12. Suatu tempat

62 7 0
                                    

Assalamualaikum, halo, ketemu lagi dengan Babang di chapter dua belas. ☺️

Jangan lupa selalu berikan vote, komen serta follow kalian ya. 🤗

Babang akan update chapter selanjutnya dalam waktu dekat. Tetap semangat membaca cerita absurd ini juga menjalani hidup ini dan tersenyum walaupun hari ini tidak berpihak padamu. 💪

Oke segitu aja bacotnya, nanti kalian bosen duluan. 😅








Selamat membaca






"Akhh, Mah, sakit. Pelan-pelan dong, Mah."

"Ahhh, Mahhh."

Rintihan demi rintihan Badsha terus terdengar saat sang mama mengobati lukanya dengan tak ada belas kasihannya.

"Makanya udah tau sakit, tadi sok-sokan bilang gak sakit, gak apa-apa segala!" berang Quinnsha menekan-nekan luka kening Badsha.

"CK, iya-iya sakit ini mah. Tadi adek bilang gitu 'kan biar mama gak khawatir sama adek." Badsha mengakui kalau lukanya sakit disertai rintihan yang ke luar dari mulutnya.

"Lagian ini kenapa coba? kok bisa luka gini? bertengkar lagi?" tanya Quinnsha mengganti kapas yang digunakan untuk mengobati luka Badsha.

"Dibilang berantem, iya. Dibilang gak, juga iya sih, Mah," balas Badsha memukul-mukul dagunya sembari berpikir.

"Yang benar jawabnya!" geram Quinnsha mendorong kepala Badsha kebelakang.

"Iya loh, Mah. Jadi gini." Badsha menggantungkan ucapannya beberapa detik, "nah gitu ceritanya, Mah," sambungnya, namun justru mendapatkan siksaan dari sang Mama.

"Ishh mah, suka banget nyiksa anaknya sendiri," keluh Badsha mengusap dahinya.

"Kalau sama papa udah dihajar kamu, dek!" geram Quinnsha berdecak.

"Ada apa ini?" tanya Badai yang berjalan dari luar rumah dan mendatangi anak istrinya.

"Gak apa-apa, Pah," jawab Badsha menutupi keningnya dari sang Papa. Sungguh ia saat ini takut dengan Badai jika ucapan sang Mama benar terjadi. Sang Papa akan menghajarnya ketika mengetahui lukanya.

"Gak apa-apa gimana?! itu luka kamu, dek!" beber Quinnsha menarik tangan Badsha yang masih menutupi keningnya sehingga Badai dapat dengan jelas melihat dahi anak bungsunya terdapat perban yang membalut kepalanya.

"Itu kenapa Badsha?!!" bentak Badai mencengkram dagu Badsha.

"B–bukan apa-apa kok, Pah," elak Badsha menggelengkan kepala takut dengan mata menghindari tatapan tajam Badai.

"Jawab jujur atau papa akan buat kamu menyesal!!!" tekan Badai pada diakhir kalimatnya dengan mata menatap tajam sang anak.

"I–iya-iya pah, adek j–jawab jujur," gugup Badsha merasa takut dengan sang Papa yang akan mengamuk,."i–ini adek dapat karena n–nolongi perempuan dari preman, P–pah," ungkapnya terbata-bata kerena cengkraman tangan Badai pada dagu menguat.

"Pah, s–sakit," adu Badsha meringis pada dagunya.

"Siapa perempuan itu?" tanya Badai melepaskan cengkraman tangannya di dagu Badsha.

"Gak tau." Badsha sambil mengedikan bahunya.

"Kalau orang gak jelas gak usah ditolo–,"

"Kita sebagai umat manusia yang baik hati jika menolong orang yang kesulitan seharusnya tanpa mengenal dia siapa, Pah." Badsha dengan cepat memotong ucapan sang Papa yang berujung menasehatinya.

02. My Husband Is a Student Part 2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang