Sendirian

492 89 6
                                    

Bugh

Oniel mencengkeram erat kerah seragam milik Zean, Cowok yang seragamnya sudah berantakan itu menatap nyalang ke arah Zean yang sudah ia pukuli.

"Ini yang nggak gue suka kalau kalian pacaran!" ujar Oniel. Urat lehernya terlihat menonjol. Pembawaannya yang terbiasa tenang, kini tak lagi berlaku. Oniel yang sekarang terlihat benar-benar berbeda. "Lo sendiri yang janji nggak bakalan nyakitin Freya! Sekarang mana? Memori ingatan lo udah rusak?!"

Oniel mendorong Zean hingga membentur dinding sekolah. Keduanya kini berada di taman belakang tanpa sepengetahuan orang lain. Zean sama sekali tidak melawan dan membiarkan Oniel dengan bebas memukul wajah dan tubuhnya. Bahkan tatapan mata Zean terlihat kosong dan tidak peduli.

"Selama ini gue emang diem aja. Tapi, kali ini gue nggak bisa. Lo perlu dikasih pelajaran. Zen." geram Oniel. Cowok itu kembali memberi pukulan di rahang Zean. Beberapa kali sahabatnya itu memuntahkan darah, tetapi Oniel sama sekali tidak peduli.

Seragam putih milik Zean yang semula bersih dan rapi kini terlihat lusuh dengan bercak darah di berbagai bagian.
Tidak sampai di situ, Oniel membuat Zean terlentang di atas tanah. kemudian meninju wajah cowok itu dengan bebas. Lagi-lagi Zean tidak mengelak.

"Bunuh gue sekalian kalau lo mau." Zean menyunggingkan senyum miring. Cowok itu mengusap ujung bibirnya yang berdarah.

Oniel membalasnya dengan kekehan ringan. Cowok itu berdiri sempurna. "Sayangnya nggak semudah itu. Lo bakalan nyesel. Zen. Gue yakin itu."

Oniel menepukkan kedua tangannya. Seolah-olah tengah menghapus debu yang menempel di sana. Tanpa membantu Zean terlebih dahulu.ia segera pergi dari sana.

Zean mengulas senyum tipis. Cowok itu memejamkan matanya, menikmati rasa nyeri di sekujur tubuhnya. Kepalanya terasa pusing dan telinganya pengang. Oniel memang tidak pernah main-main dengan pukulannya.

***

"Zee...., maafin Eya...."

Freya memandang sendu ke arah room chat-nya dengan Zean. Cowok itu memblokir nomornya. Sebegitu tidak ingin diganggu Zean sampai- sampai nomornya diblokir? Padahal Freya sudah diam-diam mengambil ponsel di ruangan kerja Aran.

Zean benar-benar menepati ucapannya di taman belakang sekolah tadi. Gadis itu berdiri dari duduknya. la dikunci di kamar oleh papanya, tapi niatnya ke rumah Zean mendorongnya untuk pergi secara diam-diam. Jadi, Freya memutuskan untuk keluar melalui balkon kamar.

Sebuah tangga yang biasa Zean gunakan untuk naik ke atas kamarnya masih berada di sana. Freya merasa sedikit beruntung karena setidaknya, ia bisa keluar dari kamar tanpa sepengetahuan Aran. Dengan cepat gadis itu menuruni tangga yang menjulang dari tanah hingga balkon kamarnya.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Freya sampai di bawah. Gadis itu menoleh ke samping kiri dan kanan untuk memastikan ada yang melihatnya atau tidak. Setelah dirasa aman, Freya segera berlari menuju rumah Zean yang berada di seberang.

Keningnya sedikit mengernyit saat merasa kalau rumah cowok itu terlihat begitu sepi. Mungkin Gracia dan Sean juga Adelio sedang tidak berada dirumah.

Tok tok tok.

Freya mengetuk pintu utama milik Zean. la berharap cowok itu mau membukakan pintu untuknya.

"ZEE!" teriak Freya. Tidak ingin menyerah, gadis itu pun mengetuk pintu rumah Zean beberapa kali.

"ZEE, BUKAIN PINTUNYA!"

Cukup lama Freya menunggu, tetapi Zean tidak kunjung membukakan pintu. la yakin cowok itu ada di dalam karena motornya terparkir di halaman rumah.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang