CH. 9

10.3K 182 6
                                    

"Lisha!"

Aku menoleh pada Meisha yang mengintip di balik pintu. Kenapa dia? Aku memalingkan wajah lagi malas berhubungan dengan para iblis.

Entah kenapa aku ingin sepenuhnya bergantung hidup pada Ayden. Tapi, dia saja masih remaja sepertiku. Coba saja dia sudah bekerja, aku dengan senang hati tinggal di rumahnya.

"Woi, setan! Gue manggil!" teriak Meisha dengan gondok. Tapi, aku tetap mengabaikan dirinya. Memangnya dia siapa?

"Woi, sial!"

Aku mengurat dada saat Meisha langsung menendang pintu. Dia memang tak pernah tahu sopan santun! Meisha juga sangat kurang ajar padaku, padahal aku lebih tua darinya. Semua karena para iblis itu mengajarkan untuk anak kesayangan mereka jadi kurang ajar dan tidak tahu cara menghargai orang lain.

Mereka bahkan menganggaapku binatang. Aku meremas bajuku, betapa hidupku tak berguna seperti ini. Bahkan, hidup nyamuk lebih bermartabat dariku.

"Woi, sial! Minta nomor HP lo." Aku mengangkat wajahku dan menatap Meisha. Kenapa dia mau nomor ponselku? Padahal selama ini ia tak peduli padaku?

"Buat apa?" tanyaku bingung.

"Kasih aja, setan!" sentak Meisha. Dia kasar luar biasa.

"Kamu minta, harusnya bisa minta baik-baik."

"Gue bilang Mama, nih. Gue bilang lo maksa gue buat PR, maksa gue buat pacaran. Padahal Mama bilang jangan pacaran, masih muda," ancam Meisha.

Bodo amat! Sumpah aku sangat bodo amat pada Meisha. Aku sudah terbiasa mendengar kata-kata makian yang tidak pantas didengar, dan ya kebal bahkan seperti tidak mantul padaku.

"Nih, cepat buka. Kasih nomornya." Meisha mengambil ponsel milikku dan memaksa.

Aku merampas kembali ponselku dan menyembunyikan di bawah selimut.

"Cepat, sialan!" teriak Meisha. Aku menatapnya tajam, air matanya sudah turun. Kenapa dia harus memaksa?

"Cepat, Lisha sial! Kasih nomor HP. Mau kasih atau, nggak?" tanya Meisha tak sabaran seperti ingin menangis.

Aku menggeleng. "Nope!" tolakku.

Meisha mendorongku. Aku bangun dan mendorong dirinya ke bawah, dia belum tahu aku tidak takut pada apapun.

"Lisha, sialan! Mati lo! Mama!!!!"
Meisha berteriak saat aku menarik rambutnya dengan kuat.

Sudah lama aku menyimpan dendam padanya. Kutarik kuat-kuat, dan membantingnya ke kasur.

"Mama!!!!" Suara Meisha melengking kuat mengisi seluruh rumah.

"Lisha!" teriak Mama. Oh sial!

Plak!

Tentu saja tamparan itu mendarat di pipiku. Entah kenapa, kali ini aku merasakan kesakitan. Air mataku turun dengan sendirinya. Aku tak bisa menahan lagi.

"Kamu mau bunuh adikmu?" tanya Mama dengan nyalang dan menatapku seperti ingin membunuhku sekarang.

"Ma ..., Lisha jambak rambut adek. Dia maksa adek," adu Meisha seperti anak kecil.

Plak!

"Ma ...," ujarku lirih.

"Jangan panggil aku Mama! Kau anak pembawa sial!"

Mama menamparku lagi. Aku hanya menatap Meisha dengan air mata penuh, dia seperti merasa bersalah tapi juga senang.

Aku bersumpah takkan peduli pada Meisha jika ia menjumpai kesulitan. Meisha sialan!

DELISHA (END+LENGKAP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang