Enam

410 33 0
                                    

"Abang mau menikah"

Bak petir di siang bolong, suasana khawatir di ruang darurat itu berganti dengan keadaan mencekam.

Bagaimana tidak, kondisi Hawa yang belum diketahui pasti, ditambah dengan Arion yang mendadak punya ide konyol di saat genting seperti ini. Harusnya ini memang menjadi kabar baik untuk Maya dan seluruh keluarga, namun karena situasi yang tidak pas sehingga mau tidak mau Maya harus menganggap nya sebagai bahan hiburan dari anak sulungnya tersebut.

"Mami pingin ketawa Bang tapi keadaan Adek mu di dalem masih belum diketahui jadi nanti aja ya kita bercanda lagi" Ucap Maya pelan.

Kalau biasanya Maya akan langsung tergelak karena candaan Arion dengan muka datarnya, kali ini sedikit senyum saja tak hadir di wajah ayu ibu dua anak itu. Ia harus menganggap bahwa Arion tak mengatakan hal yang sebenarnya ingin Maya dengar sejak dulu.

"Abang serius Mi"

"Mami juga serius Bang"

Tahu Maya sudah tak ingin membahas hal ini lagi, membuat Arion bangkit dan melangkahkan kembali kakinya di depan pintu ugd. Mengunggu kembali dokter yang masih memeriksa keadaan Hawa di dalam.

"Jaga ucapan mu, Bang. Jangan bercanda terlalu kelewat batas" Ucap Adit tiba-tiba mendekat, namun belum sampai Adit meluapkan semua amarahnya, Zainal lebih dulu menyeret dua orang beda generasi itu untuk menjauh dari ugd.

"Apaan sih Nal" Bentak Adit begitu, tangannya di tarik paksa oleh adik iparnya tersebut. Sedangkan respon Arion berbanding terbalik dengan respon sang ayah, ia hanya menatap jalanan di depannya tanpa menghiraukan Adit dan Zainal yang bersiap adu mulut.

"Kalau mau marah disini, bukan di deket Mbak Maya, Mas" Ucap Zainal santai.

Mendengar nama sang istri disebut, tentu mau tak mau Adit membenarkan apa yang Zainal ucapkan. Pilihan untuk tidak membuat Maya melihat pertengkaran suami dan anaknya, merupakan pilihan yang terbaik untuk saat ini. Kepala dan hati Maya tentu sedang menerima beban yang tidak sedikit.

Janji Adit untuk tidak lagi menyakiti hati istrinya, sampai saat ini harus ia jaga. Oleh karena itu, Maya tak harus tahu percakapan setelah ini antara dirinya dan anak laki-laki mereka.

"Jangan bercanda. Papi ingatkan kamu" Ucap Adit penuh penekanan. Lantas setelah itu Adit bersiap untuk beranjak untuk kembali masuk. Baginya pembicaraan nya dengan Arion tak perlu di perpanjang, apalagi hanya untuk mengulang-ulang perkataan yang sama.

Arion tentu paham akan maksud Adit tersebut. Pasalnya sebelum ia mengutarakan ide menikah nya ini pada Maya, Arion lebih dulu mengatakan itu pada sang ayah. Dan sudah bisa di pastikan bahwa ucapan ayahnya itu, tak lain dan tak bukan tentang ide menikah nya yang baru saja ia utarakan pada Maya.

"Abang serius kali ini Pi" Langkah Adit terhenti, tubuhnya kembali berhadapan dengan Arion. Matanya yang menyala merah sudah bisa menunjukkan bagaimana emosinya saat ini

"Enggak!!" Teriak Adit tak lagi memperdulikan sekitar. Tindakan Zainal sudah benar dengan menjauhkan Adit dari para perempuan mereka.

"Papi gak bisa menghalangi niat seseorang untuk menikah" Ujar Arion masih tak mau mengalah.

Adit sedikit mencengkram lengan anak pertamanya itu, sambil berkata "Papi gak akan menghalangi niat mu, kalau niat mu itu baik. Tapi berhubung niat mu menikah hanya untuk kepentingan mu sendiri, jangan harap kamu dapat restu dari Papi" Telinga Arion mendengar dengan seksama kalimat yang Adit ucapkan itu. Kalimat yang syarat akan ancaman tersebut, membuat Arion mengingat bagaimana tabiat buruk Adit saat ayahnya itu marah.

"Beri Alasan Abang, kenapa Papi gak setuju?!"

"Karena kamu sudah berniat untuk mempermainkan perempuan" Lagi, lagi Adit menekankan setiap kata dalam ucapannya. Bahkan secara tak sadar cengkraman nya di lengan Arion mengeras, tentu di sertai tatapan tajam yang langsung menghunus ke dalam manik mata putranya itu.

Mendapat perlakuan seperti itu, Arion pun paham bahwa ayahnya sedang dalam mode bahaya, tak lantas membuat laki-laki itu mundur. Yang ada Arion malah semakin memancing amarah Adit untuk meledak "itu hanya perkiraan Papi, atau mungkin Papi sedang menyamakan aku dengan diri Papi yang dulu?"

Big!

Sebuah bogeman seketika mengenai rahang sebelah kiri Arion. Tubuh gagahnya bahkan mundur beberapa langkah ke belakang akibat serangan tiba-tiba yang Adit lakukan. Seumur hidupnya, baru kali ini Adit memberikan pelajaran padanya dengan pukulan. Sudah bisa di pastikan apabila Maya melihat tingkah suaminya ini, perang dunia sepasang suami istri akan terjadi. Menjadi anak kesayangan Maya, tentu akan membuat sang ibu membelanya daripada Adit.

Namun dari semua itu, ada yang lebih penting. Sisi tak ingin disamakan dengan masa lalu sang ayah dalam diri Arion mencuat. Arion beranggapan dirinya lebih baik dari Adit, yang di masa lalu nya sempat mempermainkan ibu dan maminya secara bersamaan.

"Papi tekankan sekali lagi, jangan membahas ini lagi. Hiduplah seperti ucapanmu dua tahun lalu" Ancam Adit.

"Aku berubah pikiran"

"Kau..." Tangan Adit sudah bertengger cantik di krah kemeja hitam yang anaknya itu pakai. Ingin rasanya memberikan tanda cinta kembali pada wajah mulus Arion. Akan tetapi karena tak ingin menimbulkan kecurigaan Maya, Adit memilih untuk menghempaskan tangannya begitu saja.

Zainal yang sejak tadi hanya mengamati bapak dan anak itu bertengkar, menghela nafas panjang saat tangan sang kakak ipar tak jadi menyentuh keponakan itu. Tujuan nya mengajak Adit dan Arion keluar menjauh dari ugd awalnya hanya untuk agar mereka bisa berbicara baik-baik meski dengan intonasi tinggi. Namun saat sang ponakan mulai mengusik masa lalu kakak iparnya, nafasnya mulai tercekat dan kewaspadaan nya mulai meningkat. Sebagai laki-laki, ia paham bahwa Arion sudah lancang mengetuk bagian sensitif dari masa lalu ayahnya, oleh sebab itu Zainal masih diam saat Adit melayangkan pukulan pada Arion, akan tetapi apabila hal itu berlanjut mau tidak mau ia akan turut melerai keduanya.

"Kita masih bisa bicara baik-baik Mas" Ucap Zainal melerai tatapan tajam yang sedang Adit layangkan pada Arion.

Mendengar perkataan Zainal membuat Adit juga melayangkan tatapan menghunus pada adik iparnya itu "apa yang kamu katakan sama anak ini, hah? Kamu menyuruhnya untuk menikahi wanita, hanya untuk dipermainkan begitu?!"

"Untuk mempermainkan enggak Mas karena aku yakin, tanpa di tanya pun, aku sangsi anak mu bisa memperlakukan istrinya dengan baik. Tapi untuk menyuruh Arion menikah, memang aku lakukan" Adit semakin melotot tajam pada Zainal.

"Gila kamu" Umpat Adit pada Zainal.

"Tapi aku punya alasan Mas"

"Apapun alasan mu, tetep aja kamu mempermainkan perempuan"

"Mas yakin Mbak Maya bener-bener udah nerima anaknya hidup sendiri sampai mati?" Pertanyaan Zainal membungkam Adit "enggak kan? Mbak Maya masih pingin liat Rion menikah kan? Trus perempuan seperti apa yang bisa nge dampingin Rion menurut Mas?" Zainal kembali memberi jeda ucapannya.

Kemudian dengan lembut Zainal menjelaskan maksud tujuannya mendorong Arion untuk menikahi adik dari mendiang suami Hawa itu "Manda perempuan baik-baik, dan kita sepakat untuk itu sejak dulu pertama kali dia menjadi sahabat Hawa, Mas"

"-- dan menurut ku, Manda juga bisa menjadi istri yang baik untuk Arion. Lagi pula Manda belum tentu menerima Arion dengan begitu mudah Mas. Kalaupun Mas yakin Arion memang tidak akan seperti Mas, bukan kah dia perlu diberi panggung untuk membuktikan itu?"

Kali ini Adit dan Arion di buat bungkam dengan ucapan Zainal. Sedikit banyak hati kedua laki-laki itu membenarkan ucapan Zainal, meskipun bagian lain hati mereka memanas akibat ucapan lelaki itu.

Dan siapa sangka Adit memberikan penawaran pada sang anak "Papi bakalan ngasih restu sama kamu, kalau Manda sendiri yang minta untuk menikah dengan kamu"

.
.
.

09012024

Borahe 💙

KARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang