Cemburu

672 97 8
                                    

Freya berjalan menuju ruangan Bu Melody dengan langkah pelan. Sebenarnya ia sangat malas bertemu guru yang satu itu. Pasti Bu Kaina akan sering mengadu kepada orang tuanya tentang sikapnya di sekolah.

Tok tok tok.

"Masuk," ujar Bu Melody dari dalam ruangannya.

Freya membuka pintu di depannya. Tangannya memegang seratus lembar surat permohonan maaf yang guru itu perintahkan. "Saya mau kasih ini, Bu," ujar Freya tanpa basa-basi.

Bu Melody melepas kacamata yang bertengger di hidungnya. la menatap Freya, kemudian beralih menatap kertas-kertas yang gadis itu bawa.

"Kamu yang mengerjakannya sendiri?" tanya Bu Melody dengan sorot mata mengintimidasi.

"Iya, saya sendiri," balas Freya ogah-ogahan.

Bu Melody mengambil surat permohonan maaf itu dari tangan Freya la membandingkannya satu sama lain dan memeriksanya apakah sudah benar atau belum. "Lain kali jangan mengulanginya lagi. Saya akan berikan hukuman yang lebih berat kalau kamu berulah lagi, Freya."

"Iya," balas Freya singkat.

"Kamu boleh pergi," titah Bu Melody.

"Saya permisi." Freya menundukkan tubuhnya kemudian berlalu dari hadapan Bu Melody.

Dengan langkah lunglai, gadis itu kembali menuju kelasnya berada Letak kelasnya dengan ruangan Bu Melody lumayan jauh, membuatnya harus menempuh jarak melelahkan.

Mata Freya meliar memandang sekitar. Keningnya mengerut saat melihat dua orang yang begitu ia kenali tengah berpelukan. Jaraknya dengan mereka lumayan dekat, membuat Freya tahu dengan siapa Zean berpelukan. Itu Marsha. Gadis yang selalu bersama Zean ketika berada di sekolah.

Kedua tangan Freya terkepal. Ini yang dirinya takutkan. Zeannya tidak boleh dimiliki seseorang selain dirinya sendiri. Dengan langkah cepatnya, Freya berjalan menghampiri Zean dan Marsha yang masih berpelukan di depan ruang OSIS. Wajah gadis itu merah padam menahan amarahnya.

Tanpa aba-aba, Freya langsung menarik pundak Marsha hingga pelukan Keduanya terlepas. Zean dan Marsha sama-sama kaget dengan kehadiran Freya yang secara tiba-tiba.

Freya langsung meninju rahang Marsha lumayan keras.

Bugh.

Zean membulatkan matanya tak percaya. Akibat pukulan dari Freya. Marsha terjatuh ke atas lantai sambil tangannya memegangi pipi.

"LO JANGAN MACEM-MACEM SAMA GUE, YA, CEWEK GATEL!" peringat Freya menatap penuh dendam ke arah Marsha.

"YA!" sentak Zean. la merasa kalau Freya sudah keterlaluan. Cowok itu berjongkok untuk melihat luka memar di pipi Marsha. Lumayan parah dan pastinya akan membiru.

Freya menatap Zean tidak percaya. Karena tidak ingin membuat keributan lagi, Freya segera pergi dari sana dengan perasaan campur aduk. la benar-benar merasa kesal kepada cowok itu.

"Sha? Ayo, gue antar ke UKS," tawar Zean dengan raut wajah panik. la benar-benar bingung harus berbuat apa.

Marsha menggelengkan kepalanya. "Gue nggak apa-apa, Zen. Lo kejar Freya aja."

"Nggak apa-apa gimana? Pipi lo memar," bantah Zean. Marsha meringis pelan. "Lo kejar llona sekarang. Gue nggak mau dia salah paham."

"Tapi, lo-"

"Jangan peduliin gue. Cepat kejar Freya sekarang. Gue nggak mau hubungan kalian rusak cuma karena salah paham, Zen," pinta Marsha yang matanya mulai berkaca-kaca.

Zean mengangguk. Cowok itu berdiri dan berlari mengejar Freya yang jaraknya sudah lumayan jauh.

"FREYA!" panggil Zean kencang. la yakin kalau beberapa kelas dilewatinya pasti mendengar teriakannya. Namun, Zean tidak peduli dengan itu.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang