Queen?

580 88 8
                                    

Zean berdiri di depan barisan para murid yang melanggar aturan. la tidak akan pandang bulu untuk menghukum siapa pun yang berbuat tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Sekali pun itu para sahabatnya sendiri seperti sekarang ini.

Terik matahari yang menyengat panas itu membuat Ollan dan yang lainnya kecuali Christian dan Oniel tidak berhenti mengeluh.

"Zen, masa lo tega mau bakar kita kayak gini?" tanya Ollan dengan wajah memelas.

"Udah satu jam kita kayak gini. Ayolah, Zen, udahan," timpal Aldo ikut ikutan memohon.

"Kita salah, jadi wajar kalau dihukum. Lo nggak mau dihukum? Ya udah. jangan buat kesalahan." balas Christian dengan wajah tenangnya.

"Dengerin, tuh," balas Zean yang berdiri di bawah naungan pohon cemara, la menatap jam yang melingkar di tangannya. Harusnya, masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi agar para sahabatnya itu bisa kembali ke kelas. Namun, karena dirinya sedang baik hati, Zean memutuskan untuk menyudahi.

"Udah, masuk sana. Jangan pernah coba-coba bolos lagi," kata Zean dengan tatapan tajam.

"Nggak janji. Zen. Kita manusia, wajar kalau suka berdusta," jawab Baran yang langsung dihadiahi jitakan oleh Aldo.

"Emang bener kata Baran. Nggak usah munafik lo. Do!" balas Ollan membela Baran.

Aldo melirik sinis ke arah buaya berwujud manusia itu. "Baaacooodddd." la membentuk pelangi dengan tangannya.

Christian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Yok, cabut!"

Ketua dari Sannoh itu melangkah pergi dari lapangan, disusul yang lain- nya di belakang. Zean menatap kepergian mereka dengan raut wajah lega. Bebannya sudah berkurang satu. Kini ia harus kembali ke ruang OSIS untuk rapat.

Kaki-kaki jenjang Zean melangkah ke luar lapangan. la berjalan di koridor sebelum akhirnya berhenti di depan lift dan menunggu pintunya terbuka untuk menuju ke lantai tiga, lantai ruang OSIS berada. Sekolah para sultan seperti SMA Senandika, mustahil jika tidak memiliki lift.

Sesampainya di ruangan OSIS, Zean langsung disambut oleh rekan-rekan satu organisasinya. Marsha tersenyum lega menatap Zean. Gadis itu cukup pusing karena Zean belum juga datang, hingga membuat dirinya harus menghandle beberapa urusan. Hari ini mereka akan mengadakan rapat untuk pemilihan sekretaris OSIS yang baru.

***

Freya menatap lesu ke arah Zean yang tengah sibuk dengan kegiatannya. Melihat Marsha yang selalu saja di sampingnya itu membuat Freya ingin mencabik-cabik wajah gadis itu. Meskipun Marsha tidak macam-macam, tetap aja mampu membuatnya merasa kesal. Freya tidak suka ada perempuan lain di sekitar Zean.

"NYEBELIN! ISH!" Freya menghentakkan kakinya kesal.

Bibirnya mengerucur dengan pipi menggembung lucu. Demi Bobo yang gantengnya mirip Zean, Freya benar-benar ingin menendang orang sekarang juga.

"Ngapain lo?"

Suara berat itu membuat Freya menoleh ke sumbernya. Rupanya pemili suara itu adalah Niki. Entah sejak kapan cowok bermulut pedas itu berada di sampingnya.

"Apa lo?!" sentak Freya dengan wajah garangnya.

Niki mendelikkan matanya. "Suara lo jelek. Bikin gendang telinga gue sakit."

"Lo tau, kan, kalau cewek lagi kesel bisa berubah jadi macan dadakan?" balas Freya dengan pelototan matanya.

Niki menatap gadis itu dari atas sampai bawah. "Gue rasa lo lebih pantes jadi gorila daripada macan."

"MAU GUE SANTET?!" teriak Freya dengan kencangnya, membuat Niki langsung menutup telinganya dengan kedua tangannya.

Tidak ingin banyak bicara, cowok itu langsung menarik tangan Freya untuk ikut bersamanya. Beberapa kali Freya memberontak meminta untuk dilepaskan. Tetapi Seano justru semakin gencar menarik tangan Freya. Sampai akhirnya keduanya tiba di parkiran motor.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang