Sepuluh

418 41 2
                                    

Beberapa pasang mata membulat ketika mendengar obrolan Hawa dan Manda. Bukan lagi tentang rasa kehilangan yang keduanya bahas, namun sosok Arion lah yang menjadi topik mereka akibat ide gila Hawa yang tiba-tiba ingin membagi kakaknya tersebut dengan sahabatnya.

Tolong di garis bawahi. MEMBAGI.

Sungguh di luar nalar.

Sejak kapan Arion bisa di paruh kan fungsinya untuk orang lain. Memang bukan, di belah untuk orang yang asing bagi Hawa, akan tetapi tidak sesimpel itu konsep yang diajarkan islam.

"Apa-apan sih Dek!" Pekik Arion. Lelaki itu tidak menyukai, dirinya lah yang dijadikan topik bahasan untuk dua sahabat tersebut.

Hawa diam. Ia tak merespon apapun ucapan Arion. Yang terjadi, perempuan itu semakin mendesak Manda untuk segera menyetujui ide gilanya untuk membagi sang kakak dengan adik Alif tersebut.

"Gimana? Mau kan Nda?" Oceh nya berkali-kali.

Manda yang didesak terus menerus akhirnya jengah dan memilih untuk diam. Hanya memperhatikan Hawa yang tengah berusaha untuk membuatnya membuka suara.

"Dek, jangan paksa Manda kayak gitu, gak baik" Nasehat Maya.

Jiwa tuanya, mencoba menelisik maksud dari ucapan sang anak bungsu. Sebagai sesama wanita kadang, keduanya mempunyai pikiran yang sama meskipun masih sering berdebat untuk sesuatu yang sepele.

"Tapi Mami, Adik...." Belum sampai Hawa menjelaskan, Maya lebih dulu mengangkat tangannya guna meminta Hawa untuk diam. Tanpa melawan lagi, Hawa kembali diam. Hawa paham, ibunya sedang tidak ingin di bantah atau di debat tentang pembicaraan mereka saat ini.

"Biar Mami yang bicara" Ucap Maya membuat atmosfer di ruangan tersebut seketika mendingin. Rasanya sangat kaku untuk ruangan orang yang sedang sakit.

"Tante tau Manda mungkin terkejut dengan keinginan Hawa ya? Biar Tante ringkas maksud Hawa boleh?" Nada bicara Maya kini sudah berubah. Alunan suara ibu dua anak tersebut melembut, membuat suasana yang tadinya mendingin sedikit bercampur dengan kehangatan yang Maya ciptakan.

Kesan sebagai ibu yang tegas tentu tak boleh ia tunjukkan pada perempuan yang sudah Maya gadang-gadang akan menjadi calon menantunya setelah ini. Maya tak boleh membuat Manda akhirnya takut dan mundur secara perlahan sebelum ia sempat mengutarakan niat Arion yang ingin mempersunting nya.

"Manda mau kan jadi anak Tante juga?" Sebuah pertanyaan jebakan sedang Maya umpankan pada adik Alif tersebut.

Manda yang kurang mengerti maksud dari perkataan yang Maya katakan tersebut hanya bisa menekuk keningnya dalam. Raut wajahnya tak bisa terlihat jelas oleh seluruh orang di ruangan tersebut karena kain kecil yang menutupi sebagian wajahnya.

"Maksud Tante?" Tanya Manda pelan. Entah mengapa kali ini firasatnya sedikit buruk. Bukan ingin mempercayai sebuah dugaan tapi lebih karena hatinya terasa tidak nyaman saat mendengar pertanyaan Maya yang membuatnya bingung. Terlebih Hawa yang ada di ranjang pesakitan itu seakan menunggu tiap kata jalur dari bibirnya. Belum lagi di belakang tubuhnya, Manda merasa kakak Hawa, Arion tengah memperhatikan nya tanpa henti.

"Kenapa gugup? Manda takut?" Maya bisa dengan cepat menangkap setiap gerak gerik Manda yang memang menjadi pusat perhatian nya kali ini.

Manda menggeleng, namun bola matanya beberapa kali bergerak liar tanpa arah, seolah menunjukkan kegugupan dan rasa takut yang cukup mendalam akibat bahasan yang keluarga Hawa lakukan.

Arion yang bisa menangkap jelas ketidaknyamanannya yang Manda tunjukkan, mencoba memberikan kode pada sang ibu agar tidak melanjutkan pembicaraan mereka. Akan tetapi, Maya tidak melihat kode tersebut sebagai bentuk larangan melainkan Maya melihat kode tersebut sebagai bentuk dorongan untuk melakukan sesuatu lebih, seperti pembicaraan Arion dan kedua orang tuanya semalam.

"Sabar dong Bang" Ucap Maya sambil tersenyum pada Arion.

"Mi, No" Teriak Arion tiba-tiba.

Tekat bulatnya semalam, menguap begitu saja melihat tingkah Manda yang tidak semestinya terhadap keluarganya. Perempuan itu tidak nyaman berada di tengah-tengah keluarganya. Arion tentu tak ingin membawa Manda masuk ke dalam kehidupan nya apabila perempuan itu enggan untuk mendekat bukan? Manda hanya nyaman dengan Hawa, bukan dengan dirinya atau keluarganya.

Mendapat tanda merah dari Arion, membuat Maya menatap laki-laki itu dengan wajah penuh amarah. Pikiran akan anak sulung nya telah terbuka hatinya sehingga menginginkan pernikahan, menguap begitu saja digantikan dengan rasa kecewa yang besar.

Tebakan Maya benar. Firasatnya akan Arion hanya bermain-main dengan sahabat Hawa tersebut terbukti dengan tindakan yang Arion ambil. Putranya itu, sedang melarangnya untuk melanjutkan rencana mereka yaitu melamar Manda.

"Kita bicara di luar ya Mi" Ajak Arion pelan. Ia paham cepat atau lambat ibunya tersebut menuntut penjelasan akan tingkahnya yang tidak terduga dan tidak sesuai rencana itu.

Tapi bukan Maya namanya kalau sampai ia termakan dengan trik yang Arion ciptakan. Berkali-kali dibohongi oleh Arion tentang hubungan anak laki-laki dengan lawan jenis, membuat Maya banyak belajar akan hal tersebut. Ibu sambung Arion itu tak sedikitpun menolehkan kepalanya pada putra pertamanya. Mencoba menulikan telinga akan ajakan Arion, yang pastinya hanya akan di penuhi permintaan maaf saja.

"Manda mau jadi menantu Tante?" Tanya Maya lirih namun masih bisa didengar oleh tiga orang lainnya disana.

Satu detik.

Satu menit.

Lima menit.

Bahkan sampai menit kesepuluh, belum ada satu pun dari manusia yang ada di ruang rawat inap Hawa yang buka suara. Empat orang dewasa itu sibuk dengan pikiran  nya sendiri-sendiri.

Hawa yang lega karena akhirnya keinginan sang kakak terwujud, jelas berbanding terbalik dengan keadaan Arion. Lelaki yang sedang dicarikan istri itu, merasakan kekakuan pada tubuhnya. Lidahnya kelu, sehingga tidak ada satu kalimat sanggahan apapun yang keluar dari mulutnya. Bahkan saat ini sedikit hati kecilnya menunggu Manda untuk menjawab pertanyaan ibundanya.

Tak jauh berbeda dengan keadaan Arion, Manda pun juga merasakan kekakuan tak kalah dasyat. Tujuannya untuk menjenguk Hawa yang sedang sakit, tiba-tiba menjadi hal yang paling ia sesali hari ini. Mendengar proposal pernikahan dari seseorang yang bahkan tak pernah terpikir olehnya, membuat Manda menjadi linglung dan tak tahu harus berbuat apa.

Maya yang memang tengah menguji anak laki-laki nya, mau tak mau juga berdebar menanti jawaban yang akan keluar dari bibir Manda yang tertutup kain cadar itu. Meski tak banyak berharap akan diterima, namun dirinya tetap berharap akan ada perempuan yang berhati baik yang akan menerima putranya yang masih jauh dari kata sempurna itu walaupun bukan Manda perempuan nya.

"Maaf Tante, Tante gak boleh meng khitbah Manda" Cicit Manda pelan. Jawaban Manda tentu membuat jantung ketiga orang yang berstatus keluarga inti itu, berdetak sangat kencang. Pasalnya, jawaban Manda sedikit terdnegar ambigu dan tidak jelas kemana arahnya.

"Kenapa? Karena baru kemarin Alif meninggal?" Tanya Maya penasaran.

"Itu salah satunya Tante, Manda masih dalam keadaan berduka tapi...."

"Tapi apa sayang?"

"Ada hal lain yang membuat Manda tidak bisa menerima khitbah yang Tante katakan karena..." Manda memberi jeda untuk kalimat yang sepertinya terlalu susah untuk ia ungkapkan "karena Manda sudah di khitbah laki-laki lain" Imbuhnya.

"Seorang laki-laki tidak boleh melamar di atas lamaran laki-laki lain sebelum pelamar pertama meninggalkannya" Jelas Manda tanpa memperdulikan ekspresi tiga orang disana.

.
.
.

14012024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang