Sembilan Belas

368 41 1
                                    

Pasca acara bertemu dengan keluarganya dan pembahasan tidak penting mereka, Arion di antar pulang oleh Zainal dan Zara. Tubuhnya yang lelah akibat perjalanan jauhnya sungguh ingin segera di istirahat kan. Mungkin lebih tepatnya hanya di luruskan sebentar, karena setelah sholat magrib Arion sudah di titah oleh Maya untuk kembali ke rumah Alif.

"Mami kenapa gak pulang juga si Om?" Tanya Arion mulai memecah keheningan. Meskipun jarak antara rumah Alif dan rumah orang tuanya tak terlalu jauh tetap saja pergi di jam kepulangan kantor jelas akan sedikit melambat.

Tadinya Maya menghendaki Arion untuk tetap tinggal dan membersihkan diri di rumah Arion atau di hotel terdekat, akan tetapi ide itu seketika di tolak mentah-mentah sang anak. Pasalnya sejak tadi, Arion merasakan ketidaknyamanan di rumah itu. Bukan karena ada yang tak kasat mata, hanya saja rasanya tak etis datang ke rumah Alif setelah Manda menikahi laki-laki lain. Ada perasaan sungkan, juga perasaan tak enak hati berkali-kali melihat Manda.

Memang benar Arion sudah mengikhlaskan perempuan itu dengan yang lain saat ia akan pergi umroh, akan tetapi pikirannya tentu masih ingat bagaimana Manda menolaknya dan membuat lubang menganga di hatinya meskipun Arion sudah tak mengharapkan perempuan bercadar itu kembali.

"Kan acara habis magrib Bang" Jawab Zainal.

Kejanggalan akan suasana yang sepi di rumah Alif terjawab sudah. Arion sekarang paham mengapa rumah itu tak terlihat seperti ada acara perkawinan, dikarenakan acara resepsi atau walimah di lakukan terpisah dengan acara ijab qobul.

"Ohh pantes"

"Kenapa Bang?"

"Enggak, gak papa kok Om" Jawab Arion datar, mencoba menutupi dugaannya yang salah.

Zainal melirik keponakan itu sekilas lalu kembali fokus pada jalanan di depannya "makanya jangan sampai telat" Kata Zainal lagi.

Arion menghembuskan nafasnya lelah. Ia paham di luar kepala, apa maksud Zainal mengatakan itu. Tentu saja tak jauh-jauh dari keinginan Maya yaitu melihatnya menikah.
Sudah bisa di tebak bahwa nanti diajang resepsi yang Manda gelar, ia akan menjadi sasaran ibunya untuk kembali di kenalkan pada gadis-gadis guna hubungan yang lebih serius.

"Hahh" Lagi, lagi helaan nafas keluar dari bibir kakak Hawa itu.

Rasanya terlalu cepat untuk doa nya yang sempat ia agungkan di tanah haram sana, akan terijabah. Namun ia tak bisa berbuat apapun untuk mencegah ini semua karena memang keterbatasan nya sebagai hamba yang tak tahu menau akan masa depan. Karena bisa jadi, perempuan yang akan Maya kenalkan adalah perempuan yang ia minta pada Allah kemarin.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Zainal ketika mobil yang mereka tumpangi mulai masuk ke dalam pekarangan rumah kakak iparnya.

"Gak ada apapun Om. Aman. Aku ke atas dulu ya" Pamit Arion mulai bergegas apabila tak ingin nantinya Maya memberinya kultum yang tidak ada habisnya.

Rumah masa kecilnya itu sunyi. Tak ada pergerakan apapun. Asisten rumah tangga di rumah ibu nya itu memang tak pernah menginap di dalam rumah. Mereka punya rumah khusus di belakang rumah Adit itu, terlebih jam kerja mereka memang Maya batasi karena semenjak Adit banyak berdiam di rumah, lebih sering Maya melepas hijab nya untuk memanjakan mata Adit. Hal itu jelas tak mungkin ibunya lakukan apabila ada orang asing di dalam rumah mereka.

Kaki Arion membawanya masuk ke dalam kamar pribadinya. Tak ada perubahan apapun di dalam kamarnya sejak terakhir kalinya ia berada di sana, hanya sarung kasur yang terganti namun masih dengan warna yang senada, abu-abu.

Tubuh lelahnya hampir saja tergoda dengan ranjang besar bersih itu, akan tetapi karena tak ingin membuat wajah masam Maya, akhirnya Arion dengan berat hari masuk ke dalam kamar mandi dan mulai bersiap untuk menghadiri walimah pernikahan Manda.

Setelan celana hitam dan kemeja warna senada menjadi pilihan nya kali ini. Tak tau apakah nantinya ia harus berganti seragam keluarga di sana atau tidak, tapi yang pasti Arion tahu, warna hitam akan selalu pas di acara apapun walaupun tampilannya kali ini tak ada bedanya dengan tampilannya setiap berangkat kerja. Toh, ini bukan pernikahannya, yang mengharuskan nya tampil berbeda dari biasanya.

Setelah beberapa kali mengemprotkan parfum di titik-titik tertentu. Akhirnya Arion siap untuk kembali ke rumah Alif itu. Rasa lelahnya sedikit berkurang kala tubuhnya sudah tersiram.

Melihat kemunculan Arion dengan sigap, Zainal segera berlari ke belakang kemudi dan mulai meninggalkan rumah itu setelah berpamitan dengan Pak Imam, penjaga rumah Adit. Akan tetapi, langkahnya terhenti begitu melihat pakaian serba hitam yang digunakan oleh laki-laki tersebut.

"Kamu mau kemana Bang?" Tanya Zainal.

"Makan gratis lah Om" Gurau Arion. Namun bukannya menanggapi candaan Arion, Zainal malah menatap laki-laki tak suka "Baju mu cocok seperti akan ke pemakaman"

"Astaghfirullah Om, mulutnya tolong di kondisikan, mau magrib ini, bahaya. Lagian biasanya kan aku juga begini" Ujar Arion tak terima dengan pendapat istri tantenya itu.

"Nanti ganti baju mu sama punya Om di belakang itu, pakai juga jas nya. Jangan kayak orang berduka seperti itu" Titah Zainal sebelum akhirnya kakinya kembali menginjak pedal gas, bersiap membelah jalanan.

Arion semakin menatap Zainal bengis. Hanya untuk di kenalkan saja dengan anak teman Maya saja ia sudah harus berpakaian serapi mungkin. Ia rasa semua itu terlalu berlebihan. Harusnya kalau memang berniat menjodohkannya dengan perempuan baik, tentu perempuan itu harus menerima gaya berpakaiannya apa adanya, bukan malah membuat dirinya tampil sebagai orang lain.

Lalu lintas kali ini cukup lenggang, membuat kedua orang beda generasi itu tak perlu berlama-lama dalam satu mobil dengan keadaan canggung, sebab setelah mengeluarkan perintah untuk Arion menukar bajunya, Zainal hanya diam tak berkata sedikitpun.

Mereka tiba di rumah Alif saat adzan magrib mulai berkumandang. Segera keduanya melakukan sholat magrib di masjid terdekat, kemudian ikut berkumpul di rumah Alif.

Kali ini pemandangan yang Arion lihat sudah seperti kebanyakan pesta pada umumnya. Lampu-lampu mulai dinyalakan terang, buffet makanan mulai berjejer dan banyak orang berlalu lalang dengan pakaian bagus mereka. Arion akhirnya paham akan ceramah pamannya tadi, karena bisa di bilang hanya dirinya lah yang berpakaian seadanya di sini.

Untungnya, Maya datang tepat saat laki-laki itu kebingungan. Arion di gandeng Maya untuk masuk ke dalam bilik kamar Hawa di rumah itu. Dan ternyata disana sudah ada Hawa dan Adit yang tengah berpelukan di sisi tempat tidur, dengan Hawa sedikit terisak.

"Kenapa Dek? Pi, Adek kenapa?" Tanya Arion duduk di samping Hawa.

Bukannya menjawab pertanyaan Arion, yang ada Hawa beralih memeluk kakaknya itu, masih dalam kondisi terisak "kenapa Dek?" Lagi, lagi tak ada jawaban apapun.

Mencoba mencari jawaban dari kedua orang tuanya, Arion malah di kejutkan dengan merahnya mata Maya. Ya, ibunya itu juga menangis seperti yang Hawa lakukan tapi yang menjadi pertanyaan adalah kenapa kedua perempuan ini tak menunjukkan sedikitpun kebahagiaan dari semenjak kedatangannya tadi.

"Ada apa? Kenapa adek sama Mami nangis? Apa yang terjadi?" Tanya Arion bertubi-tubi.

"Tolong nikahi Manda, Bang" Permintaan Maya membuat Arion membeku di tempat.

.

"Saya terima nikah dan kawinnya Amanda Humaira Yasmin binti Joni (almarhum) dengan mas kawin uang tunai seratus juta tunai"

"Sah" "Sah"

.
.
.

25012024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang