"Ini ke mana?" tanyaku panik saat tahu kami berada di tempat yang sepi.
Sebuah jembatan dengan banyak batu besar di bawahnya dan airnya sedikit. Seperti musim kemarau panjang hingga air di sungai ikut kering. Jarak antara jembatan dan jurang ke bawah begitu jauh, jadi aku bisa menjamin siapa yang yang jatuh ke bawah sengaja ataupun tidak, nyawanya ikut melayang.
"Tuh lihat di sebelah jembatan ada kuburan," tunjuk Ayden.
Benar, saat aku melihat di samping jembatan ada banyak kuburan di sana.
"Itu adalah bekas orang-orang yang meninggal karena jembatan ini. Saat itu hujan terus sampai banjir, dan orang yang di sini saat nyebrang maupun yang tinggal di sini banyak yang terhanyut, jadi jasad mereka di makamkan di sampingnya."
"Oh, ya?" Aku menatap cowok di sampingku yang tersenyum, rambutku terus tertiup angin yang begitu kencang saat berdiri di sekitar sini.
Tiba-tiba cowok itu mengeluarkan rokoknya dan menyalakan api, padahal angin bertiup kencang. Aku tak suka orang merokok. Aku hanya menutup hidungku dari asap yang masuk ke paru-paru yang masih bersih. Baiklah, hatiku sudah menghitam karena keadaan keluargaku.
Cowok itu memeluk leherku. Aku langsung menepuk tangannya, hufh ... Dia rese sekali!
"Lo cantik bangat, Lisha," puji Ayden.
Aku melihat ke arahnya yang masih memandang ke bawah dengan dua jari mengapit rokok. Apa enaknya sih merokok?
"Ayo, jalan."
"Heh, ke mana?" pekikku saat tubuhku sudah ditarik dari jembatan dan menuju pinggir jembatan.
Dia membawaku ke semak-semak, banyak tumbuh ilalang yang begitu tinggi. Sebenarnya ini pinggir jalan, tapi sepi kendaraan yang melewati.
"Kita mau ke kuburan."
"Hih. Takut." Cowok itu terkekeh dan mengacak rambutku.
Dia suka mengacak rambutku, membuatku hanya mengerucutkan wajah karena kesal sambil memukul tangannya.
"Ayo," ajaknya lagi. Ia pun menarik tanganku sambil berlari kecil. Aku juga mengikutinya berlari-lari seperti anak kecil.
Tiba-tiba kami sudah masuk ke dalam semak-semak tinggi tadi. Di dalamnya tidak menyeramkan seperti terlihat dari luar. Kian masuk ke dalam dan terdapat sebuah lapangan yang sedikit lapang hanya sekedar duduk ditutupi oleh banyak ilalang yang tumbuh di sekitarnya.
"Baring sini," ajak Ayden menunjuk lapangan luas di sampingnya. Aku hanya melototkan mata, tidak mau! Kulitku akan terasa gatal dan banyak batu-batu tajam kecil yang akan menusuk tubuhku.
"Ayo, cepat ke sini."
Perlahan aku mendekatinya. Dia duduk dan aku ikut duduk di sampingnya.
"Udah baring aja."
"Tapi, aku nggak mau. Nanti gatal-gatal badannya," tolakku.
"Baring di atas tubuh Abang, Dek."
Aku hanya tertawa saat Ayden itu menepuk dadanya. Dia resek tapi suka menghibur juga. Entah berapa kali bersamanya, aku terus tertawa.
Akhirnya aku duduk di samping Ayden, tiba-tiba ia menggenggam tanganku. Aku menoleh ke arahnya. Ia tersenyum padaku, aku hanya diam.
Ayden itu tampan, senyumannya manis. Tangannya terasa dingin, tapi juga menghangatkan. Ia membawa tanganku di depan bibirnya, dan menciumnya di sana. Aku mencium aroma rokok dari tangannya.
"Gue nggak akan bosan bilang lo cantik bangat, Lisha."
Tangan Ayden terulur sambil memegang wajahku, aku hanya terdiam sembari menatapnya polos. Aku suka melihat wajahnya, apalagi saat dia tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELISHA (END+LENGKAP)
Fiksi Remaja"Lo hamil!" ucap Ayden, kekasih Delisha. "A-apa?" tanya Delisha polos. "Lo hamil!" tegas Ayden lagi. "T-tapi." "Kita sering melakukannya, dan kita main tanpa pengaman." "J-jadi?" "Gue mau putus! Terserah mau diapakan anak itu, umur gue masih 1...