Hukuman dan Rumah Vion

877 89 0
                                    

"Buka buku paket kalian halaman seratus dua puluh. Kerjakan tugas yang ada di sana. Saya tunggu lima belas menit dari sekarang," ujar Bu Melody- guru Bahasa Indonesia SMA Senandika sekaligus wali kelas XII IPA 4.

"Bu!" Freya mengangkat tangan kanannya ke atas. Gadis itu langsung menjadi pusat perhatian teman sekelasnya.

"Ya, Freya?" tanya Bu Melody sembari menaikkan sebelah alisnya.

Freya berdiri dari duduknya. "Saya keberatan dengan tugas yang Ibu berikan."

Bu Melody mengerutkan kening. "Kamu jangan jadi siswi pembangkang, Freya. Kerjakan cepat, tidak ada bantahan!".

"Bagaimana saya mau mengerjakannya kalau saya tidak paham materinya, Bu? Saya ingat kapan terakhir Ibu menerangkan materi kepada kami semua. Kalau seperti ini caranya, kami tidak akan paham dengan materi pembelajaran. Saya, sih, nggak masalah, teman-teman saya yang ambis sama nilai pasti keberatan," balas Freya begitu lantang.

Teman-teman Freya saling pandang satu sama lain. Mereka semua berbisik-bisik, membenarkan ucapan Freya kepada Bu Melody.

"Freya! Tidak sopan kamu!" Bu Kaina berdiri dengan raut wajah merah padam. "Sejak kapan seorang murid mengatur guru?! Beginikah yang orang tuamu ajarkan?!"

Freya tertawa remeh. "Saya sebagai murid juga berhak menyuarakan keluhan. Selama ini, kami tidak pernah mendapatkan penjelasan materi, Ibu beberapa kali masuk ke kelas hanya memberikan tugas lalu bermain HP."

Bu Melody diam di tempat. Ia merasa dipermalukan oleh anak didiknya sendiri. Seumur hidupnya, hanya Freya-lah yang berani menentang.

"Gimana, Bu? Saya benar, kan?" tanya Freya dengan senyum miring di bibirnya.

"Hormat bendera sekarang juga, Freya! Jangan kembali ke kelas sebelum jam istirahat!" perintah Bu Melody tidak ingin diganggu gugat.

Christy yang berada di samping Freya itu hanya bisa diam. la murid baru di
sini, jadi belum paham betul dengan kondisi sekitar.

"Baik. Saya akan keluar, tapi Ibu harus janji untuk menerangkan materi pembelajaran kepada teman-teman saya," final Freya. Tanpa menunggu balasan dari Bu Melody, Freya segera pergi dari kelasnya menuju ke lapangan.

Teman-teman sekelas Freya pun tersenyum haru. Gadis itu sebenarnya peduli dengan sekitarnya.

***

Sinar matahari yang menyengat sama sekali tidak membuat Freya mengeluh. Dua jam lamanya ia bertahan pada posisinya sekarang. Ia tidak juga menurunkan tangannya yang sudah mati rasa. Freya sudah biasa dihukum seperti ini.

"Lumayan, itung-itung berjemur. Biar agak item dikit kulit gue," oceh Freya, lalu terkiki geli.

"Woy! Awas, woy!"

Bugh!

Sebuah bola basket menghantam keras kepala Freya. Ia menatap bola basket yang menggelinding tidak jauh dari posisinya. Kedua tangannya terkepal erat merasakan nyeri di kepalanya, lalu mengambil bola itu dengan wajah kesal.

"Siapa yang lempar bola ini?!" Freya menatap satu per satu wajah siswi yang sedang berolahraga di lapangan. Pandangannya berhenti pada seorang siswi yang terlihat menahan tawa.

"Bugh!

Murid-murid yang sedang berada di lapangan terperanjat melihat apa yang dilakukan oleh Freya.

"Raisha!" pekik beberapa teman Raisha-siswi yang kepalanya dilempar bola.

"Apa-apaan kamu, Freya?!" teriak Pak Kinal-guru olahraga yang melihat aksi Ilona.

Bukannya takut, Freya justru menyahut lantang. "Saya tau kalau dia sengaja, Pak."

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang