Delapan

410 41 1
                                    

Kesepakatan sudah dibuat, adu mulut sudah terhenti, dan akhirnya ketiga laki-laki itu kembali memasuki rumah sakit tempat Hawa sedang di periksa.

Terlihat seorang dokter bersama satu perawat sedang berbicara dengan tiga perempuan disana dan dua anak Zara. Melihat itu, Arion melangkahkan kaki lebih cepat ketimbang Adit dan Zainal yang memang sudah tak muda lagi.

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" Tanya Arion tanpa basa basi.

Amanda yang terkejut karena tiba-tiba Arion berdiri di samping nya, beberapa kali terlihat memundurkan langkahnya dan tidak mau bersinggungan dengan kakak sahabatnya tersebut.

"Untung segera dibawa kesini Pak. Ibu Hawa mengalami dehidrasi tapi alhamdulillah beliau sudah sadar. Saya menyarankan untuk rawat inap guna memeriksa kondisinya lebih lanjut, karena saya menduga ada penyakit lain yang menyertai" Jelas Dokter.

"Penyakit lain yang menyertai? Maksud Dokter anak saya sakit parah?" Tanya Adit yang baru saja bergabung dan mendengar penjelasan dokter tersebut tentang kondisi anak perempuan nya.

Dokter berjas putih itu tersenyum lebih dulu sebelum akhirnya, ia angkat bicara "saya tidak tahu apa yang terjadi dengan Bu Hawa sebelumnya tapi menurut pandangan saya, Bu Hawa perlu sesi konsultasi Pak"

Maya yang mendengar itu hanya bisa menangis dalam dekapan Zara. Kehilangan memang akan selalu menyakitkan bagi orang yang di tinggalkan. Dan Maya cukup paham akan keadaan Hawa tersebut.

Mungkin beberapa saat lalu Hawa memang masih bisa diajak berdiskusi, tentang dimana ia akan tinggal, perempuan itu pasti sedang bersusah payah untuk tidak membuat keluarga nya yang lain khawatir akan keadaannya. Akan tetapi saat perempuan itu sendiri, sudah bisa dipastikan bahwa ia akan menjadi Hawa dengan luka akibat di tinggalkan. Diam dan tak peduli apapun akan sekitar.

Adit, Arion, Zainal dan keluarga inti mereka disana merasakan kepahitan akan penuturan dokter tersebut. Ke depannya tentu tidak akan mudah bagi Hawa. Semua akan segera pulih apabila hanya sakit fisik yang timbul, akan tetapi saat sakit hati yang tergores lukanya hanya bisa mengering namun masih akan meninggalkan bekas yang mungkin tidak akan pernah hilang sampai mati.

Ikut serta mendengarkan diagnosis dokter untuk sahabatnya, membuat wanita bercadar itu terduduk sambil menangis dalam diam. Manda tahu, bukan hanya dirinya yang kehilangan namun ada Hawa yang juga turut kehilangan sang kakak. Hanya porsinya saja yang membedakan.

Tapi untuk sampai di tahap harus di konsultasikan, Manda bisa menebak bahwa keadaan sahabatnya lah yang lebih parah daripada dirinya, meski merasakan sakit yang sama.

"Baik Dok, saya menyetujui anak saya untuk di rawat" Cicit Adit lirih.

Sebagai seorang ayah tentu ia tak akan pernah baik-baik saja apabila anak kesayangannya menderita. Hawa anak perempuan yang selalu Adit anggap kecil itu, hanya bisa melukis mimpi bahagia nya saja tanpa bisa ia wujudkan.

Terbawa suasana dengan duka yang terus menerus membuat Adit menduga bahwa Hawa sedang menerima hukuman atas kejahatannya di masa lalu. Hal itu membuat Adit akhir mengeruntuki dirinya sendiri yang tak pernah bisa pecus menjadi kepala keluarga dan ayah yang baik untuk keluarganya.

"Baik Pak, silahkan salah satu keluarga ikut perawat kami untuk mengurus administrasi nya. Bu Hawa boleh di jenguk tapi saya mohon jangan membuatnya tidak nyaman. Permisi saya pamit"

Sepeninggal dokter tersebut Zainal langsung mengikuti kemana arah kaki perawat laki-laki berjalan. Di depan meja administrasi, Zainal diberikan petunjuk untuk mengisi data diri pasien dan keperluan lainnya.

Sedangkan keluarga lainnya yang memang sudah diijinkan untuk mendatangi Hawa, segera melesatkan diri masuk ke ruang darurat itu.

"Hari ini kita tidur disini ya Sayang. Kamu belum makan dari semalem jadi harus diinfus dulu, Oke?" Tak ada lagi air mata yang Maya tumpah kan kali ini. Ibu dua anak itu bahkan susah bisa mengembangkan senyumnya untuk meyakinkan sang anak bahwa semua akan baik-baik saja.

"Mami sama Papi harus pulang deh kayaknya. Biar Abang aja yang nungguin adek disini"

"Enak aja, Mami ini ibunya, ya Mami yang nungguin anak Mami lah" Omel Maya begitu mendengar gagasan Arion.

"Pi, suruh istri Papi sadar umur napa. Kayak bisa aja tidur di kursi"

"Mami bisa ya"

Adit yang melihat perkelahian istrinya dan anak tertuanya hanya bisa tersenyum dengan tangan yang tak henti-hentinya mengelus puncak kepala anaknya yang sakit. Sedikit berbisik, Adit mencoba mengajak Hawa berinteraksi kembali "Papi aja ya yang nungguin Adek disini. Papi gak bisa jauh dari adek soalnya" Goda Adit pada Hawa.

Mendengar itu, Hawa sedikit menarik bibirnya membentuk garis lurus. Meski belum selebar sebelumnya, namun hal itu membuat Adit bersyukur setidaknya Hawa masih mau diajak komunikasi dengannya walau minim.

Tak butuh waktu lama bagi Hawa dipindahkan ke ruang perawatan. Bahkan sudah satu jam yang lalu keluarga Zainal dan Zara sudah lebih dulu pulang bersama Manda. Hanya ada keluarga inti Adit saja lah yang akhirnya memutuskan untuk tinggal menemani Hawa yang sedang terbujur lemah di ranjang pesakitan itu.

"Tidur ya" Bujuk Arion sedari tadi pada Hawa. Adik kecilnya itu sejak dipindahkan ke ruang perawatan tak sedikit pun bisa memejamkan matanya. Waktu yang sudah menggelap tak membuat Hawa ingin memejamkan matanya. Perempuan itu sedari tadi mencoba menghalau air mata nya yang siap menetes di depan Arion.

"Jangan di tahan. Nangis aja gak papa Dek. Jangan takut apapun, ada Abang disini nemenin kamu. Adek gak sendiri"

Isak tangis mulai terdengar begitu Arion mempersilahkan Hawa untuk meluapkan rasa pedihnya kehilangan laki-laki yang ia yakini untuk bersamanya sampai menutup mata. Melihat sang adik menangis sampai tertutup, Arion hanya bisa memeluk adiknya itu begitu erat. Berkali-kali Arion membisikkan kalimat "ada Abang yang akan selalu nemenin Adek"

Maya dan Adit yang baru saja mengisi perut mereka di kantin rumah sakit terkejut begitu pintu kamar ruang perawatan mereka buka. Hawa menangis dalam di dalam dekapan Arion. Dengan tergopoh keduanya nya keduanya segera menghampiri anak mereka tersebut.

"Ada yang sakit Dek?"

"Adek mu kenapa Bang?"

Arion tak berniat untuk menjawab pertanyaan kedua orang tuanya itu. Lelaki itu hanya mengirimkan kode bagi keduanya agar tenang barang sebentar guna menunggu selesainya Hawa meluapkan kesedihannya.
Hingga sepuluh menit berlalu, akhirnya genggaman Hawa pada baju Arion mulai mengendur, dan ternyata perempuan itu berhasil tertidur.

Dengan hati-hati Arion merebahkan Hawa dan menyelimuti adiknya tersebut. Setelah memastikan semua aman, Arion mengajak kedua orang tuanya untuk duduk di sofa yang memang sudah ada dalam ruangan tersebut.

"Mami Papi istirahat aja. Biar Abang yang jagain Adek" Ucap Arion pada orang tuanya.

"Ada yang mau Mami omongin sama Abang" Jawab Maya yang tak ada hubungannya dengan perkataan Arion sebelumnya.

"Apa Mi?"

"Abang serius mau menikah? Papi sudah cerita tentang siapa perempuannya"

"Lalu? Mami setuju?"

"Setuju. Besok Mami sendiri yang bakalan lamar Manda buat Abang"

.
.
.

11012024

Borahe 💙

Komen dong 🤭
Tengkyu 💟

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang