Christian melempar snack ke arah Aldo yang langsung sigap ditangkap cowok itu. Mereka kini tengah duduk santai didepan rumah Zean yang kosong. Entah sudah minggu ke berapa rumah itu tidak ada penghuninya. Jangan ditanya lagi betapa rindunya mereka pada wakil Sannoh itu.
"Bosen nggak ada Zean. Biasanya dia bucin banget sama Freya." celetuk Ollan tanpa sadar. Perkataannya itu langsung mendapatkan pelototan dari kembarannya. Ollan meringis pelan, ia menatap Freya yang berdiri di depan pintu pagar. Seolah-olah tengah menanti kedatangan Zean yang entah kapan tibanya.
"Pelan-pelan ngomongnya. Bego. Nanti Freya denger," ujar Baran memperingati.
"Kira-kira kondisinya sekarang gimana, ya? Jujur gue khawatir banget. Kenapa Om Sean sama Tante Gracia nggak kasih kabar dulu?" Aldo menghela napas berat.
"Mereka mau jauhin Zean dari kita. Orang tua mana, sih, yang mau anaknya dalam kondisi bahaya? Mereka pengin Zean sembuh dulu," ujar Christian.
"Gue kasihan sama Freya. Dia kayak nggak punya semangat hidup lagi." Ollan memandang sendu ke arah Freya.
"Wajar aja. Mereka berdua udah sama-sama dari kecil. Dipindahin kayak gini pasti berat banget buat mereka," timpal Baran.
"Mereka aja beda, yakin masih mau bersama?" Oniel mengangkat sebelah alisnya.
"Itu yang berat." Christian mengembuskan napas berat. Mereka mendadak terdiam dengan pikiran masing-masing.
AYO KE RUMAH SAKIT SEKARANG! TANTE GRACIA BARUSAN TELEPON!" teriak Freya kencang dengan binar mata yang terlihat kentara.
***
Freya digandeng oleh Chika dan Aran menuju ke ruang rawat Zean yang Gracia kirimkan informasinya melalui pesan. Lima inti Sannoh senantiasa mengikuti mereka bertiga dari belakang.
Jantung Freya berdebar dengan kencang. Tangannya terasa begitu dingin saking gugupnya. Tadi, secara tiba-tiba Gracia menghubungi dirinya dan memberi tahu letak keberadaan Zean.
"Kamu oke, kan?" tanya Chika pada Freya. la khawatir pada gadis itu karena wajahnya terlihat begitu pucat tetapi dipaksakan untuk terlihat baik-baik saja. Freya tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi-gigi putihnya yang rapi. "Eya seneng mau ketemu Zee."
Tidak berselang lama kemudian, mereka semua sampai di depan ruang rawat milik Zean. Aran dengan cepat membuka pintu itu hingga terbuka lebar.
Freya langsung merasa lemas saat itu juga setelah melihat sosok Zean yang duduk bersandar di atas brankar. Keduanya saling tatap dalam waktu yang lumayan lama. Seolah menyiratkan kerinduan yang begitu dalam di benak mereka.
Dengan langkah pelan, Freya berjalan menghampiri kekasihnya yang sama pucatnya dengannya. Tangan Freya yang gemetar hebat itu terangkat untuk memegang wajah Zean.
"I-ini... beneran Zee, kan?" tanya Freya masih tidak menyangka. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca dengan dada yang terasa begitu sesak.
Zean tersenyum haru. la membuka tangannya selebar mungkin. membiarkan Freya masuk ke dalam pelukan hangatnya. la mendekap erat gadisnya yang sudah dirinya rindukan selama beberapa minggu ini. Zean tidak henti-hentinya mengecup puncak kepala Freya saking senangnya.
Tingkah keduanya tentu tidak luput dari perhatian orang tua dan sahabat-sahabat mereka semua. Seolah terbawa suasana, mereka ikut merasakan haru.
"Eya baik-baik aja, kan? Nggak ada yang luka, kan?" Zean memandang tubuh Fraya dari atas sampai bawah untuk memastikan..
Freya mengangguk pelan. "Eya kangen sama Zee...." Zean tersenyum. la menangkup wajah Freya yang memerah. "Eya kurusan, pasti sering mogok makan."
Freya mencebikkan bibirnya kesal. "Eya pusing mikirin Zee, tau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Romance[Completed ✓] Cinta menyatukan kita yang tak sama aku yang mengadah dan tangan yang kau genggam Berjalan salah,Berhenti pun tak mudah Apakah kita salah!!! "Seamin tak seiman"