Detik ini Delisha tahu hidupnya berubah, menit ini dia tahu putrinya yang cantik hanya tinggal nama. Berkali-kali wanita itu pingsan, terbangun, dan kembali pingsan, jika dia belum siap menerima kenyataan yang ada.
Masih terbaring lemah di atas kasur, jiwanya dibawa pergi, Cheryl pergi! Cheryl meninggalkan dirinya untuk selamanya, putri yang dia rawat dari kecil, putri cantik yang Delisha cinta sepenuh hati. Hatinya begitu sakit, tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa.
"Lisha!"
Delisha tak ingin mendengar apa-apa. Rasanya dia hanya ingin menangis atau ikut meloncat ke kuburan Cheryl.
Tubuhnya lemah. Saat merasakan sapuan itu Delisha semakin menutup matan, jiwanya serasa ikut terbang, tidak ikhlas sama sekali!
"Sayang," panggil Auden lagi.
Delisha memekakan telinga dan mengunci semua indranya.
Ini berat! Sangat berat!
Ayden tahu semuanya berubah dan tak lagi sama. Mungkin seumur hidupnya akan dia habiskan untuk penyesalan.
Dia ambil jari-jari tangan Delisha dan mengecupnya, walau dia berusaha tegar, tapi air mata itu tak dapat dia bendung.
Tubuh Delisha semakin gemetaran, wanita itu langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara tangisan, mereka terpukul, mereka sama-sama kehilangan.
Delisha yang berbaring dengan Ayden terduduk di bawah ranjang, Delisha bangun dan menatap laki-laki itu, tangan mereka masih bertautan.
Delisha menutup kembali matanya, bulir-bulir bening itu mengalir melewati pipinya.
Malam ini dan malam-malam seterusnya dia akan terus kesepian tanpa Cheryl, tidak akan pernah lagi mendengar nama Cheryl, tak ada panggilan Mami untuknya. Delisha membasahi bibirnya yang kering dan membuka mata saat melihat Ayden juga ikut bergetar. Laki-laki itu bangkit dan bergabung bersamanya di atas ranjang.
Ayden menyeka air mata Delisha, hati Delisha makin sakit.
"Lisha...,"
Delisha pandangi Ayden, laki-laki berusaha untuk tersenyum padanya, tapi hanya dia tanggapi dengan diam.
"Cheryl akan selalu bersama kita, bukan?" tanya Auden.
Dia tidak menjawab, tapi saat Ayden membawanya dalam pelukan laki-laki itu, Delisha hanya ingin menangis, tidak ingin melakukan apa-apa.
Kilas balik memori, Cheryl yang masih kecil, Cheryl yang ceria, Cheryl yang suka makan, Cheryl yang keras kepala pada orang yang dia suka. Ya Tuhan, andai saja pertemuan itu tidak terjadi, semua ini tidak akan seperti ini. Tapi, tidak ada yang bisa melawan takdir, bukan?
"Mami, kuat. Wanita yang aku cinta dari dulu tegar, Tuhan sayang pada Cheryl, Tuhan sayang pada Lisha," bisik Auden menenangkan.
"Aku nggak percaya pada Tuhan. Dari dulu Tuhan nggak pernah adil padaku," balas Delisha nyaris tak terdengar.
Ayden menggeleng. Laki-laki itu tersenyum, dia jauhi tubuh mereka, dia pegangi bahu Delisha agar wanita itu melihat ekspresinya, dia puas pandangi wanita cantik yang tengah berduka ini.
"Tuhan tahu yang terbaik untuk kamu. Saat Tuhan mengambil apa yang menjadi milik-Nya, Tuhan tahu kamu bisa menghadapi semua ini, bukan jahat membicarakan pengganti Cheryl, Cheryl akan selalu ada untuk kita, Cheryl hadir untuk kita."
"Benar?" tanya Delisha dengan polos.
Sekarang Ayden melihat wajah mulus wanita itu, hidungnya memerah karena kebayankan menangis, begitu juga dengan pipinya. Delisha adalah wujud nyata keindahan Tuhan, Tuhan sedang jatuh cinta saat menciptakan Delisha, hingga Ayden terus jatuh cinta padanya setiap detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELISHA (END+LENGKAP)
Teen Fiction"Lo hamil!" ucap Ayden, kekasih Delisha. "A-apa?" tanya Delisha polos. "Lo hamil!" tegas Ayden lagi. "T-tapi." "Kita sering melakukannya, dan kita main tanpa pengaman." "J-jadi?" "Gue mau putus! Terserah mau diapakan anak itu, umur gue masih 1...