Tujuh

409 43 3
                                    

"Papi bakalan ngasih restu sama kamu, kalau Manda sendiri yang minta untuk menikah dengan kamu" Ucap Adit mantap.

Arion hanya menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya.

Sejak kapan ada perempuan baik-baik yang malah minta di nikahkan dengan laki-laki yang belum ia kenal, yang tak pernah menunjukkan poin plus nya? Bukan kah itu semua mustahil?
Terlebih perempuan itu adalah Manda. Perempuan yang mandiri, berhijab bahkan memakai penutup wajah, serta berpendidikan dan berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak, tentu, pernyataan itu tak akan pernah keluar dari bibir wanita itu, walaupun seandainya Manda lah yang menyukai Arion lebih dulu.

Menilik ketidakmungkinan tersebut, Arion berencana untuk membalik keadaan agar Adit mencabut apa yang menjadikan syarat untuk menikahi adik Alif itu "oke, Abang bakalan pakai cara cepat"

"Apa Rion?" Tanya pamannya. Zainal yang memang sudah mengenal Arion sejak sekolah dasar memercingkan mata mendengar perkataan Arion itu. Firasatnya sedikit tak nyaman, mengetahui keponakannya tersebut tak masalah dengan syarat yang Adit berikan.

"Kami sudah dewasa Om"

Dua pasang mata seketika melotot mendengar penuturan vulgar yang Arion kemukakan. Tanpa ditanya lebih lagi, mereka paham apa maksud dari ucapan anak sulung Adit tersebut. Kata 'dewasa' yang Arion gunakan, pastinya mengarah pada hal-hal yang lebih intim daripada hanya sekedar untuk berkenalan.

"Jangan gila kamu, Bang" Bentak Adit. Seakan diingatkan dengan masa lalu, Adit cukup terkejut dengan apa yang Arion tutur kan. Pasalnya, alasan Arion tak ingin menikah selama ini adalah karena ia tak ingin bersikap sama dengan sang ayah, Adit yang sempat menyakiti dua perempuan sekaligus yaitu ibu kandung Arion yang bernama Sella dan ibu yang merawat Arion bernama Maya.

Namun dengan Arion berkata seperti itu, membuat Adit sadar, meski Maya mendidik anak-anak mereka dengan baik yang bisa memperlakukan perempuan atau lawan jenis dengan baik, Adit tetaplah ayah yang akan menurunkan sifat nya pada sang anak, meski sedikit berupa sifat baik atau buruk.

"Loh kan syarat Papi begitu. Sekarang pikir deh Pi. Gimana bisa caranya perempuan baik tiba-tiba datang ke Papi minta dinikahin sama Abang? Gak mungkin kan? Kecuali..." Arion sengaja menjeda ucapannya untuk melihat ekspresi yang ayahnya tunjukkan "kecuali... Dia, Abang lecehkan"

Plakk!!

Suara nyaring yang terdengar cukup memberikan gambaran betapa kuatnya tamparan Adit pada salah satu pipi anak laki-laki nya tersebut.
Sudah dua kali dalam satu hari ini, Adit melakukan kekerasan pada Arion. Walaupun begitu, Adit tak pernah menyesali tindakan itu. Sebagai orang tua, Adit sudah seharusnya memberi pelajaran pada Arion bagaimana menjadi laki-laki yang baik, tidak peduli bagaimana masa lalu nya dulu karena pendosa sekalipun berhak untuk masa depan yang lebih baik.

"Brengsek! Jangan berani melakukan itu, kalau kamu gak mau mati ditangan ayahmu sendiri!" Tegas. Kali ini Adit tidak main-main dengan ucapannya. Ia tak ingin sedikitpun Arion mengikuti jejaknya menjadi laki-laki nakal, terlebih dipundak mereka banyak perempuan-perempuan yang harus mereka jaga.

"Ya kalau Papi gak mau Abang ngikuti jejak Papi, cukup kasih restu buat Abang nikahin Manda to?"

Adit menghela nafasnya pelan. Ia mencoba untuk mengontrol emosi ya yang sempat di luar kendali.
Setelah memastikan amarahnya mereda, kali ini Adit memilih untuk melembutkan intonasinya agar pesan yang ia sampaikan masuk ke dalam hati dan pikiran putranya "Bang... Menikah itu lama. Abang harus mempersiapkan semuanya baik lahir dan batin. Bukan hanya karena Abang ingin jadi Abang menikah, bukan. Bukan juga karena Abang punya kepentingan lalu Abang menikah. Bukan seperti itu Bang"

"-- menikah itu juga tidak melulu bahagia, kadang ada saatnya menangis, kadang juga biasa aja. Dan untuk menjalani semua itu, butuh patner yang memang tujuannya sama, yang sejalan, yang membawa kebaikan dan yang bisa menerima kita terutama keburukan kita, bukan asal ingin menikah Bang. Abang ngerti kan maksud Papi?"

Arion mengangguk pelan. Dengan usia hampir menyentuh angkat tiga puluh, tentu Arion sempat memikirkan apa yang namanya pernikahan. Hanya saja sampai kemarin ia tak punya keberanian untuk menjalani pernikahan tersebut.
Rasa ketakutan akan menyakiti perempuan, sama seperti yang Adit lakukan pada Sella dan Maya yang akhirnya membuat laki-laki itu memilih berikrar untuk tidak menikah seumur hidup.
Namun siapa bisa sangka, Allah dengan cepat membolak-balikan hati Arion sehingga hanya dalam hitungan hari saja, hati yang sebelumnya menolak sakralnya pernikahan,  kini menginginkan pernikahan itu sendiri. Jelas itu semua di luar kemampuan manusia biasa.

"Dari awal Papi sepakat kan kalau Manda itu perempuan baik-baik? Lalu dimana letak salahnya keinginan Abang menikahi Manda ini? Perlu Abang garis bawahi, Abang menikahi perempuan baik-baik. Abang mencarikan menantu buat Papi sama Mami, perempuan baik-baik. Lagi pula, Manda sahabat Hawa kan? Jadi otomatis nanti Manda bisa ikut nemenin Hawa. Terus alasan apalagi yang ngebikin Abang gak boleh nikahin perempuan itu?"

"Karena niat mu menikah itu sudah salah"

"Salah dari mana?" Kata Arion frustasi. Harusnya ayahnya itu bahagia saat tiba-tiba keinginan menikah muncul dari bibirnya, akan tetapi perkiraannya salah. Tentangan dan penolakan lah yang saat ini Arion dapatkan. Ini baru satu orang tuanya, belum lagi Arion harus meyakinkan Maya, ditambah lagi, Manda juga belum tentu menerima ide nya untuk menjalani biduk rumah tangga bersama. Membayangkan banyaknya hambatan itu, membuat kepala Arion memanas dan mengeluarkan asap.

"Papi sangsi kamu bisa memperlakukan Manda selayaknya istri sesungguhnya" Jawab Adit jujur. Sebagai alumni yang menganggap remeh rumah tangga terutama menikah dengan bukan dengan orang yang dikehendaki dari awal, Adit cukup paham bahwa saja akting bahagia itu bisa dilakukan oleh siapapun, tak terkecuali Arion, anaknya sendiri.

Kalau dulu, Adit bisa membuat orang tuanya dan orang tua Maya percaya bahwa pernikahan mereka baik-baik saja hanya karena kemesraan buatan mereka saat berhadapan dengan para tetua itu. Tidak mungkin Arion tidak bisa melakukan hal yang sama. Membujuk perempuan seperti Manda tentu bukan hal susah, apalagi sebagai perempuan yang paham agama pasti menganggap itu semua aib rumah tangga mereka, dan berujung dengan ditutupi.

"Papi minta jaminan? Oke kalau begitu. Abang usahakan sebelum tiga tahun, Papi bakalan punya cucu. Tapi dengan catatan, semua rejeki dari Allah. Kalaupun nanti, sampai tiga tahun  Manda belum hamil tapi pemeriksaan kami berdua sehat, Papi dilarang menuntut apapun atau menyalahkan siapapun, gimana?"

"Tolong ditambahkan, bahwasanya Abang tidak boleh menjatuhkan talak pada Manda selama dia masih bisa menjalankan kewajibannya dengan baik"

"Deal"
"Deal"

.
.
.

09012024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang