Chapter 61. Tim ku

8 1 0
                                    

"Art, bisakah kita bicara?" Saat Tess bicara, sedikit gemetar seiring suaranya yang mengecil.

"Tentu. Sepertinya ada pihak ketiga yang bekerja disini yang mencoba membuat kita bicara." Aku duduk kembali, bersandar pada lenganku, wajahku meneteskan air segar.

"Tentang c-ciuman - apa kau marah?" Wajah Tess merah padam, menunjukkan betapa gugpnya dibandingkan dengan ekspresi tegasnya.

"Aku tidak marah. Aku terkejut, tapi aku tidak marah." Bohong kalau aku bilang aku tidak memperhatikan Tess yang menunjukkan perasaannya padaku sejak tinggal bersamanya di Elenoir.

Ada keheningan singkat dimana aku tahu Tess sedang menungguku untuk mengatakan sesuatu, hanya saja aku tidak tahu harus berkata apa saat ini.

Jika hal itu sesederhana memilih antara menyukai atau tidak menyukai Tess, tentu saja hal itu lebih condong ke arah Tess, tapi situasinya tidak sehitam dan seputih itu. Meskipun aku tahu bahwa menikah pada usia tiga belas belas atau empat belas tahun bukanlah hal aneh bagi anak-anak, terutama anggota keluarga kerajaan, ada faktor lain yang ikut berperan dalam hal ini: Aku hanya bisa melihat gadis didepanku ini sebagai seorang anak-anak.

Aku menahan keinginan untuk menghela napas dalam-dalam.

Aku mulai mempertanyakan manfaat pengalaman dalam pertarungan dan polotik ketika aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana jika menyangkut seseuatu yang mendasar seperti cinta-atau apapun itu.

"Arthur, apa yang kau pikirkan?" Dia mencondongkan tubuh lebih dekat saat alisnya berkerut lebih dalam. Intensitas tatapannya padaku membuatku tidak nyaman, tetapi ini bukanlah sesuatu yang bisa kukesampingkan terus-menerus.

"Tess, kita sudah saling kenal sejak umur empat tahun. Pertama kali aku melihatmu, kau diculik setelah bertengkar dengan orangtuamu. Hal pertaman yang kau lakukan saat aku menyelamatkanmu adalah menangis sepuasnya. Setelah itu kita berjalan kembali kekerajaan mu, aku cukup beruntung bisa tinggal disana, tempat kakekmu dan bahkan orangtuamu bersikap ramah padaku. Bahkan sekarang, keluargamu dan keluargaku tetap akur sampai pada titik dimana semuanya baik-baik saja. Aneh..." Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum mencoba melanjutkan.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Art?" Tess memasang ekspresi tidak sabar diwajahnya.

"Tess kita masih sangat muda. Maksudku, aku baru berusia dua belas tahun dan kau juga baru saja menginjak usia tiga belas tahun! Aku tahu tidak aneh jika gadis seusiamu menikah karena kau adalah bangsawan, tapi maksudku, aku tidak tidak punya latar belakang itu." Aku menyadari bahwa aku sedikit gagap. 

"Art. Aku cukup mengenalmu dan saat ini, kau hanya membuat alasan. Kau dan aku sama-sama tahu bahwa maksudku bukanlah untuk segera menikah. Aku hanya ingin segalanya maju. Bahkan di Elenoir, kau hanya memperlakukanku seperti anak kecil! Sudah hampir delapan tahun sejak itu. Art... Aku harus banyak belajar tapi aku tidak menganggap diriku anak kecil lagi." Tatapan tegasnya berubah lembut saat dia mati-matian mencoba berunding denganku.

"Itu karena aku sudah mengenalmu sejak kita berdua masih anak-anak sehingga sukit bagiku melihatmu lebih dari itu, setidaknya saat ini, Tess. Bahkan belum terlalu lama kita bertemu setelah sekian lama." Aku bisa merasakan argumenku semakin muncul sebagai alasan remeh, tapi aku tetap pada pendirianku. 

Poni Tess menutupi matanya saat dia menunduk ketanah. Dia tiba-tiba bangkit berdiri, wajahnya merah dan tegang, seolah hampir menangis.

"Jadi, maksudmu kau tidak pernah sekalipun menganggap ku lebih dari sekedar teman masa kecil?" Dia bertanya dengan bibir mengerucut.

Aku mengalihkan pandangan, tidak bisa menatapnya.

Aku tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Tentu saja ada kalanya aku harus bertanya pada diriku sendiri apakah harus membalas perasaan Tess terhadapku saat itu, tapi hati nuraniku dengan tegas menghentikan. Meskipun aku telah menghabiskan dua belas tahun di tubuh ini, bertindak - sebagian besar - seusiaku, aku masih memiliki kenangan akan hampir empat puluh tahun yang kuhabiskan dalam kehidupanku sebelumnya. Dengan kenangan akan anak-anak dipanti asuhan tempat aku tumbuh besar yang selalu memanggilku 'Paman' setiap kali aku datang berkunjung, mau tak mau aku membayangkan Tess sebagai salah satu dari anak-anak itu.

The Beginning After the EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang