Bu Melody

547 93 16
                                    

Selepas dari kelas Zean, Freya memutuskan untuk kembali ke Habitatnya yakni XII IPA 4. Beberapa pasang mata memperhatikannya dengan berbagai macam tatapan. Freya tidak peduli. Menurutnya, makhluk-makhluk yang suka menggunjing dirinya di belakang itu sangat tidak berguna. Mungkin mereka iri karena Freya dikelilingi oleh orang-orang yang mereka segani.

"Heh, lo!"

Itu Kathrina, siswi paling sok berkuasa di sekolah mereka. Gadis itu datang menghampiri Freya bersama satu temannya. Bukan. Lebih tepatnya babu.

Freya memutar bola matanya malas. Harusnya ia tadi tidak pergi dari kantin. "Jangan halangin jalan gue. Gue males liat lo, bikin mual."

Kathrina membulatkan mata. Freya adalah musuh terbesarnya di sekolah. Ia tidak menyukai gadis itu karena selalu diprioritaskan oleh Zean yang merupakan sosok cowok yang paling digandrungi satu sekolahan.

"Nggak usah belagu lo, otak minim!" ejek Kathrina seraya mendorong dada Freya dengan jari telunjuknya.

"Yang penting gue kaya, jadi masih ada yang gue banggain. Gue punya Zean, gue punya Sannoh yang selalu jagain gue. Daripada lo? Otak juga pas-pasan, cuma punya satu babu doang. Berharap mau lebihin gue? Mimpi lo!" balas Freya dengan sarkas.

Kathrina mengepalkan kedua tangannya erat. la menatap Freya nyalang dengan gigi bergemelutuk menahan amarah. "BANYAK OMONG LO!"

Kathtrina hendak melayangkan tamparan, tapi dengan cepat, Freya mencekal tangan gadis itu.

"Lo mau nampar gue?" Freya berdecak pelan. "Gue yang bakalan nampar lo duluan!"

PLAK!

Tamparan keras berhasil mendarat mulus di pipi Kathtrina. Gadis berambut sebahu itu memegang pipi kanannya yang terasa panas dan perih. Kedua matanya berkaca-kaca, menatap penuh benci ke arah Freya. "Kath, lo nggak apa-apa?" tanya Jesslyn pada Kathrina.

Tanpa diduga, Kathrina justru menangis sekencang-kencangnya hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian. Beberapa murid pun langsung mengerumuni ketiga gadis SMA itu.

"Dasar tukang drama. Udah tau gampang nangis, sok-sokan mau lawan gue. Tendang pala lo mampus!" Freya bersedekap dada, menatap remeh ke arah Kathtrina.

"Anjir, tuh cewek. Udah tau salah, malah kagak minta maaf."

"Freya, kan, emang gitu orangnya, pengin menang sendiri."

"Jangan kenceng-kenceng, pawangnya banyak."

Bohong jika Freya tidak mendengar cibiran-cibiran itu. Tenang saja, itu tidak akan berpengaruh terhadap mentalnya.

"Kalau lo nggak mau gue hajar, jangan ngusik gue lagi. Paham lo?!" Setelah mengatakan itu, Freya pergi dari kerumunan dengan wajah sangarnya Tapi sialnya, langkahnya dihadang oleh Bu Melody. Sepertinya guru itu melihat aksi Freya tadi.

"Ikut ke ruangan saya sekarang juga!" titah Bu Melody yang mau tidak mau harus Freya turuti.

***

Suasana mencekam yang terjadi di ruangan Bu Melody tidak membuat Freya gentar. Bahkan sekarang, gadis itu menyenderkan punggungnya di kursi dengan santai. Raut wajahnya datar, menatap tak minat ke arah guru Bahasa Indonesia itu.

"Kamu ini selalu saja berbuat onar. Bisa nggak, sehari saja jadi murid yang patuh dengan peraturan sekolah? Kamu ini perempuan loh, perempuan," ujar Bu Melody. Memulai ceramahnya.

"Saya nggak bakalan diem aja kalau diganggu, Bu," balas Freya melakukan pembelaan.

"Diganggu apanya? Ibu bisa lihat sendiri kalau kamu yang nampar Kathrina duluan," bantah Bu Melody.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang