"MARSHA!"
Panggilan itu membuat Marsha menghentikan langkahnya. Gadis itu membalikkan tubuhnya ke belakang dan menatap bingung Zean yang tengah berlari ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Marsha setelah cowok itu sampai di sampingnya. Tidak ingin berlama-lama, Zean segera mengambil sebuah kunci di sakunya. "Titipan dari Bu Melody. Beliau ada urusan dan nyuruh gue kasih kunci rumah ini ke lo."
Marsha membulatkan mulutnya paham, la menerima uluran kunci rumah miliknya itu dari Zean. "Makasih, Zen."
Zean mengangguk sebagai jawaban. Tatapan matanya mengarah pada serangkai mawar yang diberi pita kecil di tangan Marsha. "Buat siapa?"
Karena merasa malu. Marsha pun menyembunyikan mawar itu di belakang punggungnya. Gadis itu tersenyum canggung "B-bukan buat siapa-siapa." balasnya terdengar gugup
Zean tertawa pelan karena mengingat sesuatu. "Jadi, lo yang suka naruh bunga mawar di lokernya Oniel?"
"ZEAN!" teriak Marsha refleks, la benar-benar malu sekarang ini. Dirinya yakin kalau kedua pipinya sudah memerah seperti tomat.
Zean menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan gadis itu. "Jujur aja. Sha. Lo udah gue anggep kayak saudara gue sendiri."
Marsha mencebikkan bibirnya. "Awas kalau lo ngadu sama dia." Lagi-lagi Zean tertawa. "Rahasia lo aman sama gue. Jadi.... sejak kapan?"
Marsha menundukkan kepalanya malu. "Sejak kelas sepuluh" Zean membulatkan mulutnya agak kaget.
"Lama juga, ya."
"Mau gimana lagi? Oniel aja nyeremin. Bisa-bisa gue dimakan kalau nggak diam-diam kayak gini," balas Marsha sedikit ngenes,Zean menepuk pundak gadis itu pelan.
"Kita nggak bisa nebak perasaan dia. Semoga berhasil. Gue pulang dulu, ya. Mau ketemu bayi gue."
Setelah mengatakan itu, Zean buru-buru pergi dari hadapan Marsha. Dengan sorot meneduhkan, Marsha menatap kepergian cowok itu. "Harusnya. Freya ngerasa beruntung punya cowok kayak Areksa. Andai Oniel bisa kayak dia."
***
"Mau ngapain kamu? Pulang sana!" sentak Aran, menatap penuh amarah kepada Zean.
"Bentar aja, Om. Cuma mau mastiin keadaan Freya baik-baik aja atau nggak," pinta Zean yang sejak tadi berdiri di depan rumah Freya.
"Tidak bisa! Freya harus dikurung biar nggak bergaul sama kamu!" balas Aran masih tetap pada pendiriannya.
Zean menghela napas berat. Orang tua yang satu ini memang paling keras kepala. "Lima menit."
"Saya bilang tidak, ya, tidak! Ngeyel saja kamu!" balas Aran.
Kedua bahu Zean merosot lemas. Mau usaha seperti apa pun, jika Aran masih seperti itu, maka percuma saja. la memutuskan untuk kembali ke rumah. Jujur, ia merasa rindu dengan Freya.
Ponsel milik gadis itu juga sepertinya disita oleh Aran,membuat Zean tidak bisa menghubunginya. Dengan langkah lunglai, Zean kembali ke norumahnya.
"Aku kangen sama kamu, Ya," gumam Zean.
***
Freya memijat keningnya pelan. Kepalanya benar-benar mau meledak untuk sekarang. Tingkahnya itu tidak luput dari perhatian Flora yang duduk di sampingnya. Keduanya kini berada di ruang tamu karena Aran menyuruh mereka untuk belajar bersama.
"Fre, kalau kamu pusing, mending berhenti aja," ujar Flora dengan lembut. Wajah gadis itu terlihat khawatir.
"Lo suka kalau gue dimarahin sama Papa?" sarkas Freya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seamin Tak Seiman
Lãng mạn[Completed ✓] Cinta menyatukan kita yang tak sama aku yang mengadah dan tangan yang kau genggam Berjalan salah,Berhenti pun tak mudah Apakah kita salah!!! "Seamin tak seiman"