"Apa yang salah?" Mica berbisik sambil mencondongkan tubuh dengan kepala dimiringkan ke bawah sehingga hanya bagian bawah wajahnya yang terlihat. "Apakah kau mengenali seseorang?"
Sambil menggelengkan kepala, aku kembali ke mejaku. "Tidak."
Seorang pelayan bar yang berbeda—yang ini kurang penuh kasih sayang—tiba membawa pesanan kami. Dia meletakkan tiga cangkir bir di depan Olfred bersama dengan semangkuk sup berisi sepotong roti yang terendam sembarangan di dalam cairan lengket.
"Tolong bawakan dua mangkuk lagi," kata Olfred sambil menyorongkan cangkir ke seberang meja di hadapanku dan Mica.
"Ada sebuah kios di dekat sini yang menyediakan makanan untuk budak-budakmu," katanya dengan nada tidak suka.
Mengabaikan sikapnya, Olfred hanya mengaduk sup jeruk dengan potongan roti. "Ini merupakan perjalanan yang panjang. Aku akan menyuruh mereka makan di sini malam ini."
Aku tidak repot-repot melihat reaksinya, tapi dia pergi tanpa berkata-kata. Pikiranku terfokus pada cangkir bir dingin yang menggelegak di depanku. Aku menempelkan pinggiran cangkir yang dingin ke bibirku yang kering, menikmati rasa terbakar di kerongkongan saat cairan berkarbonasi mencapai perutku.
Sial, rasanya enak.
Mica hampir menghabiskan seluruh cangkirnya dalam sekali teguk. Tubuhnya menggigil saat dia menghela nafas bahagia. "Bahkan bir murah ini terasa nikmat bagi Mica saat ini."
Sambil tertawa kecil, aku mengangkat cangkirku untuk meneguknya lagi. Namun, dari sudut mata, aku melihat pelayan bar yang sama berbisik pada salah satu pria yang duduk di meja yang sama dengan Sebastian, sambil menunjuk ke arah meja kami.
"Sepertinya kita akan kedatangan tamu," gumamku pada kedua 'Lance' sambil meletakkan minumanku. Sylvie masuk lebih dalam ke dalam jubahku sementara aku menarik tudung sedikit lebih menutupi wajahku untuk berjaga-jaga.
Beberapa saat kemudian, seorang pria bertubuh besar dengan janggut lebat datang ke meja kami dan bersamanya, seorang wanita gemuk pendek yang mengenakan seringai merendahkan dan pakaian yang sama terbukanya dengan, jika tidak lebih dari, para pelayan bar di sini.
Pria berjanggut itu memandangku dan Mica dengan alis terangkat dan tatapan penuh harap. Aku bangkit tanpa sepatah kata pun, menarik Mica dari tempat duduknya juga, dan berdiri di belakang Olfred.
Wanita itu, melihat dua cangkir yang setengah kosong, mendengus. "Kau seharusnya tidak memanjakan budakmu seperti ini. Itu membuat mereka berpikir mereka bisa bertindak."
"Bagaimana aku memperlakukan budakku bukanlah urusanmu," jawab Olfred singkat, memasukkan sepotong roti lagi ke balik topengnya. "Sekarang apa yang bisa aku lakukan untuk kalian berdua? Ku harap kalian bisa membuat semuanya tetap ringkas."
"Ringkas?" pria itu mengejek. Sandaran kayu itu mengerang sebagai protes ketika dia bersandar di kursi tapi terus bertahan. "Kata yang indah untuk di sampaikan. Kau harus berhati-hati di sekitar wilayah ini, terutama jika kau bepergian dari Selatan."
Aku bisa melihat keduanya mencoba menilai Olfred. Mica bisa saja menyamar sebagai anak manusia tapi aku khawatir mereka akan menyadari kalau Olfred bukanlah manusia.
"Terima kasih atas sarannya," jawab Olfred sambil terus menatap mereka berdua.
"Kami ingin memberikan sambutan hangat pada mu," kata wanita itu sambil bersandar ke depan dengan sikunya.
"Kami dengan ramah datang kemari setelah melihat caramu memperlakukan budakmu," lanjut rekannya, sambil menatap tajam ke arah Mica dan aku. "Kami memiliki banyak sekali budak untuk dijual yang menurut ku akan membuatu tertarik."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning After the End
FantasyKing Grey memiliki kekuatan, kekayaan, dan pamor yang tak tertandingi di dunia yang dikuasai oleh kemampuan bela diri. Namun, kesepian berada di belakang mereka yang memiliki kekuatan besar. Di bawah eksterior glamor dari seorang raja yang kuat, ber...