Delapan Belas

365 36 1
                                    

Tepat pukul 11.25 pesawat yang Arion tumpangi, mendarat mulus di bandara internasional Soekarno-Hatta. Panasnya ibukota langsung menyapa hangat tubuh Arion yang baru saja turun dari pesawat.

Kacamata hitam yang sempat Arion siapkan tadi, telah ia gunakan untuk menghalau sengatan sinar matahari. Tangannya yang terbebas dari koper mulai merogoh kantong celana kainnya guna memeriksa apakah ada pesan masuk yang ibunya kirimkan.

Dan benar, syarat akan perintag, pesan yang Maya kirim hanya bertuliskan "langsung ke rumah Alif". Singkat, jelas, padat dan tak bisa dibantah, seakan sedang menguji keikhlasan hati anaknya yang pernah ditolak sahabat Hawa tersebut. Karena jelas, jarak dari bandara ini ke rumah Alif tak hanya sebentar. Arion masih harus menaiki satu pesawat lagi untuk tiba di kota kelahirannya tersebut.

Untungnya semua berjalan lancar, sehingga tepat pukul 4 sore, taxi yang mengantarnya sudah tiba di depan rumah adik iparnya itu.

Sebelum memutuskan untuk turun dari mobil sedan tersebut, Arion lebih dulu mengamati keadaan sekitar. Dadanya bersedesir hebat kalau mengingat di dalam sana ada perempuan yang sudah ia ikhlaskan untuk berbahagia dengan pilihannya.

Ya, hari ini, tepatnya pagi jam 7 pagi tadi Manda telah melangsungkan acara ijab qobul dengan laki-laki yang sudah meminangnya lebih dulu ketimbang Arion. Tentang siapa laki-laki itu, Maya tak memberitahunya secara detail. Ibunya hanya mengatakan bahwa acara akan berlangsung pagi hingga siang, jadi sudah bisa dipastikan bahwa kedatangannya kali ini amat sangat terlambat.

Mencoba mengesampingkan perasaannya yang tidak nyaman, akhirnya kaki lelaki itu mulai melangkah keluar dari taxi. Suasana di sekitar rumah Alif terkesan sepi untuk sebuah acara pernikahan yang tadi sempat di gelar. Bahkan saat hampir mencapai pagar, Arion bisa dengan jelas melihat tak ada kekacuan yang terjadi. Harusnya apabila acara di gelar sampai tengah hari, pasti akan banyak orang berlalu lalang untuk membersihkan kekacauan itu tapi ini nihil.

Prasangka akan pernikahan Manda di gelar di salah satu hotel milik Adit pun akhirnya Arion gunakan. Bukan tanpa alasan Arion beranggapan seperti itu, biru pikuk kebahagiaan tak ia rasakan sama sekali di rumah itu. Ia bahkan melihat dua mobil keluarganya terparkir rapi di halaman.

"Mungkin karena masih berduka" akhirnya Arion menyadari fakta yang ia tinggalkan itu. Walaupun tahun memang sudah berganti, tapi hari ini hanya berjarak lima bulan dari meninggalnya Alif. Jelas, hal itu bisa menjadi alasan bagi Manda untuk tidak menggelar acara pernikahan yang terlalu meriah. Terlebih perempuan itu sudah mengundur waktu pernikahan yang semestinya. Toh, menikah hanya dengan ijab qobul saja tidak mengurangi nilai dari pernikahan itu sendiri.

"Assalamu'alaikum" Sapaan yang Arion berikan, membuat Maya seketika menyongsong anak sulung nya tersebut. Sambil membalas salam sang anak, Maya mulai mendekap tubuh tinggi Arion. Berjauhan dengan Arion hampir dua minggu membuat Maya bersyukur masih bisa melihat kembali putranya itu.

"Mami rindu Bang" Tanya Maya sambil terisak setelah mengecup singkat kepala Arion yang tak lagi berambut itu. Arion memang memangkas habis rambutnya saat melaksanakan rukun penutup dari ibadah umroh yang ia lakukan.

Mendapati reaksi berlebihan dari sang ibu membuat Arion bingung. Pasalnya, ia dan Maya pernah hidup berjauhan beberapa bulan karena kesibukannya di hotel yang lain, namun tak seheboh ini sambutan yang ia dapat ketika pulang. Apa karena kali ini Arion pergi untuk beribadah sehingga menimbulkan rasa khawatir yang mendalam bagi Maya, entahlah.

Tak ingin terlalu ambil pusing akan hal itu, Arion mulai menghapus air mata Maya yang meleleh sambil mengucapkan kalimat penenang "Abang udah di sini Mi, jadi jangan khawatir lagi, oke?"

Maya mengangguk, dan mulai menyingkir dari hadapan Arion. Ternyata di belakang sang ibu sudah ada Hawa yang tengah menunggu untuk mendapatkan pelukan yang sama "Hai Sayang, apa kabar? Semuanya baik-baik saja kan?" Tanya Arion sambil mulai memeluk Hawa.

Namun siapa sangka, Hawa pun juga menangis dalam pelukan nya, sama seperti yang Maya lakukan tadi. Tanda tanya di kepalanya jelas makin membesar. Terlebih saat Adit juga mendekat, memeluknya singkat dan menepuk punggungnya penuh makna.

'Ada apa sebenarnya?'

Hal itu sejak tadi mengusik pikirannya. Tak ada yang mau membuka suaranya padahal disana tak hanya ada mereka berempat. Ada Zara lengkap dengan suami nya, Zainal dan ketiga anak dan menantunya, serta ada Azwin juga lengkap dengan istri dan kedua anaknya. Bahkan ada Manda, dengan beberapa keluarganya duduk beriringan.

Ekspresi banyak orang itu terkesan sepi dan sendu. Entah apa yang sedang mereka tutupi dari Arion, Arion tak tahu. Ataukah Arion datang disaat yang tidak tepat. Atau mungkin Manda mengalami hal yang sama seperti yang terjadi pada Hawa, oh tidak. Arion segera menggelengkan kepalanya, menepis pikiran buruk itu, karena dari tempat duduk Arion bisa melihat ada laki-laki asing yang duduk tak jauh dari sahabat adiknya tersebut.

Lalu apa?

Arion yang tak juga mendapat jawaban apapun dari semua kemungkinan yang ada dipikirannya, memilih untuk membuka ponsel genggamnya dan mulai membuka pekerjaan yang tertunda. Tak ada niatnya sedikitpun untuk bertanya apapun tentang kecurigaan nya. Ia tak ingin dianggap sebagai lelaki yang gagal move on karena mempertanyakan hal yang bukan ranahnya.

Hanya mengikuti sekilas suasana di rumah itu sebelum akhirnya kembali sibuk. Lelaki itu sempat melihat para orang tuang disana sedang berkumpul guna membahas sesuatu. Sedangkan Hawa, dan para sepupunya lebih memilih berdekatan dengan Manda yang sedari tadi hanya menunduk. Sepertinya perempuan itu malu bertemu dengan lelaki yang sudah ia tolak. Hahaha.

Merasa punya aura lebih kuat dari suami Manda membuat Arion tidak menyadari bahwa suasana suda kembali hening. Lamunannya buyar ketika suara Azwin memanggilnya dengan tegas "Bang..."

"Yess Dad" Ucap Arion mulai menggelapkan telepon genggamnya.

"Gimana umroh mu, lancar?" Pertanyaan Azwin jelas di luar topik yang seharusnya di bahas. Ini hari bersejarah bagi Manda, tapi ayah keduanya itu malah membahas keadaannya yang amat sangat baik ini.

Namun tak urung, Arion tetap menjawab pertanyaan sang daddy "aman Dad". Sejak tadi Arion hanya menjawab singkat, mode tak tersentuh nya kembali ia tampakkan akibat pertanyaan absurd yang Azwin tanyakan.

"Pulang bawa apa?"

"Ada apa Dad? Langsung ke topiknya saja" Ujar Arion tak sabaran.

"Jawab pertanyaan Daddy dulu" Desak Azwin.

"Jangan berharap oleh-oleh pada ku, Dad"

"Sudah meminta perempuan baik di sana?" Kini giliran Adit yang mengambil alih obrolan laki-laki itu.

Pertanyaan Adit membuat Arion meradang. Harusnya pembicaraan sensitif ini tak ayahnya tanyakan saat sedang berkumpul seperti ini, terlebih ada perempuan yang sempat menolaknya yang bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka.

"Bang..." Kali ini suara Maya memanggilnya, menyelamatkan Arion yang tak ingin menjawab pertanyaan yang Adit berikan.

"Ya Mi?"

"Menikah ya Bang" Tubuh Arion membeku mendengar pernyataan yang syarat akan permintaan itu keluar dari bibir Maya. Ibu sambungnya itu seakan menjadi jawaban atas, doa yang sempat Arion amin kan di Jabal Rahmah kemarin.

Menganggap pembicaraan nya dengan Maya akan berjalan alot, Arion meminta agar pembahasan ini tak di teruskan. Mereka masih bisa membahas di lain tempat, tak harus di hadapan Manda dan banyak pasang telinga lainnya.

Akan tetapi, karena sudah terlanjur membuka obrolan ini dan bahasan ini memang harus di bahas, Maya memilih menulikan telinganya dari alasan-alasan yang Arion berikan.

"Ini permintaan Mami"

"Oke, Abang mau dijodohkan tapi nanti ya Mi, badan Abang capek banget"

"Iya, Mami tunggu ba'da magrib ya"

Arion hanya bisa menghembuskan nafas panjang, saat tahu perjodohan akan kembali menjadi momoknya setelah ini.

.
.
.

25012024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang