang tersayang kembali pergi seperti Senja meninggalkan nya untuk selama-lamanya.

"Serajin apapun gue untuk menjalani pengobatan, penyakit ini akan terus memburuk, Ren." Setelah mengucapkan itu Varel pun pergi dari sana meninggalkan Renda dengan keterdiamannya.

🥀🥀🥀

Keesokan harinya Renda sudah bersiap dengan pakaian sekolah nya, tasnya ia sampirkan di bahu. Renda turun dari anakan tangga untuk pergi sarapan terlebih dahulu. Pandangan pertama yang Renda lihat adalah sang Bunda yang sedang menyiapkan makanan di meja makan. Lantas Renda pun langsung menghampiri sang bunda lalu duduk di kursi.

"Reva sama ayah mana, Bunda?" Tanya Renda. Cowok itu baru menyadari bahwa suasana rumah terlihat sepi seperti ada yang kurang, biasanya setiap pagi rumah pasti sudah berisik karena teriakan Reva. Tapi kali ini? Renda sama sekali tidak mendengar teriakan itu.

"Reva ada acara camping di sekolahnya, kalau Ayah udah berangkat dari pagi karena ada meeting," ucap Sinta. Setelah selesai menyiapkan semuanya lantas Sinta pun langsung duduk di samping anak sulungnya lalu tersenyum ke arah Renda.

"Bunda bangga deh sama kamu karena perlahan mulai melupakan Senja," masih teringat jelas di benak Sinta saat Senja dinyatakan meninggal dunia Renda begitu hancur kehilangan langitnya, hati Sinta terkikis nyeri saat melihat kondisi sang anak dulu.

Renda: The Lost Sky [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang