Orang Tua Freya

595 97 1
                                    

Freya membuang pandangannya ke arah lain saat Flora dan kedua orang Tuanya datang. Ini adalah hari ketiga ia dirawat, tetapi mereka baru mengunjunginya. Setidak penting itukah Freya sampai kedua orang tuanya tidak khawatir sedikit pun?

"Hai, Fre. Maaf aku sama Mama Papa baru jenguk kamu." ujar Flora dengan sorot mata bersalah. la hendak menyentuh Freya, tapi saudara angkatnya itu dengan cepat menepisnya.

Melihat tingkah kasar Freya tentu membuat Chika menatap anaknya itu dengan kesal. "Jaga sikap kamu, Freya. Mama nggak pernah ngajarin kamu buat kasar sama Flora!" katanya dengan nada sedikit meninggi.

Flora menyentuh tangan Chika dengan lembut. "Ma, Freya lagi sakit. Mama jangan gitu sama dia."

Chika menarik napas panjang untuk menetralkan emosinya.

"Ini akibatnya kalau kamu nggak dengerin omongan Papa, Freya. Kalau aja kamu nggak ikut-ikutan geng sialan itu, pasti kamu nggak akan kayak gini. Mereka cuma pembawa sial dan kerusakan buat kamu," ujar Aran menasihati Ilona.

"Kerusakan Papa bilang? Justru kalian yang bikin kebahagiaan Freya rusak!" balas Freya tidak terima.

Aran berdecak pelan. "Mereka itu bahaya. Musuh kalian pasti ada di mana-mana. Kalau kamu masih tetep sama mereka, itu sama aja kamu masuk ke kandang buaya."

Freya berdecih pelan. la menertawakan ucapan papanya. "Papa tau apa hah tentang mereka?" la menatap kedua orang tuanya itu dengan acuh.

"Jangankan mereka, sama anaknya sendiri aja nggak paham." lanjut Freya.

"Freya, cukup. Hentikan sikap kurang ajarmu itu. Kami ini orang tuamu. Kenapa kamu nggak pernah bersikap sopan sama kami?" balas Chika menggebu-gebu.

Bola mata Freya menatap ke atas seperti sedang berpikir. "Freya beneran anak kalian apa bukan, ya?"

"FREYA!" sentak Aran kelepasan. Mendengar sentakan dari Aran justru membuat Freya tertawa. "Bercanda kali. Serius amat, Om."

"Kurang ajar kamu! Om kamu bilang? Otak kamu di mana, Freya?" tanya Chika.

"Ma, udah. Freya jadi tambah sakit kalau kalian kayak gini," ujar Flora mencoba menenangkan Chika.

"Hch, Anak Pungut. Nggak usah sok kasihan sama gue. Nggak sudi!" kata Freya.

"Memang kurang ajar kamu!" Aran hendak melayangkan tamparan pada anaknya itu, tetapi seseorang terlebih dahulu mencekal tangannya. Pria itu menoleh ke samping. Ternyata Zean yang melakukan itu.

"Nggak sekalian Om bunuh Freya aja?" Zean menghempaskan tangan Aran dengan kasar. la benar-benar sudah kehilangan akal untuk menghadapi pria yang satu itu. "Om lihat nggak kalau dia lagi sakit? Pernah nggak Om tanyain kabar dia sekali aja? Pernah nggak?"

Aran terdiam dengan tangan terkepal. Kedua matanya menatap nyalang ke arah Zean.

"Kalau emang Om nggak bisa jagain Freya, tolong jangan main tangan sama dia. Freya anak Om sendiri. Dia butuh kasih sayang dan perhatian dari kalian berdua. Pernah nggak Om mikirin perasaan Freya?"

Aran dan Chika sama-sama diam. Begitu juga dengan Flora yang kini menundukkan kepalanya.

"Percuma Om sama Tante dateng ke sini kalau cuma bikin mental Freya semakin tertekan. Kalau Om sama Tante nggak bisa jagain dia, biar saya aja," lanjut Zean. Tangan cowok itu menunjuk ke arah pintu ruang rawat Freya yang terbuka.

"Pintu keluar ada di sana. Mending kalian bertiga keluar daripada saya makin muak sama kalian semua," titah Zean tanpa ingin dibantah.

Aran membuang pandangannya ke samping. la tidak sudi diusir oleh remaja seperti Zean. Anak itu sama kurang ajarnya dengan Freya. Begitu yang ada di pikirannya.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang