Satu

1.1K 63 2
                                    

"Bang, tolong... " Teriakan Hawa menggema di telinga Arion begitu lelaki itu menggeser tombol hijau pada gawai yang ia punya.

Baru satu jam yang lalu, pesta pernikahan sang adik berakhir. Rasa lelah menyerang Arion bertubi-tubi. Pekerjaan kantor dan rentetan acara nikahan Hawa cukup membuatnya lelah. Ia sempat mengira, dengan kemampuan tubuh yang sudah diambang batas garis merah itu, bisa membuatnya memejamkan mata dengan cepat, nyatanya, setelah membersihkan diri, matanya semakin terang benderang. Solusi untuk membuat matanya merasakan kelelahan, Arion memilih untuk membuka pekerjaan yang belum mendekati deadline.

Dering ponsel hitamnya yang berbunyi nyaring mendadak membuat Arion mengalihkan perhatiannya sejenak. Dengan kening yang berkerut, hatinya mempertanyakan apa sebab sangat adik, Hawa menelponnya tepat pada saat malam pertamanya dengan Alif akan dimulai.

Rasa penasaran akan sebab Hawa menghubungi nya, luruh seketika saat ia mendengarkan Hawa berteriak dan meminta bantuannya diiringi dengan suara bergetar. Sudah bisa dipastikan bahwa sang adik saat ini tengah ketakutan.

Akan tetapi apa yang adiknya itu takutkan? Alif lelaki yang Hawa pilih sebagai imamnya itu, tak mempunyai track record perilaku buruk saat Arion coba telusuri. Beberapa kali bahkan Arion melihat dengan mata sendiri, bagaimana cara laki-laki memperlakukan sang adik. Meski begitu entah mengapa Arion memang belum sepenuhnya percaya ada Alif itu.

Lalu Hawa ketakutan karena apa?
Ketakutan akan malam pertama? Ataukah, ketakutan Alif akan melakukan kekerasan?

Tak ingin menerka-nerka, Arion dengan cepat menururi ranjang besarnya lalu berjalan tergesa-gesa ke kamar yang memang tengah ditempati pengantin baru itu.

Pintu yang sudah terbuka membuat Arion semakin mengerutkan keningnya, terlebih isak tangis dan raungan Hawa begitu jelas terdengar. Kamar terbesar di hotel ini menjadi kamar yang paling indah malam itu.

Masih dengan berlari kecil, Arion mengamati kamar yang berhiaskan kelopak mawar merah itu dengan seksama. Tak ada kerusakan apapun di dekorasi tersebut, membuatnya menarik kesimpulan tangis Hawa bukan karena ulah Alif yang memberinya shock terapi di hari pertama mereka.

Namun, langkahnya seketika terhenti saat pintu kamar utama yang ada di dalam itu menampakkan Hawa yang tengah menangis sambil memangku Alif yang sedang merebahkan dirinya di lantai.

Pertanyaan akan apa yang terjadi, semakin mencuat di kepala Arion. Untuk apa adik iparnya itu tidur dilantai, bukan malah di ranjang empuk di kamar itu.

"Adek, Alif kenapa?!" Tanya Arion mulai mengecek tubuh Alif yang tengah memejamkan matanya.

Hawa menatap Arion dengan tatapan sendu "tolong Bang, Bang Alif jatuh di kamar mandi"

"Astaghfirullah"

Detik berikutnya Arion langsung menghubungi resepsionis di bawah untuk segera menyediakan ambulan secepatnya.

Hotel yang Hawa gunakan untuk menggelar acara pernikahan nya bersama Alif, tak lain dan tak bukan adalah hotel yang Arion kelola, malah bisa dikatakan hotel tersebut adalah milik lelaki itu. Sehingga Arion cukup mengenal seluk beluknya, termasuk adanya mobil gawat darurat yang memang ada di setiap hotel yang Adit bangun. Di hari kerja, bahkan hotel mereka memfasilitasi adanya dokter jaga yang sewaktu-waktu bisa di mintai tolong apabila terjadi masalah kesehatan di tempat tersebut.

"Pakai krudung mu, Dek. Kita turun sekarang" Titah Arion.

Sejujurnya penampilan Hawa yang sudah melepaskan hijabnya saat itu cukup membuat hati Arion sedikit tak rela. Ia paham, bahkan tahu di luar kepala, apa yang seharusnya laki-laki dan perempuan lakukan apabila telah sah menjadi suami istri. Meskipun baju yang Hawa kenakan masih dalam batas wajar, Alif pun masih berpakaian lengkap, tetap saja rasa tak rela itu tetap mencuat. Terlebih mengingat bagaimana ia dan ayahnya yang berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Hawa selama ini.

Setelah memastikan Hawa menutup dirinya dengan benar, Arion segera menggendong Alif layaknya pengantin baru. Mengingat belum bisa dipastikan apa penyebab Alif terjatuh dan Hawa belum bisa dimintai keterangan, Arion yang tidak ingin mengambil resiko lebih memilih menggendong Alif di depan.

Koordinasi yang baik antar pekerjaan nya, membuat Alif segera mendapatkan pertolongan dengan baik di rumah sakit terdekat. Bahkan, Maya dan Adit serta Amanda sudah juga datang ke tempat dimana Alif sedang diperiksa.

Sesak rasanya, berada di ruangan gawat darurat itu. Tangis lirih sedari tadi Arion bisa dengar. Maya yang sedang ditenangkan oleh Adit memilih untuk duduk dikursi tunggu mengingat tubuh keduanya yang sudah berumur. Sedangkan Hawa saat ini memeluk Arion kuat juga sedang duduk di kursi ruang tunggu tepat di depan ruang gawat darurat. Dan satu lagi perempuan, yang tak memiliki sandaran sedangan menangis dalam diam di samping pintu keramat itu, Manda perempuan itu.

Warna tembok rumah sakit itu terlihat kontras dengan warna baju yang Manda gunakan. Diantara ketiga perempuan yang ada disana, hanya Manda lah yang memeluk lukanya sendiri. Tak ada sandaran bagi Manda yang memang sudah sejak kecil selain Alif karena keduanya yang dirawat oleh sang nenek akibat kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.

Walaupun terkenal dingin dan jahat, dalam waktu yang bersamaan Arion tetaplah laki-laki yang sukses menyerap ilmu saat sang ibu mengajarkan bagaimana seharusnya cara memperlakukan wanita dengan baik.

Lalu, haruskah ia juga bersikap dengan baik pada sahabat adiknya itu?

Tentu, Arion jelas hanya akan mengamati tanpa ada keinginan untuk mendekat. Tidak adanya interaksi keduanya membuatnya merasa canggung apabila mendadak memberi perempuan itu uluran tangan. Mereka tidak sedekat itu untuk step langkah yang bisa disalah artikan. Terlebih Manda bukan perempuan layaknya yang lain. Adik Alif itu sudah membungkus seluruh tubuhnya dengan baik, menyisakan area mata saja. Iya, perempuan itu menggunakan kain niqab untuk menjaga dirinya.

Pengamatan Arion harus lelaki itu hentikan, saat pintu keramat di depan tempat duduknya tiba-tiba dibuka pelan oleh laki-laki berjas putih dengan stetoskop menggantung di lehernya. Atmosfer dingin dan menakutkan seketika mendominasi ruang tunggu yang tak jauh berbeda dengan ruang di dalamnya.

Hawa yang sudah lebih dulu berlari ke arah dokter itu, membuat Arion seluruh keluarga lainnya juga melakukan hal yang sama.

"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" Ucap Hawa bergetar.

Suami, panggilan itu membuat Arion menolehkan kepalanya pada Hawa. Seakan tertarik pada kenyataan bahwa Hawa memang sudah lepas dari penjagaan nya sejak tadi pagi.
Tapi poin itu langsung Arion tepis saat ia ingat tujuannya berada di tempat ini apa. Ada hal yang harus ia urus daripada hanya untuk meratapi Hawa yang sudah menaikkan level kehidupannya.

"Bagaimana keadaan Bang Alif, Dok?" Hawa kembali mengulang pertanyaannya saat sang dokter belum juga memberikan jawaban atas pertanyaannya sebelumnya.

Perhatian semua orang disana tentu berpusat pada dokter lelaki itu. Arion bahkan memperhatikan detail apa yang dokter itu lakukan, dari cara menarik nafas sampai caranya memperhatikan satu persatu diantara kami tak luput dari pandangannya. Bahkan saat sang dokter memberi gelengan lemah, juga terekam jelas oleh Arion, membuat rasa khawatirnya semakin menyeruak.

"Mohon maaf Pak, Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi semua sudah terlambat. Pak Alif mengalami pendarahan yang tidak sedikit di kepalanya"

Detik berikutnya Arion tidak lagi mendengarkan penjelasan dokter apapun itu, karena fokusnya hanya pada sang adik yang tengah meraung dan meratapi kepergian suaminya, Alif.

Di hari pertamanya menjadi istri, bahkan belum sampai satu hari penuh, takdir membawa Hawa menyandang status baru yaitu janda.

Kesakitan yang terekam jelas di kepala Arion membuatnya semakin yakin, bahwa hidup sendiri lebih baik daripada harus kembali kehilangan.

.
.
.

01012024

Borahe 💙

Aku membuka tahun ini dengan cerita baru dengan harapan, aku bisa menyembuhkan diri dengan kegiatan yang aku sukai.
Aku berharap kalian juga melakukan hal yang sama, membuka tahun dengan apa yang kalian mau.

Semoga sehat selalu Allah limpahkan pada kita ya... Aamiin

Selamat datang di cerita ku yang baru, aku harap kalian memberikan cinta yang banyak seperti pada cerita-cerita ku sebelumnya.

Terima kasih, thanks u so much 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang