Empat Puluh Tujuh

433 42 5
                                    

Kehilangan untuk kesekian kali membuat Manda sampai menangis tanpa suara. Air matanya menetes tanpa ada lagi isak tangis. Perih, namun tak bisa berbuat banyak. Sedang takdir masih ingin mengujinya agar lebih kuat dari sebelumnya.

"Saya bakal ada di samping kamu terus" Ucap Arion menghibur, padahal sedihnya tak jauh berbeda dengan sedih yang istrinya punya.
Kebahagiaan yang tadinya meluap-luap kini berganti dengan tangis yang harus ditahan.

Ini merupakan bagian tersulit dari skenario Allah untuk keduanya.

Garis jelas yang tadinya membawa tawa, kini pudar bersama dengan keluarnya darah yang terus menerus dari jalan lahir Manda. Tak ada kesempatan untuk menikmati sedikitpun dari kebahagiaan semua yang tadinya ada.

"Semua akan baik-baik saja" Kalimat penghiburan dari sang suami tak lebih dari sebuah radio rusak yang berputar.

Harusnya ada waktu sejenak untuk menyendiri dan menikmati luka sendiri, namun semesta seakan tak memberikan waktu itu. Di tuntut untuk tetap kuat meski hati sudah remuk redam.

Untungnya, tak butuh waktu lama untuk membersihkan semuanya. Semua berjalan dengan semestinya dan menyisakan dua manusia dalam ruang sepi.

Tak ada lagi canda tawa atau kalimat penghiburan yang Arion ucapkan. Sedang Manda sejak tadi hanya terdiam, masih dengan genangan air mata yang tak tau kapan surut. Ruang rawat Manda mendingin karena takdir yang tak diingin.

Tiga hari, waktu istirahat Manda selesai. Selama itu pula tak banyak interaksi antara Arion dan Manda. Hanya sekedar membantu ke kamar mandi di hari pertama dan mengingatkan makan saja, selebihnya mereka terdiam kembali. Tak ada pula kunjungan Maya atau Adit yang datang karena keduanya sedang menyelesaikan masalah yang sedang di hadapi Hawa. Entah masalah apa terjadi, jelas kedua orang tua itu belum kembali.

"Kita pulang ke rumah Mami" Ucap Arion memberitahu.

Tak ada bantahan apapun dari Manda. Ia paham, ia sedang tak punya kuasa untuk membantah sedikitpun, Manda malah memfokuskan pandangannya ke luar jalanan, tanpa peduli perasaan Arion.

Ya, mungkin efek karena menikah belum terlalu banyak mengenal, sehinggak keduanya tak ada niat untuk saling membagi kesedihan. Mereka menelan mentah-mentah duka dalam diri masing-masing, dan menganggap bahwa dirinya seorang lah yang paling lara.

Mobil yang Arion kendarai mulai memasuki halaman rumah kedua orang tuanya. Ada Nenek Iroh yang menggantikan tugas Maya untuk menyambut cucu nya pulang dari rumah sakit. Meski kesehatan nya tak begitu baik akhir-akhir ini, perempuan tua itu tetap tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Manda.

Dengan sedikit berlari, Manda masuk dalam pelukan Nenek Iroh untuk mengadu. Mulutnya kini bersuara perih, air matanya tak henti membuat jalur air di pipinya yang gembul, dan tubuhnya bergetar hebat melukiskan kesakitan yang sedang dirasakan.

"Gak papa. Belum rejeki. Masih banyak waktu. Lagian kalian baru menikah, bisa jadi ini cara Allah untuk membuat kalian semakin mengenal satu sama lain" Nasehat Nenek Iroh membuat Manda meringis. Hubungannya yang mendingin dengan Arion tentu tidak akan mungkin semakin membuat mereka mengenal satu sama lain. Yang ada mereka semakin membuat batas jelas untuk menikmati kesedihan sendiri-sendiri. Saling memberi waktu tanpa ada kesepakatan kapan berakhirnya.

"Ayo masuk dulu. Nanti malam Mami mu sama Hawa katanya pulang" Imbuh Nenek Iroh.

Sebenarnya dalam benak Manda ingin mempertanyakan kemana perginya kedua mertuanya dan ulah apa yang sedang di perbuat Hawa karena seingatnya sahabatnya itu tak banyak tingkah. Lagi pula, kepergian Hawa beberapa saat lalu itu bertujuan untuk mendatangi seminar, lalu untuk apa mertuanya ikut serta?

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang