Delisha tak menyangka dalam hidupnya akan bertemu dengan calon mertua semuda ini, walau ia dan Ayden tak bisa jadi pasangan, tapi permintaan cowok itu jelas menyita pikirannya.
Apa yang sebenarnya Ibu Ayden mau? Delisha tak punya orang tua dan selalu berekspektasi jelek tentang orang tua.
"Mama mau jumpa sama lo."
"Mau ngapain?" tanya Delisha memandang Ayden sembari membenarkan rambutnya yang terus ditiup angin.
"Mau kasih sumbangan," jawab Ayden asal.
"Oh ya? Padahal aku bukan korban banjir," sela Delisha dengan polos membuat Ayden langsung menarik hidung Delisha karena gemas.
Mereka memang tak bisa hidup bersama, tapi keduanya akan jadi orang tua.
"Banjir perasaan."
Delisha langsung memukul dada Ayden. Cowok itu tertawa, walau masalah terus berdatangan dan seolah tak ada habisnya, bagi Ayden jalani semuanya dengan hati yang lapang, maka tidak akan merasa berat.
"Mau, ya. Mama gue nggak jahat. Nggak gigit orang."
Delisha langsung terdiam. Mama gue nggak jahat. Benar! Karena yang jahat adalah orang tuanya—baiklah Delisha merasa mereka tak layak disebut orang tua, mereka itu iblis.
"Belajar dulu yang benar. Nanti pergi sama gue."
"Aku pergi sendirian aja," cegat Delisha.
Dia penasaran apa yang akan dibicarakan Ibu Ayden. Entah sesuatu perhatian atau bentuk kejahatan lain yang membuat dirinya semakin menyesal terlahir ke dunia.
Walau tubuhnya kecil, Delisha bisa merasakan sedikit perubahan di tubuhnya. Terlihat lebih berisi dan dia suka melihat tubuhnya sekarang dan semoga tidak ada yang menyadari perubahan tubuhnya.
Delisha diam-diam mengelus perutnya yang terasa lebih kencang dan keras, daripada saat belum hamil.
Terkadang Delisha terbangun di tengah malam dan tak bisa tidur hingga pagi memikirkan hidupnya, bagaimana dia menjalani ini semua.
"Kuat tak kuat, bisalah ya." Delisha bisa menguatkan dirinya dari semua. Ia bisa! Ia yakin pasti bisa.
Mengikuti pelajaran dengan terus memikirkan Ibu Ayden. Bahkan bertanya-tanya apa Ibu Ayden seorang yang berpendidikan tinggi? Delisha sangat suka dengan orang yang mengutamakan pendidikan di atas segalanya.
"Semoga ibunya baik," gumam gadis itu penuh pengharapan.
Diam-diam Delisha ingin sekali merasakan sosok ibu yang mendukungnya dan menasihati dirinya yang sesama perempuan apalagi dia sedang hamil dan perlu diawasi nanti. Delisha masih begitu kecil untuk melahirkan.
Bahkan yang membuat Delisha masih merinding sampai sekarang karena membaca buku-buku adalah kata pakar kesehatan, usia yang cocok untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20 tahun ke atas karena rahimnya sudah kuat dan siap.
Jika hamil di bawah usia 20 tahun banyak risiko terjadi, risiko keguguran dan kematian begitu besar. Delisha takut, walau ia yakin bisa melewati ini semua. Sudah banyak rasa sakit yang dia terima selama ini, dan Delisha berharap semoga bisa menolerir rasa sakit saat melahirkan nanti.
Delisha mengelus perutnya lagi. Ada makhluk di sana yang membuatnya kuat. Akan anak kecil yang memanggilnya ibu, anak lucu yang mengemaskan.
Banyak membaca pengelaman ibu-ibu yang melahirkan dan banyak yang mengaku rasa sakit itu akan setelah melihat bayi merah itu dan semua rasa takut, khawatir, terbayar dalam hitungan detik, walau memikirkan semua ini rasanya seperti sebuah keajaiban.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELISHA (END+LENGKAP)
Teen Fiction"Lo hamil!" ucap Ayden, kekasih Delisha. "A-apa?" tanya Delisha polos. "Lo hamil!" tegas Ayden lagi. "T-tapi." "Kita sering melakukannya, dan kita main tanpa pengaman." "J-jadi?" "Gue mau putus! Terserah mau diapakan anak itu, umur gue masih 1...