Empat

515 48 0
                                    

"Jangan gila Bang!" Umpatan Adit seketika keluar begitu mendengar ide gila sang anak.

Sangat diragukan tentunya niat baik Arion menikahi Manda tersebut. Hanya untuk menjaga sang adik saja, Arion melanggar ucapannya sendiri yang tidak ingin menikah. Padahal menjaga Hawa bisa di lakukan dengan banyak cara, tidak melulu dengan menikahi Manda dan tinggal serumah.

Bayangkan saja, si lelaki yang sangat antipati terhadap pernikahan tiba-tiba mengatakan ingin menikah. Ditambah pula dengan perempuan yang tak pernah dekat sebelumnya.

Tentu alasan di balik itu semua pasti dipertanyakan bukan?
Kemungkinan untuk menganggap semuanya termasuk pernikahan hanya mainan sangat pasti mencuat. Seakan Arion sudah merencanakan untuk menyakiti mempelai perempuan nya.

Pikiran Adit pun terhadap anaknya sendiri tentu tidak jauh berbeda dengan prasangka-prasangka itu. Sehingga ia dengan keras menolak ide yang Arion kemukakan.

"Udah urusin Alif dulu sana Bang daripada omongannya makin ngelantur" Usir Adit mulai beranjak.

Melihat tubuh kaku sang menantu sudah mulai ditata untuk di sholat kan, Adit mengambil posisi paling depan. Di sudut ruang tamu lebar itu, ada dua perempuan berbaju hitam yang mengunci pergerakan Adit. Dua sahabat yang saling berpelukan dan kehilangan orang yang sama.

Ide gila Arion yang sempat Adit tolak tadi, kembali berputar begitu ia melihat Hawa dan Manda amat sangat terpukul. Tak bisa dipungkiri se mandiri apapun kedua perempuan itu, tetap saja tidak sekuat laki-laki. Hatinya yang lembut, membuat makluk bernama wanita itu merasakan kesedihan hingga berlarut-larut.

"Maaf Pak, mari di mulai sholat nya, agar proses pemakamannya segera dilaksanakan" Ucap salah satu imam yang akan memimpin jalannya pemakaman Alif kali ini.

Adit hanya mengangguk, dan mulai mengambil tempat di sebelah Arion yang ternyata sudah lebih dulu siap daripadanya.

Seusai sholat jenazah itu. Tubuh kaku Alif mulai di gotong ke masjid terdekat, untuk memberikan kesempatan pada pengelayat lain untuk menyolati nya kembali.

Tak butuh waktu lama untuk acara pemakaman Alif. Kurang dari satu jam semua sudah beres dan Arion serta Adit bersama dengan Zainal dan dua anak lelaki Zara mulai berjalan kembali ke rumah Alif.

Berpedoman bahwa perempuan baiknya tidak ikut mengantarkan jenazah sampai diliang kubur, Hawa dan Manda serta sudah ada kembali disana Maya dan Zara hanya berfokus pada acara doa mereka. Sesekali para wanita itu menyalami pelayat yang datang meskipun hanya dengan senyum tipis mereka walaupun masih dengan air mata yang mengalir.

Menjelang dhuhur, rumah berlantai dua itu mulai sepi. Hanya ada keluarga inti disana sedang ingin mendiskusikan sesuatu yang memang sejak awal harus diputuskan.

"Adek... Terlepas dari sudah atau belum nya Alif menjimak adek, adek harus tetap menjalani masa iddah cerai mati selama empat bulan sepuluh hari ya. Dan kalau bisa selama masa itu tidak usah keluar rumah, Adek mengerti?" Tanya Adit pelan pada Hawa yang berada di pelukannya.

Dikecup nya pelan puncak kepala Hawa dalam-dalam. Ada rasa sesak yang sejak kemarin Adit coba tahan. Ia berusaha kuat meski akhirnya air matanya jatuh tanpa peringatan. Hatinya sudah tidak baik-baik saja terlebih setelah Adit menjelaskan dan menyebut status Hawa saat ini,"cerai mati".

Melihat kepala keluarga keluarga mereka akhirnya kembali meneteskan air mata, membuat Arion reflek memanggil sang ayah "Pi... Are you oke?"

Sedangkan Maya langsung beringsut beringsut masuk kedalam pelukan Adit juga. Ini tangis terbesar kedua yang Maya lihat dari seorang Adit, setelah sebelum nya ia melihat tangis suaminya saat meninggalnya Ibu mertuanya, Bu Jihan. Akan tetapi kali ini Maya melihat tangis Adit sedikit berbeda, perempuan itu meyakini tangis yang Adit perlihatkan bukanlah tangisan untuk Alif yang meninggal melainkan untuk Hawa yang kehilangan. Bukan tak memiliki hati karena tak ikut bersedih menantunya meninggal, tidak, tapi Adit bersedih karena takdir hanya membuat Hawa bahagia sesaat, bahkan tidak sampai satu hari.

Ikut masuknya Maya kedalam pelukannya, membuat hati Adit sedikit lega. Kalau kemarin ia harus merelakan Hawa lepas dari pelukannya karena menikah dengan Alif. Kali ini Adit sedikit bersyukur, saat Hawa masih butuh ia jaga, Adit masih bisa melakukan nya. Adit masih bisa mendampingi Hawa di masa sulitnya, itu yang terpenting.

Memilih diam dan hanya menjawab pertanyaan Arion lewat tatapan mata, cukup membuat anak sulungnya itu puas. Walaupun kedekatan keduanya tidak seperti kedekatan Adit dan Hawa, tetap saja Adit menjadi role model bagi Arion. Sikap tegasnya, cara memimpin dan cara mengatasi masalah nya lah yang membuat Arion ingin seperti sangat papi.

Interaksi keluarga Adit itu tak luput dari pengamatan Manda. Hati kecilnya semakin tercubit kala melihat Hawa tetap memiliki "rumah" untuk pulang, sedangkan ia harus kembali berusaha sendiri dan menyimpan perasaannya sendiri lagi.
Hanya satu yang tersisa di hidup Manda, keberadaan Nenek Iroh yang sejak kecil sudah merawatnya. Tapi semua itu tak lantas membuatnya bahagia. Nenek Iroh yang sudah tak muda lagi menjadi pertimbangan bagi Manda untuk menceritakan keluh kesahnya. Ia tak ingin masalah yang harusnya bisa ia hadapi sendiri menjadi beban bagi bagi neneknya. Oleh karenanya, diamnya setelah ini adalah cara terbaik untuk Manda bertahan hidup.

Setelah memastikan dirinya sudah bisa mengontrol perasaannya, Adit kembali buka suara "Adek setelah ini adek mau tinggal dimana?"

Tubuh Hawa kaku dalam pelukan Adit. Perempuan itu tak memikirkan pertanyaan ini akan keluar keluar dari bibir sang ayah. Baginya dimanapun tempatnya tinggal, tidak mengubah fakta bahwa Alif sudah meninggalkannya sendirian.

"Menurut Papi, apa yang terbaik?"

"Pulang. Papi sama Abang bakalan tetep jagain adek setelah ini"

Jawaban Adit tentu tidak memberi Hawa pilihan untuk menolaknya. Paham akan maksud dan tujuan Adit, membuat Hawa hampir saja mengiyakan perintah itu, sebelum matanya menatap Manda yang tengah menunduk sendirian jauh dari tempat duduk keluarga besarnya.

Rasa simpati seketika membuat Hawa menolak ajakan Adit untuk kembali pulang. Hati kecilnya tak ingin membiarkan Manda sendirian di rumah yang banyak menyimpan kenangan akan Alif itu. Terpenting, Alif pernah menjadikan Manda sebagai topik yang perlu di bahas untuk masa depan mereka.

"Seperti yang kamu tau Dek, Abang punya tanggungan atas hidup Nenek dan juga Manda. Sebelum melangkah lebih jauh lagi, Abang ingin menanyakan ini. Apa adek keberatan kalau Manda sama Nenek tinggal sama kita, di rumah yang Abang siapkan setelah Abang menikahi adek?"

"Kenapa harus tanya sih Bang? Gak papa kali, aku malah seneng ada temennya"

"Adek gak keberatan?"

"Enggak lah"

"Terima kasih ya Sayang. Manda sama Nenek pasti seneng karena setelah ini kamu yang jagain mereka"

"Kita jaga bersama Bang"

Penggalan singkat dialog antara dirinya dan sang suami mendadak terputar jelas. Janji akan menjaga Manda dan Nenek Iroh tak bisa Hawa pungkiri. Hal itu lah yang akhirnya mempengaruhi keputusannya dalam memilih tempat tinggal.

"Papi... Adek boleh tetep tinggal disini?"

"Di rumah ini?" Tanya Adit memastikan.

"Iya di rumah ini, sama Manda juga Nenek"

"Boleh"

.
.
.

02012024

Borahe 💙

Bagi yang tanya aku publish apa ada jadwalnya atau enggak?
Jawabannya adalah enggak, sebisa mungkin aku usahakan setiap hari publish, tapi kalau pun akhirnya aku ingkar mohon di maafkan ya..

Aku yang belum pulih sepenuhnya ini, malam ini kembali harus kehilangan. Dan itu jelas cukup mengganggu semuanya. Jadi aku harap kalian mengerti ya
Tapi aku akan selalu mengusahakan nya lebih dulu

Terima kasih untuk semua cintanya 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang