Tiga Puluh Enam

434 47 2
                                    

Memasuki rumah adik iparnya yang sudah tiada, membuat Arion berkali-kali mendesah berat. Meski Manda sudah meyakinkan dirinya bahwa ia akan berlaku sebagai selayaknya istri, namun entah mengapa rasa nya hati Arion belum siap sepenuhnya. Padahal tadi saat di rumah ia sendiri lab yang meminta kejelasan akan hal ini.

Mencoba membuang rasa trauma dan mengingat janjinya serta kedekatannya dengan Manda akhir-akhir ini tak jua membuat beban di pundaknya terangkah. Arion bahkan memilih mendudukkan dirinya di kursi ruang tamu tanpa ada niat mengikuti Manda yang lebih dulu masuk semakin ke dalam rumah itu.

Pikiran untuk melarikan diri serta bermalam di rumah sang ibu sempat terbesit dalam kepalanya. Sejenak Arion ingin lari, namun bayangan akan cap sebagai laki-laki pengecut sedikit mempengaruhi harga dirinya.

Arion sendiri lah yang menyetujui pernikahan ini, begitu pun dengan Manda.

Lalu mengapa untuk memulai semakin dekat rasanya masih berat?

Padahal saat di rumah sakit, mereka tidur dalam satu ranjang. Dengan lengan Arion sebagai bantal istrinya itu. Lalu mengapa semua terasa sulit, saat pintu untuk semakin mendekatkan diri terbuka lebar?
Saat di rumah sakit interaksi mereka terbatas, gaya tidur pun terbatas, tempatnya pun terbatas, dan sekarang saat semua bisa lebih leluasa, mengapa hatinya meragu?

Sibuk dengan pikiran yang membuatnya ketakutan sendiri, membuat Arion tak menyadari bahwa Manda sudah berada di dekat suaminya itu. Manda bahkan mengamati mimik wajah suaminya yang terlihat tegang dan kaku. Apakah suami nya kembali kesakitan? Hal itu lah yang menari-nari di kepalanya.

Dengan pelan, adik perempuan Alif itu menyentuh lengan atas Arion "Mas..." Panggilnya pelan.

Namun belum sampai panggilan itu terjawab, saat tangannya baru saja menyentuh lengan Arion, Manda di buat tercengang dengan reflek yang suaminya itu tunjukkan.
Arion seketika terkejut, berdiri dan sedikit menjauh dari Manda, membuat Manda menggulung keningnya dan menatap aneh Arion, sekan sentuhannya berniat menjelajahi tubuh suaminya.

"Ehh... Sorry, saya gak bermaksud begitu" Ucap Arion gagap. Lelaki itu tak lagi mendudukkan bokongnya di kursi yang sama dengan Manda. Ia lebih memilih kursi singel yang membelakangi jendela rumah itu.

Melihat respon Arion yang semakin membuatnya bingung, Manda akhirnya buka suara "Mas masih membuat batasan di antara kita. Padahal tadinya aku mengira Mas ingin menaikkan level hubungan kita loh, ternyata Mas sendiri yang masih belum bisa menerima pernikahan ini"

Sebagai seorang guru yang sering membaca situasi dan kondisi muridnya, sikap yang Arion tunjukkan saat ini cukup gampang untuk Manda tebak. Suami nya itu, sejak di rumah sakit sudah banyak berusaha membuka hati, namun tak bisa di pungkiri kalau ada yang belum Arion selesaikan dengan dirinya sendiri.

"Saya menerima pernikahan ini"

"Hanya menerima, belum ingin menjalani"

Koreksi Manda membuat Arion bungkam. Kepala dan hatinya sedang bergelut membenarkan dan menyalahkan pendapat Manda tersebut. Ia sendiri bahkan tidak mengerti respon tubuhnya yang sedikit sulit ia kendalikan padahal itu sedikit bertentangan dengan apa yang ia pikirkan.

"Mas tau bagaimana melebur itu semua?"

"Bagaimana?" Tanya Arion dengan cepat. Ia juga tak ingin lama-lama seperti ini, membuat Manda tidak nyaman berdekatan dengannya dan membuatnya pun memberi batasan untuk pernikahan mereka.

"Menjalankan hubungan suami istri"

Jawaban Manda baru saja, membuat Arion seketika menjatuhkan rahangnya dan membuka mulutnya lebar-lebar, lelaki itu bahkan mendelik penuh mendengar istrinya mengatakan hal itu tanpa malu. Terlebih ekspektasi Arion terhadap perempuan bercadar itu sebelumnya tak jauh-jauh dari perempuan yang kurang baik karena interaksinya dengan Alif yang menurutnya kelewatan. Meskipun harusnya Arion pun berkaca untuk dirinya sendiri saat berinteraksi dengan Hawa.

"Ma-maksud kamu?"

"Hubungan suami istri, Mas. Hubungan di ranjang" Tegas Manda. Setelahnya perempuan itu mendesah pelan saat ia menyadari bahwa dirinya kini seperti perempuan yang tak baik, yang haus akan belaian suaminya sendiri.

Tak jauh berbeda dengan apa yang Arion pikirkan, suaminya itu bahkan sudah melabeli Manda dengan sebutan, gila.

Ya, GILA.

Itulah yang ada dalam benak Arion. Ia seperti tak mengenal Manda yang sudah bersamanya satu minggu ini. Sosok yang lemah lembut, meski kadang terlihat tegas untuk keadaan tertentu dan sedikit cerewet. Namun siapa sangka bahwa Manda akan terlihat berbeda saat dirinya sedang di rumah.

Mungkin bagi sebagian orang, sifat Manda itu bagus. Memancing kegairahan suaminya sendiri saat mereka sedang di rumah, bukan di tempat umum. Namun bagi Arion, yang satu minggu ini tak bisa mengintip barang sedikitpun wajah istrinya tersebut, hal itu jelas membuat kepalanya berpikir keras, seperti apa perempuan yang saat ini ia nikahi?

"Saya lupa, kita belum malam pertama ya?" Tanya Arion bodoh. Semua orang bahkan sudah tau fakta itu di luar kepala mereka. Akan tetapi, berbeda dengan Arion. Ia ingin menggunakan hal itu untuk semakin mengetahui bagaimana sifat istrinya itu.

Beruntung saat itu rumah sedang sepi. Hawa yang memang sejak dua hari lalu harus pergi keluar kota karena mengikuti seminar dan nenek iroh yang sedang berada di rumah Maya karena tak ingin di biarkan sendiri di rumah ini, membuat keadaan semakin mendukung Arion dan Manda melakukan perbincangan dewasa.

"Itu hanya sebutan Mas tak perlu memusingkannya" Jawab Manda santai.

Melihat Manda tak terkecoh dengan ucapannya, Arion kembali buka suara dan membuat perbincangan ke duanya semakin melesat jauh ke intinya "kalau saya minta hak saya sekarang bisa?"

"Bisa" Jawaban cepat Manda, seakan tanpa perempuan itu pikirkan lebih dulu membuat Arion kembali di buat tercengang. Rasanya harga keperawanan di mata Manda tak ada nilainya sedikitpun. Atau mungkin lebih buruknya perempuan yang menjadi istri Arion ini sudah tidak memiliki itu? Sehingga membuatnya dengan gampang menjawab pertanyaan Arion.

Anggapan bahwa Manda paham ilmu agama dan ilmu pernikahan jelas Arion abaikan begitu saja, hanya karena usulan Manda yang terdengar tidak beretika itu, agar keduanya bisa dekat. Padahal di dalam ajaran agama Islam, tidak peduli alasan apa yang melatarbelakangi pernikahan tersebut, namun saat seorang laki-laki mengucap kalimat ijab qobul di hadapan penghulu dan sudah di sah kan para saksi, maka kewajiban istri dan suami harus di tunaikan termasuk memberi nafkan batin.

Memang semua tidak melulu tentang masalah di ranjang, akan tetapi fakta bahwa semakin mesranya hubungan ranjang suami dan istri, semakin mesra pula hubungan keduanya.

"Kalau saya minta kamu lepas cadar sekarang bagaimana? Kamu mau?"

Pertanyaan Arion tak dijawab dengan kata-kata oleh Manda. Perempuan yang sudah bergelar menjadi Nyonya Arion itu, tanpa berpikir panjang melepas kain yang selama ini menutupi wajahnya.

Dengan gerakan yang di buat melambat, Manda melepas ikatan tali di belakang kepalanya lalu meletakkan kain kecil di atas meja ruang tamu. Kemudian ia menatap Arion dengan senyum di buat se merekah mungkin "sudah kan Mas?" Tanya Manda mendayu-dayu.

"Ternyata kamu...." Ucapan Arion tak bisa laki-laki itu lanjutkan akibat keterkejutan nya melihat wajah sang istri yang di luar ekspektasi nya.

"Kenapa?"

"Kamu punya tompel?"

Manda tersenyum sambil meraba halus pipinya "seperti yang kamu lihat"

"Ehem... Sebentar yang harus menerima telepon" Ucap Arion berdusta. Laki-laki itu melesat keluar rumah tanpa memperdulikan istrinya. Meninggalkan Manda yang tertunduk dan menghela nafas panjang "ternyata semua laki-laki sama, melihat perempuan hanya dari fisiknya saja" Cicit Manda pelan.

.
.
.

03032024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang