Tiga Puluh Dua

460 44 2
                                    

Perkenalan setelah menikah memang sering banyak membuat perdebatan. Banyak opini yang mengatakan bahwa seumur hidup terlalu lama untuk dihabiskan dengan orang yang salah sehingga memilih patner seumur hidup harus benar-benar sesuai. Banyak faktor yang mempengaruhi termasuk jalur takdir dan hati kecil.
Akan tetapi, dibalik fakta itu, banyak orang lupa bahwa feeling lah yang banyak digunakan. Akan ada saatnya hati berdebar dan meyakini bahwa seseorang yang ia temui adalah jodohnya nanti.

Sama seperti pernikahan spontan yang Arion dan Manda lakoni. Mereka tak diberi waktu untuk menembus jalur langit terlebih dahulu, namun mereka di beri hati untuk yakin akan keputusan yang mereka ambil. Dan ternyata semua tidak se menyeramkan itu, ah mungkin lebih tepatnya belum karena masih awal. Karena sebaik apapun memilih pasangan akan ada masa pasang surut yang menyertai nya.

Dan Manda serta Arion memilih untuk mencoba menjalaninya tanpa pusing memikirkan bagaimana kedepannya.

"Sini" Kata Arion sambil melambaikan tangan. Entah sudah berapa lama istrinya itu berdiam diri di sofa dengan kepala menunduk, padahal Maya dan Adit sudah tidak bersama mereka.

Tak ada respon dari Manda membuat Arion kembali memanggil perempuan itu "Sayang... Zaujati... Sini"

Mendapat panggilan dengan panggilan yang membuat wajahnya panas, mau tak mau Manda beranjak sambil menyembunyikan tingkahnya yang gugup. Manda mendudukkan diri di kursi yang sempat Adit dan Maya tempati "ada apa? Mas butuh sesuatu?" Tanya Manda masih posisi dengan kepala sedikit menunduk.

"Kan saya bilang jangan nunduk kalau saya ajak ngobrol"

"Isshhh cerewet" Umpat Manda tapi masih Arion dengar.

"Ya Allah... Begini ya rasanya dikatain istri ceweret. Hahaha"

Manda terkesima melihat Arion yang terbahak di depannya. Perempuan itu tak pernah menyangka bahwa kakak Hawa yang ia kenal selama ini bisa tertawa lebar seperti ini. Dulu Manda selalu beranggapan bahwa Arion merupakan laki-laki yang susah di sentuh, seakan sudah menjadi setelan abadinya bahwa Arion itu seperti manusia es. Namun sekarang sepertinya anggapan itu harus Manda rubah, setelah ia melihat langsung betapa tampannya suaminya itu saat tertawa, sampai-sampai hatinya berdesir.

Melihat Manda kembali menekuk kepala, Arion seketika menghentikan tawanya. Tangannya yang paling dekat dengan Manda mulai meraih tangan perempuan itu untuk di genggam. Tekat Arion untuk mendekatkan diri pada istrinya itu coba Arion lakukan dengan memperbanyak kontak fisik agar kelak jarak yang masih terbentang antara dirinya dan Manda bisa terkikis.

"Saya bercanda. Maaf ya" Ujar Arion sambil menggenggam erat tangan Manda.

"Mas kayaknya sudah membaik ya?"

"Sepertinya begitu"

"Semoga besok sudah boleh pulang ya"

"Aamiin"

Kembali keheningan menyelimuti Arion dan Manda. Perbincangan mereka yang belum banyak berkembang membuat, tak banyak hal yang bisa di diskusikan. Bahkan setelah Manda selesai membersihkan tubuhnya, yang ia lakukan dengan Arion hanyalah bergandengan tangan tanpa perbincangan apapun.

Hingga kemunculan perawat laki-laki yang memeriksa keadaan umum Arion datang, membuat Manda melepas tautan tangan mereka dan memberi jarak dengan suaminya itu.

"Semua sudah normal Pak. Setelah ini, istirahat yang cukup agar besok semakin sehat" Ucap perawat tersebut.

Sebelum perawat laki-laki itu meninggalkan ruang perawatan Arion, perawat laki-laki itu di buat tercengang dengan permintaan Arion yang ingin di temani ke kamar mandi.

Pasien laki-laki dengan status sudah menikah dan sedang dijaga oleh istrinya, meminta bantuan perawat laki-laki untuk membawanya ke kamar mandi sepertinya akan menjadi trending topik esok pagi.

Harusnya, memang sudah sewajarnya Manda lah yang akan menolong Arion untuk membersihkan dirinya atau sekedar untuk menuntaskan hajat nya. Namun karena keadaan mereka yang belum sampai di tahap itu membuat Arion akhirnya pasrah akan gosip yang akan mencuat. Terlebih rumah sakit tempatnya di rawat ini merupakan rumah sakit keluarga.

"Terima kasih Mas" Ucap Arion saat dirinya sudah di tidurkan kembali ke ranjang pesakitannya oleh perawat laki-laki itu.

Setelah memastikan bahwa perawat laki-laki sudah keluar dari ruangan Arion, Manda memberanikan dirinya untuk mendekat dan mulai menyelimuti tubuh Arion dengan selimut yang tersedia "sekarang tidur ya Mas" Kata Manda setelah memastikan tubuh Arion terbungkus sempurna.

"Ya udah ayo"

"Eh, bukan gitu maksudnya. Maksudnya Mas sekarang tidur" Ucap Manda gugup.

Arion yang melihat itu, paham bahwa Manda kembali akan menjaga jarak darinya, dan membuat segala usaha Arion yang lakukan sia-sia. Tentu untuk mencegah itu semua, Arion harus lebih berusaha agar Manda tak lari dari jeratan nya, sehingga malam ini ia bertekat keduanya harus tetap tidur dalam satu ranjang, tidak peduli bagaimana nantinya jantung keduanya akan berdebar kencang.

"Kamu belum ngantuk?" Tanya Arion sambil melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Belum" 

"Oke saya tunggu kamu"

"Loh kok gitu?" Tanya Manda tak percaya. Niatnya untuk membuat Arion tidur terlebih dulu, sepertinya gagal. Padahal sejak tadi, sejak kedua orang tua Arion pulang, Manda sudah di buat gugup dengan kenyataan bahwa sudah tidak ada yang bisa menghalangi gagalnya rencana tidur bersamanya dengan Arion.

"Saya tau, kamu pasti akan tidur di sofa kalau saya tidur duluan"

"Tapi Mas..."

"Kalau kamu memang gak mau tidur di ranjang ini, lebih baik kamu pulang. Jangan siksa tubuh kamu dengan tidur di sofa hanya karena mencoba menjadi istri yang baik. Karena untuk jadi istri yang baik itu, harusnya kamu memperhatikan diri mu sendiri dulu"

Manda mendesah pelan mendengar ceramah yang Arion berikan. Suaminya itu terdengar sangat serius kali ini. Arion bahkan tak menggunakan panggilan sayang atau semacamnya saat mengatakan itu semua. Hal itu tentu membuat Manda tak enak hati sendiri. Dan akhirnya membuat Manda harus mengesampingkan rasa tak nyamannya berada dalam satu ranjang sempit dengan Arion.

"Aku harus tidur di sebelah mana?" Akhirnya pertanyaan Manda itu membuat Arion menarik sudut bibirnya samar. Hatinya bersorak saat menyadari Manda sudah mau berusaha untuk melawan rasa canggung yang ada pada dirinya.

"Sini Sayang.." Arion menepuk sisi kasur yang tak berdampingan dengan tiang infusnya.
Dengan perasaan gugup Manda mendekat kearah tangan Arion yang terbebas dari infus tersebut dan mendudukkan diri di ranjang "Mas ini sempit loh, nanti Mas malah gak bisa tidur nyaman loh kalau ada aku juga disini. Aku tidur di sofa aja ya?" Tawar Manda lagi.

"Enggak. Ini cukup buat kita"

"Gimana kalau aku minta extra bed aja? Kan kata Mami bisa?"

"Sempit jadinya nanti ruangannya"

"Kenapa gak pilih VVIP aja sih Mas, kan duit Mas banyak?"

"Tadi kan Mami udah bilang kalau penuh. Walaupun ini rumah sakit punya kita tetep aja kita harus ikut prosedur Sayang. Kita gak boleh ngusir orang biar kita dapat VVIP. Toh, VIP ini juga udah nyaman kok. Udah jangan bahas hal lain, ayo tidur, besok kerja kan?"

Manda mengangguk, kemudian dengan perlahan ia merebahkan diri tepat di samping Arion. Lengan keduanya yang berhimpitan menbuat Manda ataupun Arion seketika terdiam. Keduanya menatap langit-langit atap rumah sakit sambil membiasakan diri untuk kedekatan yang terlalu cepat ini.

Setelah beberapa saat menyelami rasa asing yang mulai menggelayut, Manda berinisiatif menggeser sedikit tubuhnya agar Arion nyaman, akan tetapi gerakan Manda harus terhenti ketika tangan Arion tak mengijinkan nya untuk memberi jarak sedikitpun pada tubuh mereka.

"Mau kemana?"

"Geser sedikit Mas, biar Mas nyaman. Kalau kayak gini Mas gak bakalan bisa gerak"

"Bisa, kata siapa gak bisa?"

"Coba gerakin deh"

"Ya sini dulu kepalanya"

"Maksudnya?"

"Bantalnya pakai lengan saya sini"

.
.
.

11022024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang