Kembali lagi dengan aku, jangan lupa vote terlebih dahulu sebelum membaca.
Happy reading.
***
Terkadang seorang anak butuh di mengerti oleh orang lain bukan di suruh mengerti terhadap orang lain. _Sasxnw
🥀🥀🥀
Lapangan SMA Bhintara kembali terdengar suara celotehan murid-murid yang lain karena terik matahari yang sangat menyiksa kulit mereka. Sudah tidak heran lagi dengan celotehan mereka setiap hari Senin tiba. Di depan sana di atas podium guru yang menjadi pembina upacara kali ini sedang menyampaikan amanat yang cukup panjang dan itu membuat semua murid mengeluh karena kepanasan.
"Anying itu guru lama amat dah nyampein amanatnya," celoteh Gilang sambil mengipasi wajahnya menggunakan topi.
"Iya anjir mana panas banget," sahut Kenzo atas ucapan Gilang tadi. Kenzo sama seperti Gilang uang mengipasi wajahnya menggunakan topi. Entah bagaimana setiap hari Senin matahari seolah ada di atas kepala mereka.
"Kantin yok! Capek gue disini, nanti kulit gue ireng lagi," timpal Rafa. Ingin sekali Gilang memukul kepala Rafa dengan kasar.
"Gimana mau ke kantin anjir! Pintu kantin nya aja ngelewatin guru-guru," kata Gilang sedikit meninggikan suaranya.
"Terus, kita disini gitu? Jadi ikan asin dong di jemur gini," ucap Rafa lagi. Cowok itu sudah tidak tahan lagi berada di lapangan dengan terik matahari yang cukup panas seperti ini. Ingin sekali ia berteriak agar mempercepat proses upacaranya. Tapi Rafa tidak bisa melakukan itu. "Bos... Lah si bos mana?" tanya Rafa.
Rafa tidak bisa melihat Varel berbaris disana, bahkan Renda, Gio, Andhika, dan Gibran hanya tersisa mereka bertiga saja. Sedangkan Varel dan yang lain saat ini sedang duduk di bawah pohon meneduh sebentar sampai upacara selesai. Sebetulnya Varel ingin menepi dari lapangan terlebih dahulu karena ia merasakan nyeri pada pinggang nya. Namun saat berjalan mundur Gibran, Andhika, dan Renda melihatnya alhasil mereka pun ikut dan karena Gio pun malas untuk melanjutkan berdiri di bawah sinar matahari cowok itu pun ikut bergabung.
"Gib, nggak ada pergerakan lagi dari geng ular?" tanya Andhika.
"Nggak ada," jawab Gibran. Ya, entah kenapa Blackcobra sama sekali belum ada pergerakan apapun lagi untuk menyerang Cariozz. Mereka seperti mempunyai masalah tersendiri. Tapi itu adalah keberuntungan bagi anggota Cariozz karena tidak mendapatkan gangguan lagi dari mereka.
"Udah untung mereka nggak nyari masalah lagi," sahut Renda. Di saat Blackcobra berhenti mengganggu Cariozz Renda merasa lega karena Cariozz akan aman terhindar dari gangguan mereka. Untuk sementara anggota Cariozz bisa beristirahat sejenak.
🥀🥀🥀
Upacara telah selesai. Naisa berjalan ke arah taman di saat murid-murid lain pergi ke kantin. Saat ini Naisa sedang duduk di kursi besi berwarna putih di bawah pohon kelapa. Jari-jemari lentiknya menari di atas kertas dengan menggenggam sebuah bolpoin berwarna hitam menuliskan kata demi kata di atas kertas tersebut.
Namun tanpa sadar tiba-tiba ada seseorang yang berada di belakang Naisa, dia sempat melihat tulisan yang di tulis oleh Naisa sampai akhirnya gadis itu sadar dan menutup bukunya.
"Sendirian aja, Sa? Kenapa nggak sama Renda di kantin?" tanya Gibran pada Naisa. Ya, itu Gibran. Tadinya Gibran berada di kantin bersama sahabatnya yang lain, tapi Gibran meminta izin untuk pergi ke taman dengan alasan ingin menghirup udara segar disana. Namun Gibran tidak sengaja melihat Naisa yang duduk sendirian di bawah pohon kelapa. Lantas Gibran pun langsung melangkahkan kakinya untuk menghampiri Naisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renda: The Lost Sky [REVISI]
Teen FictionHidup dalam keluarga cemara dan banyak teman tak memastikan jika kebahagiaan datang. Renda Anggara seorang remaja yang memang beruntung dalam dua hal itu namun tidak dengan percintaannya. Renda di tinggal oleh pacarnya karena orang yang dia cintai d...