Tiga

486 41 2
                                    

Berkali-kali Arion harus menghela nafasnya sejak dirinya menjadikan awak gagahnya ini sebagai tumpuan sang adik. Rasa kehilangan yang Hawa rasakan membuat perempuan itu hampir saja pingsan karena kelelahan.

Bahkan sampai jasad Alif sudah bersemayam di rumah, Hawa masih saja terus menerus merintih. Arion sempat beberapa kali hanyut dalam duka yang Hawa rasakan. Namun berkali-kali pula, lelaki itu menahan derasnya hanyutan itu. Arion sadar ia tak bisa ikut lemah seperti keluarganya yang lain, ada Hawa dan Maya yang harus ia pikirkan keadaannya.

"Adek gimana Bang?" Tanya Hawa di sela-sela tangisnya. Tangannya bahkan mencengkram kuat keranda yang tengah menjadi tempat tidur Alif itu "adek sendirian Bang sekarang" Imbuhnya semakin pilu.

Penderitaan Arion yang menahan diri untuk tidak larut dalam kesedihan tida berhenti sampai disitu.

Di seberang Hawa, tepat di hadapan Arion ada perempuan yang sejak tadi menidurkan kepalanya pada besi keranda. Tak ada tangis yang terdengar dari mulutnya, namun bisa Arion lihat dengan jelas mata perempuan itu memerah dan bengkak. Manda, perempuan dengan tangis diamnya hanya bisa mengelus pelan kain kafan yang tengah Alif gunakan. Tak ada rancaun yang keluar dari bibirnya cukup menandakan bahwa perempuan itu sedang mati-matian menerima takdir yang sudah Allah gariskan.

Hanya satu orang yang tersisa dalam hidup Manda. Nenek Iroh, ibu dari sang ayah lah yang masih hidup sampai saat ini. Kedua orang tuanya yang sama-sama anak tunggal membuat kerabat mereka tak banyak. Semenjak kepergian kedua orang tuanya akibat kecelakaan lalu lintas, Manda dan Alif diasuh oleh sang nenek, akan tetapi untuk saat ini, nenek Iroh tak bisa turut mendampingi kepergian cucu lelakinya karena kesehatannya yang mulai menurun akibat keterkejutan ini semua.

Lagi, hati Arion merasakan apa yang Manda rasakan. Ia pernah hidup sendiri, mencoba menjauh dari keluarga nya saat ini. Menyadari bahwa tak ada hal baik dari sebuah kehilangan membuat Arion akhirnya kembali berkumpul dengan keluarga mereka.

"Sudah waktunya Sayang, ayo kita kuburkan suami mu" Meskipun sejak awal Arion tidak menyukai Alif tetap saja ia tak ingin membuat Hawa sedih. Mencoba memberi rasa aman untuk sang adik saat ini adalah keputusan terbaik.

"Sebentar Bang, sebentar. Tolong kasih waktu sedikit lagi. Biarkan aku merasakan kehadiran Bang Alif untuk terakhir kalinya, setelah itu aku janji, aku akan siap untuk sendiri lagi" Rengekan itu bukan keluar dari mulut Hawa, melainkan dari seseorang yang berada tepat di depan Arion yaitu Amanda.

Nada pesakitan jelas tercetak jelas pada kalimat yang meluncur dari bibir perempuan  itu. Arion bahkan bisa dengan mudah merasakan kehilangan yang saat ini Manda rasakan. Hatinya terenyuh saat ia membayangkan, Hawa akan melakukan hal yang sama apabila Arion pergi lebih dulu meninggal kan dunia ia.

Berhasil larut dalam kedukaan kedua perempuan ini, membuat Arion hanya bisa merapatkan pelukannya pada Hawa. Bahkan berkali-kali lelaki itu mencium pucuk kepala sang adik, guna menghalau rasa yang harusnya tak perlu turut ia rasakan. Ketidakdekatannya dengan adik iparnya itulah yang mempengaruhi rasa iba nya.

"Manda mau di peluk Abang kayak Hawa di peluk Bang Rion, Bang. Bangun Bang, peluk Manda sekarang" Cicit Manda lirih namun masih bisa terdengar oleh Arion.

Pandangan Arion menyempit begitu ia mendengarkan permintaan sederhana Manda pada jasad kakak. Hanya sebuah pelukan yang perempuan itu tuntut. Hal itu cukup membuat Arion menarik kesimpulan bahwa Manda pun hanya perempuan biasa yang punya hati ingin selalu di ayomi.

Kalau sejak tadi fokus Arion hanya pada rasa sakit istri yang kehilangan suami tepat beberapa jam setelah mereka menikah, beda cerita saat ia melihat Manda saat ini. Rasa sakit karena kembali seorang diri yang harus hidup dikaki sendiri menjadi perhatian nya. Tidak peduli sebanyak apa umur Manda, kehilangan tetap saja menyakitkan.

Rasa tak nyaman dalam hati Arion, membuat laki-laki akhirnya memilih untuk meninggalkan ruangan yang penuh dengan dengan kedukaan itu. Meninggalkan kedua orang yang tengah meluapkan rasa pedih mereka dengan cara masing-masing.

"Adek gimana?" Pertanyaan itu langsung menghampirinya begitu tubuh gagahnya ia duduk kan di kursi dekat sang ayah, Adit.

"Adek masih nangis. Mami dimana Pi?" Pertanyaan yang sama Arion utarakan untuk orang yang berbeda.

"Mami mu istirahat. Tadi Papi minta tolong Tante Zara untuk bawa pulang"

Tak ada tanggapan apapun dari Arion. Lelaki itu memilih untuk memejamkan matanya guna memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini.

"Apa Adek mu akan baik-baik saja setelah ini Bang?"

Helaan nafas berat Arion hembuskan sebelum pada akhirnya menjawab apa yang Adit tanyakan "kita harus membuatnya baik-baik saja Pi"

"Caranya?"

"Bawa Adek kembali pulang"

Bagi Arion solusi akan rasa perih Hawa adalah dengan tidak memberikannya ruang yang bisa membuatnya kembali mengingat keberadaan Alif. Karena semakin sering Hawa bersentuhan dengan hal-hal yang membuatnya ingat pada suaminya itu, bisa dipastikan bahwa air matanya tak akan pernah berhenti mengalir.

"Kalau Adek menolak?"

"Sejak kapan Papi lemah? Bukannya selama ini Papi paling bisa memaksa?" Tanya Arion tak percaya.

Adit menatap Arion dalam. Bisa dikatakan, sedikit banyak Arion menjelma menjadi Adit dalam versi yang lebih muda, meskipun kelembutan hatinya tak jauh berbeda dengan Maya. Hasil didikan istrinya itu, membuat Arion tahu cara bagaimana harus memperlakukan perempuan dengan baik. Tapi, kali ini Arion tidak memperlihatkan itu, entah karena tak ingin Hawa kembali menangis atau memang karena restu yang belum sempat turun itu, membuat Arion sedikit gelap mata walaupun untuk tujuan yang baik.

"Ini bukan tentang memaksa Bang tapi tentang rasa sakit akibat ditinggal kan"

"Lalu Papi mau sampai kapan ngeliat Adek seperti itu? Kalau Adek tinggal disini, siapa yang bakal ngejagain? Lagian pasti di rumah ini sedikit banyak bakalan ngingetin Adek sama dia kan? Jadi keputusan membawa Adek pulang ke rumah kita, menurut Abang itu udah keputusan yang baik Pi"

"Sejak kapan Adek mu akan nurut? Papi mungkin bisa memaksakan apa mau Papi sekarang, tapi saat Adek sadar bahwa Papi sudah tidak berhak atas dirinya, maka sedikit pun kita gak bisa nahan kehendaknya Bang"

"Ya sudah, kalau memang Adek gak mau pindah dari rumah ini maka..." Arion menjeda pernyataannya beberapa detik sebelum pada akhirnya lelaki itu menambahkan kata sakral di belakang nya "Abang juga bakalan tinggal disini"

"Jangan gila. Di rumah ini ada perempuan yang marwahnya harus dijaga Bang. Jadi gak bisa seenaknya kamu ambil keputusan. Pikirkan perempuan-perempuan yang lain. Jangan hanya karena ingin menyelamatkan Hawa, kamu lupa bagaimana aturannya Bang"

"Abang bisa bikin aturan itu hilang dengan mudah"

"Dengan cara?" Tanya Adit waspada.

"Menikahi Manda"

.
.
.

02012024

Borahe 💙

Jangan lupa vote dan komentar nya ya 😊
Aku tunggu 🥰

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang